Setelah Biru pergi, tiga orang wanita yang tadi ada di dalam toko keluar, mereka menghampiri Sissil yang sedang menatap punggung Biru yang semakin menjauh.
"Orangnya sudah jauh, apa lagi yang kau lihat?"
Sissil yang tak melihat teman-temannya datang, tersipu malu.
"Kau benar-benar menyukainya, ya?" tanya Alin.
Sissil yang baru saja merasa tenang, kembali memerah karena pertanyaan itu.
"Wajar saja sih, dia memang sangat tampan!".
"Kenapa tidak kau katakan saja perasaanmu padanya?" Nilla mengusulkan.
Seketika Sissil menoleh pada Nilla. "Itu tidak mungkin. Aku kan seorang wanita, masa iya harus menyatakannya duluan?".
"Mau berapa lama lagi kau ingin berada di dalam hubungan tanpa status ini?. Ini sudah Satu tahun, apa kau tidak merasa lelah?" kata Mia.
"Biru itu adalah pemuda yang lugu, kalau kau tidak mengatakan perasaanmu dengan jelas, dia tidak akan mengerti..".
Nilla dan Alin mengangguk tanda mereka setuju dengan perkataan Mia.
Alin tersenyum memandang ke Sissil. " Jangan sampai aku yang merebut pemuda itu darimu ya. Soalnya harus kuakui dia membuatku tertarik, meskipun aku baru sekali ini melihatnya".
Sissil membelalakkan matanya. "Awas saja kalau berani".
Di kedai Willow.
Lebih dari dua puluh remaja laki-laki sedang makan dan berbincang. Para pelayan pun tak hentinya hilir mudik, membawakan pesanan para pemuda itu yang terus bertambah.
"Ngomong-ngomong dimana Tuan muda Rudd berada sekarang?" tanya seorang pemuda.
Temannya, yang berada satu meja dengannya menoleh ke kanan dan ke kiri, kemudian menggelengkan kepalanya.
"Entahlah, aku tidak tahu".
"Tadi aku melihatnya pergi ke kamar mandi" jawab anak muda yang ada di sampingnya. Tangannya menunjuk ke arah Rudd pergi tadi.
"Sepertinya, hubungan Tuan muda Rudd dan Biru sangat baik" kata Doti "Mereka terlihat sangat akrab".
" Ku rasa juga begitu" kata teman di sampingnya.
"Benarkah?, bukannya Biru tidak pernah akrab dengan siapa pun juga?. Semua orang juga tahu, kalau selama ini Biru tidak pernah punya teman, dan selalu menyendiri".
"Memangnya kau tidak melihatnya tadi?, mereka duduk satu meja, dan berbicara layaknya teman lama".
"Iya juga sih~".
Seorang pemuda yang bernama Dion meminum teh dinginnya, lalu dia berkata " Tentu saja mereka akrab, mereka itu kan saudara angkat!".
Setelah Dion berbicara, semua orang yang ada di lantai dua menoleh ke arahnya.
"Apa tadi kau bilang, saudara angkat?" tanya Harol.
"Benar" jawab Dion sambil melihat ekspresi teman-temannya, tapi yang dia lihat hanyalah ekspresi tidak percaya.
"Apa tidak ada satu pun dari kalian yang mengetahuinya?".
Teman-temannya menggeleng.
"Hei, kau jangan bicara sembarangan. Kalau itu memang benar, kenapa tidak ada seorang pun yang mengetahui hal itu?".
"Benar sekali!" kata Harol "Bahkan Teran si tukang gosip asrama saja sampai tidak tahu".
Teran, pemuda yang sedang di bicarakan tersedak minumannya, ketika mendengar namanya di sebut.
"Hei.. kenapa aku??" dia merasa tidak terima dituduh sebagai tukang gosip.
Wajar saja kalau Teran di sebut sebagai tukang gosip asrama. Entah di sengaja atau tidak, anak ini selalu lebih dulu mengetahui berita terbaru yang sedang terjadi.
Tapi entah kenapa, dia tidak pernah bisa mengetahui berita apa pun mengenai Biru. Baginya Biru adalah seorang anak yang misterius.
Karena merasa penasaran, pernah suatu hari dia dengan sengaja mengikuti Biru, pada saat pergi keluar dari asrama. Tapi, baru saja beberapa langkah Teran mengikuti, Biru sudah menghilang dari pandangannya.
"Dulu, Ibuku pernah bekerja sebagai tukang masak di asrama" jawab Dion.
"Oh...".
"Bagaimana Biru bisa menjadi saudara angkatnya Tuan muda Rudd?, coba ceritakan?".
Dion menggelengkan kepalanya, menolak bercerita.
Melihat temannya menolak, Harol mencoba membujuk. " Oh ayolah, ceritakan pada kami. Atau kau bisa mengatakannya hanya padaku saja" Harol maju dan duduk semeja dengan Dion.
Dion menoleh ke kanan dan ke kiri, untuk memeriksa keadaan. Jangan sampai Biru dan Rudd tiba-tiba datang saat dia sedang bercerita.
Merasa keadaannya aman, Dion pun bercerita.
"Sepuluh atau sebelas tahun yang lalu.." tiba-tiba Dion menghentikan ceritanya. Itu karena semua anak yang tadinya duduk manis di kursi mereka, tiba-tiba berkerumun dan mengelilingi meja tempat Dion duduk.
Mereka sangat penasaran dengan cerita dari Dion, tentang Biru yang menurut mereka misterius.
Anak itu menghela nafas, merasa pasrah dan memutuskan untuk melanjutkan ceritanya.
"Saat muda Guru Yon sering berlatih di gunung. Setiap kali pergi dia selalu membawa istri dan anaknya. Pada suatu hari ketika mereka kembali ke Perguruan Elang Putih, Guru membawa satu lagi anak kecil. Seperti yang kalian tebak, anak itu adalah Biru.
"Anak itu sangat cantik, tapi sayangnya dia sangat pendiam. Itu dikarenakan anak itu sering kali di ejek karena warna matanya yang berbeda" Dion mengakhiri ceritanya.
"Jadi karena itu Biru jadi anak yang penyendiri?, kasihan dia" Doti merasa iba.
Suasana kedai di lantai dua hening selama beberapa saat.
Harol menunjuk jarinya ke arah teman-temannya. "Siapa diantara kalian yang pernah mengejek Biru karena warna matanya?, ayo mengaku".
" Aku tidak!".
"Aku juga tidak!".
Theo menggaruk kepalanya yang tidak gatal. " Aku memang sering bertengkar dengannya dulu, tapi bukan karena hal itu, tapi karena masalah yang lain".
"Bukankah itu artinya, Biru sebenarnya adalah anak angkat Guru Yon dan Guru Maina?!".
Identitas sebagai anak angkat Guru Yon bukanlah identitas biasa. Hanya dengan mengetahui hal itu saja, semua orang yang harus memperlakukan Biru dengan sangat hormat. Semua orang di perguruan juga harus memanggil Biru dengan sebutan Tuan muda.
Tapi mengapa Biru justru malah merahasiakan kenyataan ini dari semua orang, dan membiarkan dirinya sering diperlakukan dengan buruk. Hal ini membuat semua orang menjadi bingung.