Satu tahun kemudian.
Biru sedang berbaring di atas pohon apel, di halaman asrama. Satu lengan menutupi matanya, sedang yang satu lagi dia biarkan menggantung di sisinya.
Tak jauh dari tempatnya berbaring, beberapa anak muda sedang bertengkar. Entah apa saja yang mereka ributkan hingga sampai berteriak-teriak seperti itu.
Dahinya Biru berkerut, karena merasa terganggu dengan suara bising di sekitarnya.
Tak tahan lagi dengan suara ribut itu Biru membuka mata. Dia mengangkat kepalanya menoleh ke arah asal suara. Di halaman asrama Torin dan anak buahnya sedang membuat masalah.
Lagi-lagi si bocah kekar menggertak murid baru, itu memang sudah menjadi kebiasaannya sejak dulu. Bukannya tidak pernah ada yang menegurnya, tapi Torin dan anak buahnya memang bandel. Mereka selalu mencari celah di mana tidak ada pengawas yang memperhatikan.
Gangguan yang mereka timbulkan beragam. Mulai dari memerintahkan anak baru membersihkan ruangan mereka, mengambilkan makanan, memaksa anak baru melakukan tugas-tugas yang seharusnya mereka yang kerjakan, sampai meminta uang dari mereka.
Tapi hari ini tampaknya ada yang berbeda, salah seorang anak baru tidak tahan lagi dengan gangguan yang diterimanya. Dia mengumpulkan temannya sesama korban untuk mengajukan protes. Para korban mengadukan perlakuan yang mereka terima kepada guru, dan dewan pengawas asrama. Karena pengaduan anak-anak itu, Torin dan anak buahnya akhirnya mendapatkan hukuman dari dewan pengawas.
Hukuman yang mereka dapatkan adalah, memotong kayu bakar, menimba air, membersihkan kamar mandi, sampai mencuci semua pakaian anak murid di asrama. Sebenarnya semua ini adalah tugas-tugas yang harus di lakukan secara bergiliran oleh semua murid, dan tugas-tugas ini lah yang sering mereka tinggalkan dan limpahkan pada anak-anak baru selama ini, tapi saat ini tugas itu harus mereka lakukan selama satu bulan penuh.
Torin dan kelompoknya merasa sangat marah mendapatkan semua hukuman ini, karena gara-gara itu mereka jadi tak bisa bermalas-malasan lagi. Si bocah kekar dan kelompoknya, menghadang murid-murid baru dan mengumpulkannya di halaman samping asrama.
Mereka memaksa murid baru bertanggung jawab, karena telah membuat mereka mendapatkan hukuman. Mereka juga memaksa anak-anak baru mengambil alih semua hukuman mereka selama satu bulan ini.
Bagaimana mungkin anak baru itu mau menerima?, mereka semua datang ke perguruan Elang Putih untuk belajar, dan agar menjadi jauh lebih kuat. Mereka datang dengan membawa harapan dari seluruh keluarga mereka, dengan harapan setelah lulus dari sekolah ini mereka bisa mendapatkan pekerjaan yang jauh lebih baik dari sekedar petani, bukannya malah untuk dijadikan sebagai pembantu oleh Torin dan kelompoknya.
Mereka sendiri merasa kesulitan karena selama ini harus mengerjakan semua tugas tambahan, gara-gara hal itu tugas mereka jadi tak kunjung selesai. Mereka harus melakukan tugas dobel, tugas asli mereka sekaligus tugas yang telah dipaksakan untuk mereka. Karenanya, waktu istirahat mereka terpaksa harus mereka gunakan untuk melakukan pekerjaan yang tak kunjung selesai.
Mereka merasa mereka harus melawan kali ini, kalau tidak maka semua akan kembali seperti semula, dan tidak ada yang akan berubah. Kalau mereka menyerah sekarang, mereka harus kembali melakukan pekerjaan yang tiada habisnya, dan hidup mereka akan tetap tertindas. Mereka berpikir, sekarang atau tidak sama sekali.
