"Sampai jumpa semuanya. Kay hati – hati di jalan. Aku dulan ya!" pamit Alice yang sudah menaiki kuda besi hitam Abbie yang mengkilat. Seperti biasa mereka selalu menjadi pihak pertama yang pulang terlebih dahulu.
"Aku juga harus pulang sekarang. Sampai jumpa!" kini giliran Radit yang berpamitan pulang ke arah yang berbeda dengan Abbie. Dia berjalan kaki sendirian, dia hanya akan naik bis dari halte kedua dari halte sekolah karena dia selalu mengunjungi kedai pamannya terlebih dahulu.
"Kalau begitu kau juga harus pulang," kataku pada Kayla yang masih berdiri di sampingku.
"Eumm... Kak Kris sudah menjemputmu?" tanya Kayla seraya mengedarkan pandangannya mencari – cari siapa tahu Kris sudah datang sebelum kami keluar kelas tadi.
Kayla sudah tahu, jika malam ini aku tidak akan pulang ke rumah dan Kris akan menjemputku karena aku akan pulang ke rumah Grenny untuk mengunjungi mereka sekaligus orang tuaku yang baru tiba dari Swiss pagi tadi.
"Ayo ku temani sampai kau naik bis, dia akan menjemputku disana." ajakku untuk segera pergi dari sekolah. Kayla berlari sebentar dan mengimbangi langkahku di sampingnya.
Setelah kami tiba di halte dan menunggu untuk beberapa menit, akhirnya bis datang bertepatan dengan kedatangan Kris juga. Dia memarkirkan mobilnya di belakang bis yang sedang menurunkan penumpang dan menunggu penumpang lain untuk naik.
"Aku dulan!" pamit Kayla sambil melambaikan tangannya dan mulai naik ke dalam bis.
"Berhati – hatilah. Jangan kunjungi kedai es sendirian!" pesanku mengingatkan dan Kayla mengangguk mengerti.
"Kau seperti mengantar kekasihmu pulang. Sangat romantis," puji Kris sedikit meledek, entah sejak kapan dia sudah berdiri dan melambaikan tangannya pada Kayla yang mengambil kursi dekat kaca di sebelah kiri.
"Gin, kau romantis sekali. Kapan kau akan menjadikannya milikmu?" tanyanya kembali saat bis sudah melaju pergi meninggalkan area halte. Dia terkekeh saat aku hanya pergi ke arah mobilnya tanpa menjawab pertanyaannya. Apa maksudnya dengan menjadikannya milikmu, dia pikir Kayla sebuah barang? Pertanyaan macam apa itu?.
"Hya! Kenapa kau selalu pergi tanpa menjawab setiap kali aku bertanya tentangnya padamu Gin?" teriakknya masih dengan nada menggoda. Kris mengikutiku yang sudah naik mobil terlebih dahulu dan memasang sabuk pengaman. Kris hanya tersenyum seraya memasukan kunci dan menyelakan mesin mobilnya.
"Adikku sudah besar ternyata," godanya seraya mengacak rambutku dengan kekehan ringan.
"Jangan sentuh rambutku!" tegasku seraya menepis tangannya, menatapnya tajam kemudian mengakihkan pandanganku ke liar jendela, menghindari percakapan serius mengenai Kayla dan aku.
Kris selalu membicarakan Kayla saat kami hanya berdua saja. Dia pasti bertanya hal yang sama dan menggodaku habis – habisan tentang kedekatanku dengan Kayla. Aku tidak tahu jawaban apa yang tepat untuk menjawab setiap pertanyaan Kris padaku, itulah kenapa aku memilih diam dari pada menjawab setiap pertanyaannya. Aku memang sangat dekat dengan Kayla ketimbang dengan Alice, Radit atau Abbie yang terlebih dulu mejadi temanku. Mungkin karena Kayla orang pertama yang aku kenal di sekolah itu dan dia yang menjadi tetanggaku saat aku pindah ke rumah Kris waktu itu.
