Seorang wanita berumur empat puluhan, yang sedang menjaga toko manisan sedang cemberut.
Dihadapannya, seorang anak laki-laki umur delapan atau sembilan tahun, memohon dengan memasang wajah memelas.
Ketika Biru di kedai Willow, dari jauh dia melihat keduanya sedang berdebat. Gadis itu buru-buru meninggalkan kedai dan menuju pasar, karena penasaran apa yang sebenarnya terjadi.
Tempat mereka berdebat adalah lokasi salah satu kios miliknya.
"Apa yang terjadi disini?" Keduanya menoleh ketika Biru bertanya.
Anak itu tertegun ketika melihat pemuda di hadapannya. Tubuh tegap, tinggi, dan berkulit putih. Mata biru yang indah, hidung mancung, dan bibir merah muda. Apakah ini peri?.
Dia seperti sosok yang sering muncul di dongeng yang sering diceritakan ibunya, setiap kali dia tidak bisa tidur.
"Tuan muda, anak ini membuat masalah di toko" wanita itu menjawab.
"Tidak!. Aku cuma mau beli buah kering" anak itu menolak tuduhan.
"Adikku sedang sakit, dia ingin sekali memakan buah kering dan manisan".
"Tapi uang yang dibawanya kurang, Tuan muda".
"Tapi, aku sudah berjanji untuk membawakannya. Kalau hari ini aku tidak membawakan buah kering dan manisan, adikku pasti akan sangat sedih".
Anak kecil itu tampak seperti ingin menangis.
Biru memandangi anak laki-laki di hadapannya. Meskipun dia masih kecil tapi, dia sangat memegang teguh janjinya. Saat ini tidak banyak orang yang menepati janji yang mereka buat, karena bagi orang-orang itu, janji dibuat untuk diingkari.
Apabila saat ini anak itu tidak bisa menepati janjinya, mungkin nanti dia akan belajar bahwa tidak apa-apa kalau dia mengingjari janjinya sekali lagi. Lalu akhirnya dia akan berbohong lagi dan lagi.
Biru ingin anak itu menjadi orang yang selalu menepati janjinya.
Biru mendekati anak kecil itu lalu membungkuk di hadapannya.
"Saat ini berapa uang yang kau miliki?" Biru bertanya.
Bocah itu membuka genggaman tangannya, saat tangannya terbuka di sana terdapat beberapa koin perunggu. Sudah jelas bahwa uang yang dia miliki masih kurang beberapa koin lagi.
"Apa kau tahu, berapa banyak kekurangan uangmu?".
Bocah itu mengangguk " Ibu itu tadi sudah mengatakannya".
"Kain kali jangan mengulanginya lagi. Meminta-minta itu bukan perbuatan yang baik, mengerti?" Biru berkata dengan lembut.
Lalu Biru menoleh pada penjaga toko "Berikan padanya yang tadi dia minta".
" Tapi, Tuan muda.." wanita itu ragu.
"Tidak apa-apa" kata Biru tegas.
Ketika anak laki-laki itu mendengarnya, dia merasa sangat senang. Senyuman yang lebar terbentuk di wajahnya.
'Dia bukan peri, tapi malaikat' kata anak itu di dalam hatinya.
Biru kembali membungkuk pada anak kecil itu.
"Kali ini aku berikan, tapi lain kali kau harus membawa uang yang cukup. Apa kau mengerti?"
Anak itu mengangguk, masih dengan senyum di wajahnya. Setelah dia menerima buah yang di inginkan, anak itu memberikan semua koin tembaga yang dia miliki.
Dengan melompat-lompat, anak itu berlari meninggalkan toko manisan milik Biru, untuk menuju ke rumahnya. Melihat anak itu begitu senang, tanpa sadar Biru juga merasa terhibur.
Wanita penjaga toko memperhatikan Biru. Dia merasa heran, mengapa pemuda itu bisa dengan mudahnya memberikan benda dagangannya pada orang.
Dia tahu kalau Biru itu memang berhati baik, tapi kalau dia selalu melakukan apa yang dia lakukan hari ini, lama-lama usaha mereka bisa gulung tikar.
Seolah mengetahui apa yang di fikirkan wanita itu, Biru menoleh. Dia tersenyum, lalu berkata "Tak apa, jangan hawatir. Itu cuma sedikit manisan. Kita tidak akan bangkrut hanya dengan itu".
