Chereads / Tak Ingin Mencintaimu Lagi / Chapter 15 - Penginapan Naga Merah

Chapter 15 - Penginapan Naga Merah

"Kalau kau tidak bisa menghargai tubuhmu sendiri, maka orang lain juga tidak akan menghargaimu".

Sissil membeku mendengar kata-kata dari Biru. Bukannya tidak ada yang pernah mengatakan padanya, agar mengganti pakaiannya dengan baju yang lebih sopan, tapi gadis itu tidak pernah mendengarkan.

Sissil hanya akan melemparkan kata-kata mereka kebelakang, dan melupakannya. Bagi Sissil memakai pakaian seksi membuatnya merasa lebih cantik, dan membuat dirinya mendapatkan lebih banyak perhatian, terutama di tempat dia bekerja sekarang.

Tidak mudah mendapatkan pekerjaan di penginapan Naga merah. Karena penginapan ini adalah penginapan yang terbesar dan paling terkenal di kota ini, standar yang di tetapkan juga sangat tinggi.

Banyak sekali orang yang mendaftar sebagai pegawai di penginapan, tak perduli apa pun pekerjaan yang harus mereka lakukan. Banyak juga yang merasa iri menatap posisinya, dan berusaha menggantikannya. Itu sebabnya dia harus berusaha dengan keras untuk mempertahankan pekerjaannya agar tidak digantikan, dan dengan tampil seksi adalah salah satu caranya.

Tapi setelah mengalami kejadian yang mengerikan itu, membuatnya kembali berpikir ulang. Apakah sepadan resiko yang di dapatkannya hanya untuk mempertahankan pekerjaannya. Belum lagi kedua orangtuanya, yang sering mengeluh karena mendapatkan celaan dari para tetangga.

Kalau dia kehilangan pekerjaannya, dia masih bisa mendapatkan pekerjaan yang lain lagi, meski mungkin tak kan pernah bisa sebaik di penginapan ini. Tapi kalau dia sampai kehilangan kehormatan, apalagi nyawa, dimana dia bisa mencarinya?.

Setelah itu sepanjang perjalanan mereka sangat sepi, tak ada satu pun yang berusaha untuk memulai pembicaraan lagi. Biru melihat Sissil terdiam, sehingga membuatnya berpikir gadis itu marah karena kata-katanya.

Tak lama kemudian mereka sampai di depan penginapan Naga merah.

Biru menatap bangunan yang menjulang di hadapannya. Dia jadi merasa sangat kecil. Penginapan itu sangat megah dan terdiri dari lima lantai. Di depan pintu masuknya terdapat gerbang tinggi, dengan ukiran naga besar berwarna merah di kanan dan kirinya.

Terdapat dua penjaga yang berdiri di depan gerbang, dan dua lagi berdiri di depan pintu masuk. Beberapa penjaga berpakaian sebagai pegawai laki-laki, dan berpatroli di dalam penginapan. Mereka siap kapan saja, menangkap siapa pun yang berani membuat kakacauan di penginapan bergengsi ini.

Hanya di lihat dari luar saja sudah di ketahui, kalau tempat itu adalah tempat mewah yang hanya bisa di tinggali oleh orang-orang tertentu.

Biru sudah pernah masuk ke penginapan ini pada kehidupannya di masa lalu. Di tempat ini lah pangeran ke dua Yohan tinggal, saat datang untuk merekrut prajurit pribadinya. Tapi itu sudah lama sekali, dia sudah lupa seperti apa keadaanya di dalam sana.

"Kita sudah sampai, sekarang aku permisi" kata Biru sebelum berbalik dan berjalan.

"Bolehkah saya tahu nama Tuan Muda?" tanya Sissil.

Biru menghentikan langkahnya. "Nona tak perlu memanggilku Tuan Muda, panggil saja aku Biru. Itu namaku"

Sissil menatap orang di hadapannya. Sebelumnya karena gelap dan panik, dia tidak terlalu memperhatikan pemuda yang menyelamatkannya. Tapi sekarang di depan penginapan yang terang, dia baru bisa melihatnya dengan jelas.

Mata itu berwarna biru seperti langit cerah di siang hari, sangat indah. Tapi ketika memandangnya, dia seperti tersedot masuk kedalam lautan yang dalam. Seketika dia terpesona.

