Ketika masih berada di perjalanan, Biru sempat berbincang dengan pemilik kereta.
Biru mengatakan bila dirinya ingin membeli perhiasan, atas suruhan kerabatnya yang akan menikah. Calon mempelai menginginkan perhiasan dengan batu permata di atasnya, karena itu dia membutuhkan saran.
Saudagar itu menyarankan untuk pergi ke Toko Wilbern. Kalau ingin menjual atau membeli perhiasan, toko itu adalah tempat yang tepat. Toko Wilbern adalah toko terbesar di kota ini, dan juga terkenal dengan cara berdagangnya yang jujur, dengan datang ke toko ini Biru tidak perlu takut akan ditipu.
Biru melihat papan kayu berukir nama Wilbern di atas toko. Sehingga dirinya yakin dia datang ketempat yang benar.
Toko ini adalah milik dua bersaudara Willi dan Berno, dari keluarga pedagang yang paling kaya di kota Yugo. Jangankan di dalam kota ini, nama keluarga Wilbern bahkan terkenal sampai di kota di sekitarnya.
Sebenarnya Toko ini adalah salah satu cabangnya saja, sedangkan toko yang utama terletak di Ibukota. Meskipun pada saat ini Toko Wilbern hanyalah toko kecil di Ibukota, tapi kelak di masa depan Toko Wilbern akan menjadi toko perhiasan langganan keluarga bangsawan.
Biru mengayunkan kakinya memasuki pintu, begitu dia masuk Biru langsung di sapa oleh salah satu pegawai berseragam.
"Selamat datang Tuan, ada yang bisa saya bantu?" sapa wanita itu.
"Saya ingin menjual sesuatu" jawabnya pelan.
"Kalau begitu, silahkan ikuti saya ke sebelah sini"
Wanita itu membawa Biru ke sebuah meja yang dijaga oleh seorang pria. Saat mereka sampai disana, pria itu sedang sibuk mencatat diatas sebuah buku tebal.
"Tuan silahkan berkonsultasi dengan pria ini, dia akan melayani anda dengan baik" kata wanita itu kemudian kembali ke tempatnya semula.
"Selamat datang Tuan, silahkan tunjukkan perhiasan yang ingin anda jual" kata pria itu, sambil tangannya menunjuk ke atas meja.
Biru mengeluarkan sebuah kantong kain dari sakunya. Itu adalah kantong uang yang selalu dia bawa-bawa, tapi karena uangnya sekarang sudah tidak ada, jadi dia menggunakannya untuk wadah permata.
Pria di belakang meja melirik kantong jelek itu sekilas. Hanya sekali lihat saja dia tahu kalau benda yang dibawanya adalah perhiasan murah dan tua. Mungkin pemuda ini baru saja mendapatkannya sebagai warisan dari orangtuanya. Meskipun begitu pria itu tetap berpura-pura bersikap ramah, karena di toko ini semua karyawannya di ajarkan untuk bersikap ramah kepada semua pelanggan.
Pria itu membuka kantong kain dan terkejut ketika melihat isinya. Isi kantong itu ternyata bukanlah sebuah perhiasan, melainkan sebuah batu permata yang masih mentah.
Batu berwarna hijau itu di dekatkan di depan matanya, lalu dia perhatikan sebentar. Sesaat kemudian tangan yang memegang batu permata sedikit gemetar. Belum pernah dia melihat batu Zamrud seindah ini. Meskipun batu ini masih berupa potongan, pria itu tahu betapa berharganya bila sudah diolah nanti.
Pria itu memandang Biru dengan tatapan curiga. Gadis itu menyadari ada yang aneh dari tatapannya sehingga dia bertanya.
"Ada apa?, apa ada yang salah?"
"Bolehkah saya bertanya, dari mana anda mendapatkannya?"
Biru merasa terganggu dengan pertanyaannya, dia memandang pria itu dengan dingin.
"Bukankah pertanyaanmu itu sangat tidak sopan? dari mana pun aku mendapatkannya, bukankah itu sama sekali bukan urusanmu?"
Pria itu tersentak. 'ini kesombongan khas seorang Bangsawan, mungkinkah dia...'.