Aku dan Kayla memang sering pergi jalan – jalan dan berolahraga bersama. Kami menikmati setiap momen kami, tanpa memikirkan hal yang lebih jauh dari ini. Kami hanya berusaha untuk menikmatinya bersama sampai kami tahu akhir dari semua ini. Aku dan Kayla tidak pernah memikirkan status yang tepat untuk menggambarkan kedekatan kami walaupun banyak orang yang menyinggung dan mempertanyakan status seperti apa yang sedang kami jalani sekarang. Sekali lagi, kami hanya sedang menikmatinya sekarang hingga mungkin salah satu di antara kami sadar terlebih dahulu akan sebuah status yang seharunya kami miliki. Dan kurasa aku mulai menyadarinya sekarang. Ucapkan terimakasih pada Kris yang selalu mengganggu dan menggodaku tentang Kayla.
"Turunlah, kita sudah sampai." titah Kris pelan.
Kurasa aku benar – benar tertidur selama perjalanan, walaupun awalnya aku hanya berniat untuk menghindari percakapan dengannya. Kris mematikan mesin mobilnya dan segera keluar dari mobil setelah melepas sabuk pengamannya. Ku lihat sebuah bangunan megah saat aku menoleh ke arah kaca jendela mobil.
"Cepatlah turun, apa kau mau tetap disana?"
Kris mengetuk kaca mobil di sampingku dan kembali mengingatkanku untuk segera turun dari mobil yang sudah di parkirnya. Aku segera melepas sabuk pengamanku dan turun dari mobil kemudian mengikuti Kris yang sudah berjalan terlebih dahulu memasuk ke rumah.
Saat kami tiba di ruang keluarga, ku lihat kedua orang tuaku, grandpa dan granny sedang berkumpul dan berbincang – bincang di temani secangkir teh dan cookis disana. Kris yang tiba terlebih dahulu di dekat mereka langsung menyapa mommy dan daddy, dia memeluknya dengan erat kemudian duduk di samping mommy setelah mengecup pelan pipi mommy. Itu kebiasaannya saat dia bertemu dengan mommy. Senyum mereka semakin merekah saat melihatku datang berkunjung bersamanya. Mommy langsung berdiri dan mengampiriku, dia memeluku dengan erat melupakan anak sulungnya yang kini sedang duduk santai di samping daddy sambil menikmati cookis yang baru saja dicomotnya dari piring di meja.
"How are you dear? Do yoi like living here?" Tanya mommy setelah memeluku.
"Good. How about you? Yeah...Kris took care me well. I like it mom."
"I miss you my dear," mommy kembali memeluku dan menciumi kening dan kedua pipiku dengan gemas. Yeah! Aku tahu jika akhrinya akan seperti ini. Sebelumnya mommy juga melakukan hal yang sama pada Kris. Hampir satu tahun tak bertemu, kurasa dia benar – benar merindukanku dan Kris.
Mommy membawaku menghampiri mereka. Aku segera memeluk daddy dan menyapanya. Dia balas memeluku dan tersenyum bangga seperti biasanya. Aku paling senang dengan rekasi daddy, dia begitu tenang dan berwibawa.
"How are you?" tanya daddy dengan senyum simpul di bibirnya. Pembawaannya benar – benar tenang dan santai. Aku suka sifat ini darinya.
"Good! You?" tanyaku balik seraya tersenyum tipis padanya.
"As you can see, I'm good. You like living here?"
"Yeah... Kris took care me well. I like in here." jawabku seraya mengangguk ke arahnya. Dia ikut mengangguk dan kembali menepuk bahuku pelan.
"Granny I miss you!" rengek Kris sambil memeluk granny dan mencium pipinya manja.
"Kau menjijikan,"
"Biarkan saja, bagaimana pun kau tetap membutuhkanku bocah," sahutnya tak perduli dengan sindiranku tentang kelakuannya sekarang.
Kami hampir menghabiskan waktu seharian di ruang keluarga hanya untuk mengobrol bersama, hingga akhirnya tiba makan malam. Kami kembali berkumpul di meja makan. Aku dan Kris duduk bersampingan, mommy dan daddy juga, sedangkan grandpa berada di pusat. Dia duduk di sisi ujung meja sebagai kepala keluarga, sedangkan granny duduk di samping mommy, membiarkan daddy dan Kris duduk di antara grandpa sebagai putra tertua dan cucu tertua. Ini merupakan sebuah posisi yang tidak bisa di ubah saat kami berkumpul bersama. Mereka bertiga seperti melambangkan tiga pilar kokoh keluarga.
