Chereads / Never Lost You / Chapter 4 - 4. Sorry I'm Not Interested

Chapter 4 - 4. Sorry I'm Not Interested

"Dean!" panggil seseorang dengan keras saat aku baru memasuki gedung sekolah. Aku cukup heran kenapa mereka senang sekali memanggilku dengan keras di pagi hari. Hampir setiap hari aku mendengar Abbie berteriak memanggilku saat kebetulan dia tiba tak lama setelah kedatanganku di gedung sekolah. Oh! Sekarang Alice yang berteriak dengan suara kerasnya.

"Mau menemui Abbie?" tanyaku mengabaikan sapaannya setelah ia tiba di hadapanku.

"Bukan, ini tentang Kayla. Ku dengar kemarin dia terkilir apakah itu benar?"

"Aku sedikit tertarik untuk mengetahui apakah sekolah ini sebuah pusat pendidikan atau perusahaan majalah. Informasi langsung beredar dengan mudah."

"Itu tidak penting, yang penting adalah sahabatku!" sahut Alice tak perduli dengan ucapanku sekarang.

"Dia hampir terkena lemparan bola dan hampir  terjatuh. Kakinya terkilir. Tapi sudah lebih baik sekarang, dia sudah memeriksakannya ke dokter dan menjalani terapi untuk tiga hari mendatang." jawabku sejelas – jelasnya.

"Benarkah? Syukurlah kalau begitu. Kay menghubungiku semalam dia mengatakan tidak akan masuk sekolah hari ini karena kakinya sakit. Tante Susan melarangnya masuk sekolah. Jadi kurasa dia sakit parah." jelasnya setelah menghembuskan nafas lega.

"Sepulang sekolah aku akan ke rumahnya, kau mau ikut?" tawarnya. Satu hal yang belum mereka tahu tentangku yang bertetangga dengan Kayla. Mereka hanya tahu bahwa jalan rumah kami searah sehingga sering naik bis bersama.

"Ya, tentu. Jika Kayla tidak keberatan aku ikut berkunjung denganmu." Sahutku dengan tawarannya. Bahkan aku tetangganya dan semalam Kayla datang mengantarkan makanan ke rumahku.

"Tentu saja tidak, dia akan senang jika kau juga datang. Dia sangat senang jika rumahnya ramai dengan teman – temannya, kau belum pernah berkunjung?" tanyanya kembali.

"Yeah, pasti kau tahu," kataku singkat dengan senyuman.

"Baiklah, aku akan menunggumu di gerbang sepulang sekolah nanti. Ajak Radit juga ya." pesannya sebelum benar – benar pergi menuju kelasnya yang berada di samping kelasku.

"Bagaimana dengan Abbie?" tanyaku,

"Dia pasti akan ikut tanpa di ajak." jawabnya cepat sedikit berteriak.

Aku segera berbalik menuju pintu kelas yang terbuka lebar, teman – temanku sudah disana, duduk di kursi masing – masing dan mengobrol.

"Alice mengajak kita untuk mengunjungi Kay di rumahnya." kataku seraya menyimpan tas di kursiku. Abbie dan Radit langsung mengalihkan pandangannya ke arahku.

"Oh iya! Alice bilang Kay sedang sakit. Sakit apa dia, perasaan kemarin baik – baik saja." kata Abbie merespon ucapanku denga cepat.

Lantas aku segera mendudukan diri disampingnya, dan mengobrol panjang dengan mereka, lebih tepatnya Abbie yang bercerita panjang tentang ini dan itu, aku hanya meresponnya sedikit, sedangkan Radit mengamini cerita Abbie sebagai lelucon garing kesukaannya. Membuatku tertawa sampai menggelengkan kepala. Sedangkan yang menjadi bahan candaan meraung dan sesekali memukul kepala Radit sebagai pelampiasan kekesalannya.

"Dean!" sekali lagi, seseorang memanggilku dengan nada tinggi, kali ini seorang perempuan yang tidak aku kenal. Teriakannya membuat seisi kelas menoleh langsung ke arahnya. Tak terkecuali Radit dan Abbie.

"Celsy?" gumam Abbie seraya menatap Radit sekilas dan kembali menatap pada sosok yang di panggilnya Celsy itu.