Meskipun dia tak bisa melihat setengah dari wajah Biru, Sissil tahu kalau itu pasti tampan.

"Itu indah!"

"Ya?"

"Ah, maksudku nama itu sangat cocok untukmu" jawab Sissil buru-buru.

"Kalau begitu jangan panggil saya Nona, panggil saja Sissil"

Biru ragu. Bolehkah memanggil orang yang baru saja di temuinya hanya dengan nama?, mereka kan belum akrab. Lagi pula dia yakin umurnya jauh lebih muda. Bukankah seharusnya dia memanggilnya kakak?.

"Ba.. iklah, aku pergi dulu" Biru bergegas mempercepat langkahnya, nyaris berlari.

Di mata Sissil, Biru berlari dengan panik seperti melarikan diri, karena dia seorang pemuda yang pemalu. Bibir merah Sissil naik membentuk senyuman, dia tidak berhenti memperhatikannya sampai sosoknya menghilang di balik pepohonan.

Penginapan Naga Merah.

Di dalam sebuah ruangan paling mewah di lantai teratas, seorang pria duduk di depan meja. Di hadapannya bertumpuk sejumlah buku yang berisi laporan selama satu tahun terakhir.

Pemuda berpakaian putih itu membaca dengan cermat setiap kata dan angka yang tertulis di dalam laporan, dia tidak ingin melewatkan sedikit pun kesalahan di dalamnya.

Tak jauh dari sana berdiri seorang pemuda yang sebaya dengannya. Pemuda itu mengenakan baju merah gelap, dengan corak berwarna hitam yang menghiasi kainnya. Dia berdiri di samping jendela, dengan tenang memperhatikan orang itu membaca setiap buku.

Kekaguman muncul di hatinya. Bagaimana bisa ada seorang pria yang seindah ini, bahkan hanya dengan diam dan melihat buku membuat sosoknya terlihat seperti gambar di dalam lukisan.

Setiap gerakannya elegan, bahkan hanya dengan menggoreskan pena di atas selembar kertas membuatnya terlihat luar biasa.

Pria itu masih muda tapi memiliki wibawa yang tak biasa. Saat dia terdiam seluruh dunia seperti hening bersamanya.

Tapi hanya dirinya yang tahu apa yang sebenarnya ada di dalam diri pemuda yang lembut itu, tak lain adalah seorang pria yang lebih menakutkan dari seekor singa.

Sesuatu yang dia lihat dari jendela tiba-tiba mengalihkan perhatiannya.

"Tuan muda, coba tebak siapa yang muncul di sini" katanya kemudian.

"Siapa?" suara yang tenang dan lembut terdengar.

"Seseorang yang baru saja Tuan muda suruh untuk di awasi" jawab pemuda berbaju merah penuh senyum.

Orang yang di panggil Tuan muda itu mengalihkan pandangannya dari buku, ke pemuda yang berdiri di samping jendela.

"Oh, kenapa dia ada di sini?" dia bertanya dengan tenang.

Saat itu tiba-tiba muncul sesosok bayangan yang masuk dari jendela, dan menyerahkan sebuah kertas kepada pemuda berbaju merah. Setelah menyerahkan benda itu, bayangan tadi kembali menghilang seolah dia tidak pernah muncul sebelumnya.

Kertas itu adalah sebuah laporan yang di tulis oleh pria yang muncul dari jendela tadi. Di dalam selembar kertas itu tertulis lengkap semua kejadian, termasuk juga setiap kata-kata yang diucapkan. Semuanya tertulis tanpa terkecuali. Mungkin kalau kertas dan waktunya cukup, si pembuat laporan juga akan menghitung dan menuliskan setiap pohon dan berapa jumlah daun yang terjatuh di dalam hutan itu.

Ketika kedua pemuda itu dalam perjalan kembali ke penginapan di sore hari, tanpa sengaja mereka melihat seorang pemuda bermata biru yang berjalan seperti tanpa jiwa.

Tuan muda berbaju putih merasa penasaran, sehingga menyuruh seseorang untuk mengikutinya diam-diam.

Pemuda berbaju putih beranjak dari kursinya dan berjalan menuju jendela. Pemuda bebaju merah menyarahkan kertas itu lalu berdiri di belakangnya, diam-diam mencuri baca isi laporan.