"Makan yang banyak," granny menambahkan potongan daging ke piringku, dia tersenyum bangga padaku dan mengelus pundaku seperti biasanya saat aku sudah melahap satu suapan. Dia juga melakukan hal yang sama pada Kris, dengan senang hati dia melahapnya dan tersenyum pada granny.
***
Malam menjelang, setelah kembali menghabiskan waktu di ruang makan dan di ruang keluarga. Kami bergegas ke kamar masing – masing untuk menyambut pagi esok hari. Aku, Kris, dan kedua orang tuaku memiliki kamar masing – masing di rumah grandpa.
Malam ini, aku tidak bisa tertidur seperti biasanya. Aku kembali mengingat perkataan Kris saat dia menjemputku tadi sore. Aku memang tidak ingin teralalu bersikeras memikirkannya, selama aku nyaman kenapa harus aku permasalahkan. Tapi disis lain, sesautu terasa mengganjal perasaan dan fikiranku tiap kali Kris menyinggung persoalan itu dan aku mengingatnya. Aku selalu menjadi orang asing bagi diriku sendiri saat memikirkan hal ini, aku merasa bawha jiwaku keluar seutuhnya dan memadangku secara kontras dan intens. Memperhatikan siapa aku sebenarnya dan apa yang harus aku lakukan sebenarnya. Aku selalu menjadi hampir gila karena memikirkan ini, aku memang tidak terlalu memperdulikannya, tapi aku menjadi salah satu pihak yang frustasi dan begitu penasaran akan akhir dari semua ini. Aku atau Kayla tak pernah membahas tentang asumsi orang – orang tentang bagaimana kami. Jujur saat berada di sekitarnya dan melihat senyumnya, hatiku terasa menghangat, aku sempat menampik rasa itu. Tapi saat semakin dekat dengannya, perasaan itu seolah membesar dan penuh. Seolah menjadi gumpalan selimut tak terlihat di musim salju. Apa Kayla merasakan apa yang aku rasakan juga?
Aku merasa bosan karena tidak bisa tidur sekarang. Berada di kasur yang berbeda membuatku sulit untuk terlelap karena sudah terbiasa tidur di rumah Kris. Kurasa bertukar pesan dengan Kayla sebelum tidur tidaklah buruk. Aku segera meraih ponselku di meja, kemudian mulai mengetikan sesuatu disana.
"Apa yang sedag kau lakukan sekarang? apa sudah tidur?" aku lekas mengirimnya dan menunggu jawaban darinya. Tak lama setelah pesanku terkirim, aku langsung mendapat balasan cepat darinya.
"Belum. Aku baru selesai menerima telephone dari ayah, kau sendiri?"
"Hanya berbaring saja, aku tidak sedang mengantuk sekarang," balasku kembali. Aku lekas memperbaiki posisi berbaringku, menarik bantal untuk menyanggah kepalaku dan menarik selimut tinggi – tinggi. Kemudian kembali berkutat dengan phonsel dan pesan balasan untuk Kayla.
"Kenapa? Bagaimana dengan orang tuamu? Apa kau senang bertemu dengan mereka?" Kayla kembali membalas pesanku dengan cepat, dengan segera aku membalasnya. Kurasa ini akan berlanjut cukup lama.
"Senang, kapan uncle Wijaya akan pulang?"
"Kau tidak terdengar senang dengan kedatangan mereka. Dua minggu lagi ayah akan pulang. Aku tidak sabar hingga hari itu tiba 😊😊"
"Aku senang. Dua minggu bukan waktu yang lama, besok atau lusa kau akan segera mendapatkan hari dua minggumu itu."
"Hahaha...kau fikir ini dunia drama yang bisa melewati waktu dan hari dengan cepat?"
Aku tertawa saat mendapat balasan darinya. Kayla sangat polos dalam menyikapinya.
"Percayalah, kau akan merasakannya. Ku fikir ini sudah terlalu malam untukmu. Aku tahu kau sedang mengantuk dan tidak bisa menahan matamu untuk tetap terjaga. Tidurlah dan jangan lupa bangun pagi."
"Sampai jumpa di sekolah besok!" lanjutku setelah mengirim pesan sebelumnya. Ini sudah malam dan aku yakin Kayla sudah tidur. Yang aku tahu dia tidak biasa terjaga di atas jam 12 malam. Jadi lebih baik ku akhiri saja. lagi pula aku juga sudah mulai mengantuk.