Harol yang terkejut perlahan-lahan kembali ke mejanya.
Dia mencondongkan kepalanya ke depan saat berbicara "Bukankah dia terlalu posesif sebagai seorang kakak? aku cuma mau menyapanya, apa salahnya dengan itu?" Harol mengecilkan suaranya.
"Mungkin karena wajahmu terlihat seperti penjahat" kata Dodo yang langsung mendapatkan tamparan di kepalanya.
Sambil cemberut Dodo mengusap-usap kepalanya yang terasa panas. "Aku kan cuma bercanda.."
"Dia hanya takut adiknya terluka. Seperti yang dibilang tadi, Biru berubah jadi penyendiri dan tertutup karena dia terlalu sering dihina oleh orang-orang di sekitarnya" kata Toni.
"Mungkin dia belum percaya pada kita. Tuan muda Rudd takut kita akan menyakiti adiknya seperti yang lain" kata pemuda yang satu lagi.
"Bisa jadi" Harol menyetujui.
Meskipun Harol hanya berbicara dengan teman se mejanya, tapi beberapa anak di dekatnya juga ikut bergabung diam-diam di sekelilingnya. Para pemuda itu setuju dengan apa yang mereka katakan. Mereka pun dalam hati bertekad ingin memperlakukan Biru dengan lebih baik.
Selama ini mereka sering memperlakukan Biru, layaknya anak yang mengganggu pemandangan. Di mata murid-murid Elang Putih, Biru itu adalah anak yang suka membolos dan juga sombong, karena tidak pernah bicara atau menyapa siapapun.
Mereka diam-diam juga berharap agar Biru segera dikeluarkan dari perguruan, supaya mereka tidak perlu lagi melihat wajahnya. Anak-anak itu baru tahu kalau ada alasan di balik sikap menyebalkannya Biru.
Sementara itu di meja yang lain, Rudd dan juga Biru masih asik mengobrol. Mereka berdua tidak mengetahui kalau mereka sedang dibicarakan.
Rudd melihat bungkusan yang telah diletakkan di atas meja dan bertanya. "Benda apa itu?, dari mana kau mendapatkannya?".
Biru melihat benda yang ditunjuk oleh saudaranya.
"Oh ini hadiah ulang tahun dari Sissil, aku masih belum tahu apa isinya".
"Biar ku lihat apa isinya" kata Rudd sambil meraih bungkusan di atas meja.
Tapi sebelum tangannya sampai, Biru terlebih dahulu mengambil bungkusan itu dan mengamankannya.
Biru menyembunyikan benda itu di balik punggungnya. "Jangan macam-macam, ini milikku. Aku akan membukanya nanti saja di rumah".
" Aku tahu itu punyamu, aku cuma mau lihat apa yang ada di dalamnya".
"Tidak boleh!!".
"Dasar pelit" kata Rudd cemberut.
"Bukankah kamu yang pelit?. Hari ini adalah hari ulang tahunku, harusnya kau membawakanku hadiah. ".
Biru meneruskan memakan ikan bakar di hadapannya. Meskipun ikannya sudah dingin, tapi rasanya masih lezat. Biru menyantapnya dengan lahap.
Menyaksikan Biru makan dengan enak, membuat Rudd tiba-tiba juga merasa lapar. Tapi dia masih belum mau memakan ikan.
Akhirnya pesta makan sudah selesai. Semua orang keluar dari kedai Willow, dengan puas dan perut yang penuh.
Biru menunggu sampai semua orang keluar dari kedai. Dia sengaja keluar paling akhir, karena dia masih harus membayar biaya makan.
Emran dan seorang pelayan wanita datang, sambil membawa kertas yang berisi daftar apa saja yang sudah dipesan. Setelah memeriksa isi kertas tagihan itu, Biru mengeluarkan beberapa koin tembaga kepada pelayan.
Setelah membayar tagihan, Biru turun dari lantai dua lalu keluar dari kedai.
Di luar rumah makan, teman-teman asrama masih berkerumun dan belum pergi. Seolah-olah mereka sedang menunggu Biru untuk pulang bersama.
'Kenapa mereka masih belum pergi? apa mereka sedang menungguku?' kata gadis itu dalam hati. Biru merasa terharu.
"Lihat, itu dia Biru sudah keluar"
"Ternyata dia benar-benar bisa membayar tagihan, aku kira dia akan disuruh mengepel lantai".
Tangan Biru mengepal erat karena kesal " Sialan!".
"Jadi kalian masih meragukanku, ha?. Awas kalian. Hei berhenti kalian, jangan lari...".
Sore hari di asrama.
Biru baru saja pulang setelah memeriksa rumah produksi manisan.
Keadaan kamar begitu gelap ketika pintu berayun terbuka. Biru merasa heran, biasanya setiap kali dia pulang di sore hari, keadaan ruangannya tidak pernah segelap ini. Setidaknya dia masih bisa melihat isi kamarnya sampai dia menyalakan lilin.
'Perasaan sekarang masih belum terlalu malam, tapi mengapa kamarku begitu gelap?'
Gadis itu berjalan dalam kegelapan, menuju tempat dirinya menyimpan lampu lilin. Setelah beberapa saat mencari tapi lampu tidak ditemukan, Biru merasa kebingungan. Dia yakin tadi pagi lampu lilin dia letakkan di meja itu, dan memang selalu di situ, tapi mengapa sekarang menghilang? apakah lampunya punya kaki?.
Merasa lelah, dia akhirnya duduk di kursi sebelah meja tersebut dan mengingat-ingat. Saat dia sedang serius berfikir tiba-tiba ada seseorang yang mengetuk pintu kamarnya.
Dengan malas Biru melangkah menuju pintu kamar dan membukanya. Setelah menarik gagang pintu, orang yang muncul di baliknya membuatnya menganga.
Rudd berdiri di hadapan Biru dengan membawa lampu yang menghilang dari kamarnya.
'Jadi orang ini yang mencuri lampuku?'
Tapi dua orang di belakang pemuda itu membuat Biru tidak jadi membuka mulutnya. Mereka adalah Guru Yon dan Guru Maina yang muncul sambil membawa kue di tangannya.
"Tidakkah kau membiarkan kami masuk?" tanya Rudd.
Biru yang masih bengong tanpa sadar mundur untuk memberikan jalan pada ketiga orang tersebut.
'Sedang apa mereka di sini? kenapa mereka datang bersamaan?'.
Karena Rudd masuk sambil membawa lampu, seketika ruangan menjadi terang. Akhirnya diketahui apa alasan kamar Biru menjadi lebih gelap dari biasanya. Itu karena setiap sudut kamarnya di hiasi dengan kain dan kertas warna-warni. Sampai menutupi setiap celah dan lubang yang biasanya memantulkan cahaya dari luar.
'Apa ini ruangan pesta?' Biru nyaris mengira kalau dirinya salah masuk kamar.