Wanita itu tersenyum malu, dia merasa seolah pemuda di hadapannya itu baru saja membaca pikirannya.
" Bibi sudah bekerja dengan baik. Lanjutkan pekerjaanmu, aku pergi dulu".
"Silahkan Tuan muda, hati-hati di jalan".
Setelah itu Biru pergi meninggalkan toko manisan, dan ingin kembali ke kedai Willow tempat teman-temannya berkumpul.
Ketika baru beberapa langkah Biru berjalan, ada seseorang yang memanggil namanya.
" Biru.." itu suara seorang gadis.
Dia menoleh mencari arah suara itu berasal.
Di depan toko yang menjual pakaian, muncul seorang gadis cantik yang mengenakan gaun warna hijau lembut.
"Ternyata memang benar kau, sedang jalan-jalan ya?" Sissil tersenyum cerah.
"Sissil, ku kira siapa. Aku sedang dalam perjalanan ke kedai Willow, teman-teman asrama ku menunggu di sana".
"Kau sendiri, sedang belanja ya?" tanya Biru.
Sissil menoleh ke dalam toko pakaian. Di dalam sana terdapat tiga orang gadis seumurannya, mereka sedang sibuk memilih warna dan mencoba-coba gaun yang di pajang.
"Aku sedang menemani teman-temanku membeli pakaian" jawabnya.
"Kalau begitu nikmati waktu berbelanja kalian, aku pergi dulu. Teman-temanku pasti sudah lama menungguku" kata Biru berpamitan.
Selama satu tahun ini Sissil sering mengunjungi Biru di asrama, atau terkadang mereka juga akan bertemu di luar seperti sekarang ini.
Terkadang Sissil datang untuk mengantarkan makanan atau kue, terkadang juga hanya untuk sekedar mengobrol dengan santai. Lama-kelamaan mereka jadi semakin akrab.
"Tinggu dulu" panggil Sissil. Dia berjalan mendekat, lalu mengulurkan sebuah bungkusan.
"Ini untukmu, ambillah".
" Apa ini?" Biru merasa heran.
"Ini hadiah untukmu. Aku dengar hari ini adalah hari ulang tahunmu" kata gadis itu malu-malu. Kedua pipinya bersemu kemerahan.
Biru kembali merasa kebingungan. Dari mana Sissil mengetahuinya?. Jangan-jangan dia tahu dari anak-anak itu.
Biru mengulurkan tangannya untuk menerima bungkusan itu "Dari mana kau tahu?".
" Tadi kami tidak sengaja bertemu dengan teman-temanmu saat dalam perjalanan. Mereka bilang mereka sedang merayakan hari ulang tahunmu".
"Kenapa kau jahat sekali?, mengadakan pesta peringatan tapi tidak mau mengundangku. Apa kau tidak pernah menganggapku sebagai temanmu?" gadis itu mengerucutkan bibirnya.
Melihat Sissil cemberut membuat Biru jadi merasa lucu.
"Mengadakan pesta apanya?!" jawab biru.
"Alasannya saja mereka mau merayakan hari kelahiranku, padahal sebenarnya mereka hanya mau memalakku" Biru sedikit berbisik saat mengatakannya.
"Aku hanya bisa berdo'a semoga saja uangku cukup untuk mentraktir mereka. Kalau tidak, mungkin aku harus mencuci piring di sana untuk membayar kekurangannya".
Sissil tertawa ketika mendengar kata-kata Biru. Rasa kecewa yang ada di dalam hatinya juga lenyap di udara.
"Kalau kau kekurangan uang, aku bisa meminjamkan uangku. Jangan sampai kau malu di depan teman-temanmu!".
Biru melambaikan tangannya cepat-cepat. Bagaimana mungkin dia mau menerima uangnya, itu memalukan.
" Ah.. tidak usah. Aku bisa mengurusnya sendiri, tapi terima kasih atas tawaranmu"
"Ngomong-ngomong aku harus segera pergi ke kedai Willow, kalau tidak mereka akan berfikir aku kabur karena tidak mau membayar".
Sissil lagi-lagi tertawa "Baiklah, cepat pergi sana".
" Lain kali aku akan mentraktirmu makan, aku pergi dulu" Biru berjalan sambil melambaikan tangannya pada Sissil.
"Janji ya..?" teriak Sissil.
"Pasti!" jawab Biru dari jauh.