"Kalian mengenalnya?" tanyaku sedikit mengabaikan perempuan berseragam ketat dengan rok pendek yang menungguku di ambang pintu kelas.

Aku langsung pergi menghampirinya, mengabaikan tatapan dari anak – anak kelas, dan Abbie juga Radit yang terdiam tanpa mengalihkan pandangan dari Celsy yang betah berdiri disana. Bahkan mereka tidak menjawab pertanyaannku.

"Kau mengenalku?" tanyaku malas berbasa basi.

"Siapa yang tidak mengenalmu. Semua orang pasti mengenalmu disini." jawabnya seperti menggoda dengan senyuman yang dibuat semanis mungkin di bibir merahnya. Lantas aku meresponnya dengan anggukan pelan dan malas. Jujur saja, aku paling benci perempuan seperti ini.

"Kau tidak mengenalku?" tanyanya dengan percaya diri, tangannya masih bersembunyi di belakang tubuhnya omong – omong. Tubuhnya bergerak ke kanan ke kiri, bertingkah semanis mungkin dengan kaki yang di mainkan di bawah sana. Nampak menjijikan di mataku.

"Tidak!"

Ayolah, apa tujuannya datang kesini? Bahkan gerak – geriknya tak henti membuat seluruh penghuni kelas menatapi kami dengan intens, bahkan mungkin tak berkedip sama sekali.

"Abbie dan Radit mengenalku. Kau bisa bertanya tentangku padanya." lanjutnya lagi semakin percaya diri. dan itu benar – benar membuatku jengah menunggu maksud dan tujuannya.

"Sorry, I'm not interested. Just say your purpose for calling me!" kataku cepat seraya memandang malas ke arahnya.

"Hanya ingin berkenalan. Bagaimana kalau kita berteman?" tawarnya seraya mengulurkan tangan ke arahku dengan berani. Dia tersenyum percaya diri, memandang angkuh pada orang – orang yang memperhatikannya.

"Thaks. But sorry I'm not interested." balasku cepat seraya memamerkan segaris senyum tipis ke arahnya dan segera berbalik meninggalkannya menuju mejaku, dimana Abbie dan Radit memandangiku dengan ekspresi tak percaya di wajahnya. Tatapan mereka bergerak megikuti setiap gerakanku, memperhatikan dengan seksama, hingga aku benar – benar duduk dan menatap balik ke arah mereka.

"Apa yang kalian lihat?" tanyaku,

"Kau menolaknya?" tanya Abbie masih dengan ekspresi yang sama.

"Ada yang salah?" tanyaku.

"Tidak, itu bagus kawan. Aku senang kau menolaknya. Let mi tel yu, shi is not good ger. her boypren in wer wer. Walaupun dia cantik, tapi tidak dengan kepribadiannya. Alice masih jauh lebih baik dari padanya" kata Abbie memberi tahu dengan bahasa anehnya seraya menepuk – nepuk bahuku bangga dengan keputusan yang ku pilih. Bahkan Radit menganggukkan kepalanya setuju dengan ucapan Abbie tentang wanita itu.

***

"Apa kau benar – benar tidak tertarik dengan film horror?" tiba – tiba Kayla datang dan mendudukan dirinya di salah satu kursi bar yang tersedia di dapurnya, dia bersidekap di atas meja seraya memperhatikanku yang sedang minum. Ah! Aku dan yang lain sudah berada di rumah Kayla sejak satu jam yang lalu, alih – alih mengunjungi Kayla yang sedang sakit, Abbie dan Alice malah mengajak nonton film hantu bersama di kamar Kayla. Sekarang aku kehausan karena Abbie menghabiskan minuman yang disuguhkan Susan aunty sebelum dia pergi ke keluar.

"Tidak terlalu, aku pernah menontonnya sekali." jawabku tak terkejut dengan kehadirannya yang tiba – tiba di depan meja pentry.

"Benarkah?" tanyanya seolah tak yakin dengan jawabanku. Aku mengangguk kemudian berjalan menghampirinya seraya membawa gelas dan botol yang baru saja ku ambil dari lemari es milik Kayla.

