Biru masih merasa mengantuk, tapi dia sudah tidak ada niatan untuk kembali melanjutkan tidur siangnya.
Biru melangkah meninggalkan asrama, dia berpikir dari pada tidur lebih baik dia berjalan-jalan di pasar, sekaligus mengawasi keadaan stan yang dia miliki di sana.
Sejak beberapa bulan yang lalu gadis itu membeli beberapa toko kecil di pasar, lalu memperkerjakan beberapa orang untuk menjaganya. Toko-toko itu sebelumnya milik beberapa pedagang yang merugi, sehingga memutuskan untuk menjualnya. Setelah menjual toko, para pedagang itu memutuskan mencoba peruntungan mereka dengan berdagang di kota.
Setelah membeli toko, Biru memperkerjakan orang-orang lama yang tadinya dipecat saat toko dijual, alasannya karena mereka lebih berpengalaman dan lebih paham cara berdagang.
Bisnis buah kering gadis itu sudah lama berjalan, bahkan berkembang lebih baik dari yang dia harapkan. Buah keringnya menjadi barang yang selalu di cari setiap kali orang datang ke pasar, bahkan selalu laris.
Sekarang bisnisnya mulai berkembang, dia bukan hanya menjual aneka buah kering, tapi kini dia juga sudah menjual aneka manisan buah. Manisan buah ini memanfaatkan buah-buahan yang rasanya asam dan biasanya kurang begitu laku bila langsung dimakan segar.
Buah yang agak asam itu akan di kupas dan di potong agak tipis, lalu dilapisi dengan madu, dan di simpan di dalam stoples kaca kedap udara. Wadah kedap udara ini di perlukan untuk menjaga manisan buah tetap awet di simpan hingga berbulan-bulan lamanya.
Sama seperti cara mengolah buah kering, cara membuat manisan buah ini juga dia pelajari dari mantan koki istana yang akrab dengannya di masa lalu. Hanya saja metode yang orang itu ajarkan adalah dengan menggunakan gula, tapi pada saat ini industri gula masih belum berkembang, sehingga gula masih menjadi barang yang sangat mewah dan harganya mahal.
Untuk menyiasatinya terpaksa Biru merubah gula menjadi madu. Karena madu sangat berlimpah di tempat tinggalnya, dan bisa di dapatkan dengan mudah dari hutan dan peternakan madu di desa Aris.
Ternyata metodenya itu berhasil dengan baik, dan buah yang di olah rasanya menjadi sangat lezat. Tapi masalahnya adalah terletak pada wadah yang dia jadikan sebagai tempat penyimpanan. Karena wadah kaca saat ini adalah termasuk barang mahal yang tidak bisa di beli oleh semua orang, jadi manisan buah berubah menjadi makanan mewah yang hanya bisa di nikmati orang kalangan atas.
Biru tidak ingin hal itu terjadi. Awal mula Biru menjual buah kering dan manisan buah adalah agar mereka dapat dinikmati oleh semua kalangan, terutama rakyat kecil. Di musim kering rakyat akan kesulitan mencari buah yang bisa mereka nikmati untuk bisa menambah nutrisi mereka, dan olahan buah yang Biru jual di harapkan bisa tetap dinikmati rakyat pada saat itu.
Untuk menyiasatinya Biru menjual manisan secara eceran, terutama bagi orang-orang yang mau membawa sendiri wadah tempat untuk manisan buah yang akan mereka beli. Bagi yang mau membawa wadah dari rumah maka akan diberikan harga yang lebih murah dari pada harga biasa.
Solusi yang di ciptakannya itu ternyata berhasil dengan baik. Banyak orang yang membawa sendiri tempat dari rumah saat mereka membeli manisan.
Tapi manisan buah ternyata lebih diminati oleh kalangan nyonya bangsawan. Meskipun harganya yang jauh lebih mahal dari buah segar, tapi karena rasanya yang lezat dan awet di simpan selama berbulan-bulan, mereka tetap membelinya.
Di musim panas seperti saat ini manisan buah asam sangat segar dinikmati, terutama disiang hari yang terik. Sensasi manis dan asam dari buahnya memberikan rasa segar dan dapat menghilangkan rasa haus yang berlebihan.
Sejak manisan buah di kenal, Biru sering mendapatkan pesanan dalam jumlah yang besar, untuk di kirim ke kota-kota besar.
Seiring kesuksesan yang di dapat akan ada pula masalah yang muncul. Orang-orang serakah mulai bermunculan disekitar mereka. Banyak orang-orang yang mulai meniru bisnis manisan Biru, mulai dari membeli manisan dalam jumlah besar dan memonopolinya, sampai mengirim orang untuk mencuri resep dan cara pembuatannya.
Biru tidak terlalu ambil pusing dengan perbuatan orang-orang itu. Dia tahu cepat atau lambat resepnya pasti akan menyebar luas. Biru tidak pernah berniat ingin menyimpan resep itu untuknya sendirian, lagi pula resep itu juga hasil didapatkannya dari orang lain. Tapi Biru hanya tidak bisa terima bila manisan buatannya dikuasai oleh orang-orang tertentu saja.
Sebagian besar karyawan Biru berasal dari rakyat fakir miskin di desanya, dan hampir semuanya adalah orang-orang yang merasa berhutang budi padanya. Karena hal itu mereka semua dengan senang hati menjaga ketat tempat produksi agar tidak terjamah oleh orang-orang tamak itu, mereka juga tidak membiarkan satu metode pembuatanpun bocor keluar, meskipun Biru tidak pernah memberikan perintah.
Biru selalu memberikan bantuan kepada orang lain tanpa pandang bulu, hal itu membuat tingkat hormat dan kagum orang-orang terus bertambah. Para pekerja tak tahu harus dengan cara apa mereka membalas budi, jadi mereka berpikir bisa sedikit membalas budi mereka dengan cara seperti ini.
Merasa frustasi karena tak juga berhasil mendapatkan resep rahasia, tak perduli cara apa pun yang mereka lakukan, ternyata tak membuat para pedagang licik itu kapok.
Pada malam hari para pedagang licik mengirim beberapa orang bayaran untuk merampok tempat produksi buah, tak jarang mereka juga menyewa para penjahat untuk mencegat kereta yang sedang dalam perjalanan mengirim manisan antar kota. Namun seluruh rencana mereka gagal total, karena Biru bekerja sama dengan para petugas keamanan antar kota dan juga membayar teman-teman sekolahnya dengan kedok misi pengawalan pedagang untuk mengamankan barang-barangnya.
Teman-temannya tentu saja tidak mengetahui, siapa orang yang telah membayar mereka saat misi pengawalan, mereka hanya tahu kalau mereka dibayar oleh seorang bangsawan untuk mengawal kereta yang membawa barang berharga.