"Oh.. jadi kalian mau melawan kami ya?, sudah berani kalian".
"Memang sudah sebesar apa kekuatan kalian sampai berani menentang kami?, memangnya kalian tidak tahu siapa kami?".
"Coba lihatlah ini, dia adalah Torin yang perkasa. Pria terkuat di perguruan ini. Kalau kalian berani macam-macam dengan kami maka..."
"Maka apa?" tanya Biru menyahut dari atas pohon.
Sebenarnya suara yang dia keluarkan tidak terlalu keras, tapi terdengar sangat jelas di telinga setiap orang yang ada di halaman samping asrama.
Suaranya terdengar, tapi orangnya tidak kelihatan. Membuat semua orang mencari ke semua arah, untuk mengetahui asal suara tersebut. Semua orang celingukan, dan saling menoleh. Tak terkecuali Torin dan anak buahnya. Sampai salah seorang anak menunjuk ke tempat Biru berada.
"Itu dia, di atas pohon!"
Semua orang menoleh ke pohon apel tak jauh dari tempat mereka berdiri. Di tempat itu Biru masih berbaring dengan santai, matanya masih menutup saat dia berbicara.
"Apa yang kalian lakukan di sana? menggertak anak baru?, aku pikir kalian sedang sibuk sekarang, tapi sepertinya kalian masih punya cukup banyak waktu ya".
"Hei Biru, kau jangan ikut campur dengan urusan kami" kata anak buah yang kurus.
Biru membuka matanya dan menoleh. Saat dia melakukan itu kedua matanya bercahaya, membuat tertegun semua yang melihatnya.
"Kalian itu berisik. Mengganggu waktu tidur siangku saja" Biru melompat turun dari pohon menghampiri mereka.
Biru terus berjalan sampai tiba di depan Torin.
"Bocah kekar, bertanggung jawablah dengan pekerjaanmu sendiri, jangan lemparkan pada orang lain. Apa sejak kecil tidak ada yang mengajarimu tentang hal itu?, jangan bilang hanya tubuhmu saja yang besar, tapi sifatmu masih seperti anak-anak".
Biru hanya mengatakan itu, lalu berbalik dan pergi sambil menguap.
Semua yang hadir mengawasi kepergiannya dalam diam. Kemudian semua beralih melihat kepada Torin, terutama beberapa anak buahnya. Mereka merasa heran kenapa bos mereka hanya diam saja membiarkan Biru ikut campur, bahkan memberikan ceramah kepadanya. Kenapa bos mereka tidak merasa marah dan meledak seperti biasanya?.
Tidak ada seorang pun yang tahu, kalau sejak hari Torin diterbangkan dengan satu pukulan Biru waktu itu, Torin si kekar telah mengembangkan sikap hormat yang berbeda di dalam hatinya.
Meskipun banyak orang yang mengatakan kalau kejadian itu hanyalah sebuah kebetulan, dan sebuah keberuntungan. Tapi hanya pria itu yang tahu bahwa kekuatan pukulan yang dia rasakan, bukanlah sebuah pukulan yang bisa di dapatkan cuma berdasarkan sebuah kebetulan semata. Pukulan itu adalah kekuatan yang nyata. Pukulan terkuat yang belum pernah dia rasakan sebelumnya.
Torin melotot pada anak-anak baru di hadapannya.
"Apa lagi yang sedang kalian tunggu?, cepat pergi dari sini sebelum aku berubah pikiran!"
"Bubar!"
Kemudian semua orang bubar dengan sendirinya, kembali ke tempat mereka masing-masing.
"Apa yang terjadi pada Bos, apa dia salah makan obat?".
" Hei, apa itu artinya kita masih harus mengerjakan semua hukuman itu?"
Anak buah Torin yang jangkung mendesah tak berdaya. Dengan lemas dia berkata "Bukankah itu sudah jelas?!".