"Maaf aku mengambil tanpa izin, aku hanya kehausan sekarang. Jusnya habis di teguk setan hitam itu." jelasku sambil mengangkat gelas yang masih berisi air.

"Bukan masalah." jawab Kayla sambil menganggukkan kepalanya.

"Kau mau?" tawarku sambil meyodorkan botol berisi air minum padanya.

"Tidak, terimakasih. Jadi, kau pernah menonton film itu? Bukankah itu film baru?" tanyanya kembali pada topik utama seolah penasaran dengan ketertarikanku terhadap film horror.

"Aku menontonnya kemarin bersama saudaraku. Itu film horror yang bagus. Jantungku sempat berolahraga karenanya."

"Ku fikir kau menghindari film itu."

"Tidak, aku tidak percaya dengan hal seperti itu, temanku di Swiss sering bercerita, tapi itu tidak pernah menggangguku."

"Kurasa Abbie yang akan terganggu saat malam tiba nanti."

"Oh, benarkah? Tapi, kurasa ya." sahutku menyetujui pendapat Kayla tentang Abbie.

"Gendre apa yang kau suka?"

"Action, kau?" tanyaku balik sambil memandangnya sedikit penasaran dengan gendre film yang di suAbbienya.

"Romance, aku bisa menonton action tapi tidak berlebihan, sekedar pernah menontonnya saja."

"Bagaimana dengan horror?"

"Tidak, aku benci film itu. Mereka sangat menganggu."

"Bukankah kau selalu menontonnya bersama mereka?"

"Ya, aku hanya tidak suka bukan takut. Aku benci mendengar teriakan Abbie yang sangat melengking seperti..."

"Huuuwaaaa!!!"

Tiba – tiba suara teriakan Abbie terdengar begitu menggelegar walaupun kami berada di lantai bawah sekarang. Aku langsung mengangguk menerti alasan kenapa Kayla tak terlalu menyuksi gendre film itu. Semua karena teriakan Abbie yang melebihi wanita berteriak jika di jambak rambutnya.

"Kalian disini?" Alice datang dengan gelas tinggi di tangannya. Dia berjalan dengan tenang ke arah kami. Mengambil botol minum yang berada di atas meja tepat di hadapan kami. Menuangnya ke dalam gelas dan meminumnnya sampai habis.

"Kau terlihat begitu haus." kata Kayla saat Alice meneguk minumannya dengan cepat sampai tandas.

"Setan hitam itu menghabiskan semuanya, bahkan makanan yang tante Susan siapkan hanya tersisa piring dan bungkusnya saja." umpatnya kesal seraya menyimpan gelas kosongnya dengan kasar, menghembuskan nafasnya kasar sampai – sampai poninya terbang ketika nafasnya menghembus.

"Apa yang kalian lakukan disini?" tanya Alice sambil menunjuk ke arah kami dengan wajahnya. Menatap kami penuh selidik.

"Mengobrol dan minum, tentu saja." jawabku sambil mengangkat gelas minumku.

"Apakah ada sesuatu di antara kalian? kalian terlihat semakin dekat, obrolan kalian juga sangat asik sekali." selidik Alice sambil membungkukkan tubuhnya dengan tangan yang menyangga di tepi meja.

"Tentu saja, Dean kan tetanggakaku." jawab Kayla spontan, kemudian menatap ke arahku dan mengangguk di barengi senyum. Alice langsung menoleh ke arahku, bertanya dengan tatapannya atas pengakuan Kayla.

"Rumahku tepat di seberang sana." jawabku mengiyakan setelah sebelumnya megangguk.

"Jadi, kau pernah datang kesini?" tanyanya lagi dan aku mengangguk kembali.

"Lalu tadi? kau bilang kau belum pernah ke sini!"

"Aku tidak bilang seperti itu." sahutku membela diri. Alice mengangguk mengerti, sepertinya dia tipe orang yang tidak suka membesar – besarkan masalah.

"Kau harus mengajak kami berkunjung ke rumahmu lain kali."

Abbie dan Radit datang bersamaan, mereka saling menatap satu sama lain dan menaik – turunkan alisnya bersamaan. Baiklah, ku rasa minggu ini rumahku akan kedatangan tamu.