"Maafkan ketidak sopanan saya, Tuan. Karena permata ini sangat berharga, kami harus memanggil manager toko untuk memeriksanya langsung. Silahkan ikuti saya, saya akan mengantarkan anda ke ruangan VIP" pria itu sedikit gugup.
Pria itu kemudian membawa Biru ke ruangan mewah di lantai dua. Tak lama setelah mereka masuk, beberapa pelayan datang menyajikan teh dan beberapa kue.
"Semoga Tuan tidak keberatan menunggu sebentar, manager kami akan segera datang".
Pria tadi bersikap lebih ramah lagi dari sebelumnya.
" Tidak masalah asalkan tidak terlalu lama. Aku sedikit sibuk hari ini" kata Biru sambil mengangkat cangkir teh.
"Jangan hawatir Tuan, ini tidak akan lama" kata pria itu, lalu pergi meninggalkan ruangan.
Setelah meminum tehnya, Biru menggerakkan tangannya untuk mengambil kue. Kue itu terasa sangat lezat, begitu masuk ke dalam mulut kue-kue itu langsung meleleh.
Gadis itu baru saja menghabiskan sepotong kue, ketika seorang pria dengan pakaian bagus muncul.
Pria itu memperkenalkan dirinya sebaga Lorta, manager toko Wilbern.
Tanpa basa-basi Lorta segera mengambil batu Zamrud dan menelitinya dengan beberapa alat yang dia bawa.
"Batu permata ini tidak diragukan lagi adalah Zamrud. Kualitasnya bagus, sayangnya masih berupa potongan dan belum diolah. Namun kami berani membelinya dengan harga tinggi" kata Lorta.
Pria itu kemudian menyebutkan sebuah angka kepada Biru. Harga ini memang seperti yang di perkirakan oleh pemilik kereta yang dia tumpangi. Biru juga merasa tidak ada yang aneh dengan ekspresi pria dihadapannya, jadi dia mempercayainya.
Sebenarnya Biru membawa beberapa potong batu Zamrud, tapi hanya satu yang dia perlihatkan, sedangkan batu lainnya masih ada di kantong.
"Kalau begitu, tolong beri harga untuk yang ini juga" Gadis itu mengeluarkan tangan dari kantong, lalu meletakkan benda yang digenggamnya di atas meja.
Manager Lorta terkejut melihat beberapa buah Zamrud seukuran ibu jari di atas meja. Dia sudah cukup terkejut ketika diberi tahu, bahwa ada orang yang ingin menjual permata yang begitu berharga di toko mereka.
'Orang ini benar-benar memperlakukan Zamrud yang mahal, seperti batu kerikil biasa. Siapa orang ini sebenarnya?'.
Sepertinya pemuda di depannya itu sengaja, hanya memperlihatkan satu permata untuk menguji kejujurannya. Untungnya dia mengatakan harga standar batu Zamrud yang saat ini ada dipasaran, jika tidak, dia mungkin akan menyinggung klien yang berharga bagi toko mereka.
Sejak dia melihat Biru pertama kali, Lorta sudah yakin kalau orang ini bukan pelanggan biasa. Meskipun pakaian yang dipakainya terlalu biasa, tapi dari cara dia duduk, minum bahkan dari cara dia menatap benar-benar seperti orang berkedudukan tinggi.
Selain karena peraturan yang ada di toko, alasan kenapa Lorta tidak berani menipu gadis itu, adalah karena mata tajam Biru. Mata indah itu seolah-olah dapat melihat isi di dalam hatinya, itu membuatnya kagum sekaligus takut.
Sekali lagi Lorta mengeluarkan peralatan, untuk memeriksa keaslian batu Zamrud di depannya. Meskipun sebenarnya Lorta percaya keaslian semua permata tersebut, namun dia tidak ingin mengambil resiko.
Hampir setiap hari, selalu saja ada orang-orang baru yang datang ke toko, sambil membawa batu permata yang palsu. Beberapa ada yang disengaja untuk menipu, dan beberapa ada yang murni karena ketidak tahuan mereka.
Apa pun alasannya, Lorta tidak boleh lengah. Tidak ada salahnya berhati-hati, dari pada dia harus mengganti rugi.