"Apa akhir semester kali ini kau memiliki waktu libur yang panjang?" tanya Kayla setelah menyimpan nampan berisi dua gelas minuman dan satu piring cemilan. Dia langsung duduk di sampingku yang sedang membaringkan tubuh panjangku di sofa mungilnya. Ya, hari ini aku menghabiskan hari liburku untuk bermalas – malasan di rumah Kayla.
"Eumm, kurasa aku memiliki dua minggu waktu liburanku, sisanya aku gunakan untuk mengikuti semester pendek lagi. Mau mengunjungi suatu tempat?" tawarku,
"Abbie dan Alice mengajak kita untuk pergi ke Jogja mengunjungi Radit. mereka berencana menginap beberapa hari disana."
"Kalau begitu kita ikut pergi!" ajakku dengan cepat, anggap saja refreshing setelah berkutat penuh dengan pelajaran di kampus akhir – akhir ini. Kurasa harapan Kayla juga bisa ikut berlibur bersama mereka disana. Mengabulkan permintaannya bukan hal yang buruk bukan? Lagi pula, kapan lagi aku bisa menghabiskan waktu untuk liburan bersamanya.
Aku bangun dari posisi berbaringku, dan segera duduk di sampingnya. Kayla memperhatikanku dalam diam, bahkan saat aku menyandarkan tubuhku dan menghela nafas, Kayla tetap diam memperhatikanku. Seperti sedang menungguku mengucapkan sesuatu. Dan yeah... aku memang akan mengucapkan sesuatu padanya. Kurasa sekarang adalah waktu yang tepat.
"Kay, berjanjilah untuk menungguku," ucapku sambil menatapnya dengan serius. Kayla mengernyit bingung sebagai respon.
"Aku akan kembali ke Swiss awal November tahun ini, aku akan melanjutkan pendidikanku disana sekaligus membantu daddy di perusahaan. Kris tidak bisa mengerjakannya lebih jauh lagi dan aku tidak bisa jika hanya sekedar menghendle pekerjaan – pekerjaan kecil diperusahaan,"
Aku beralih mengenggam kedua tangannya, menatapnya lebih serius lagi dan menunggu jawabannya. Kayla terlihat kecewa dan tak terima. Ekspresinya langsung berubah setelah mendengar penjelasanku tentang hal ini. Ini yang tidak aku suka, Kayla akan berekspresi seperti ini dan pada akhirnya ia akan menangis dan aku tidak suka melihatnya.
"Hey, jangan menangis. Aku janji akan segera kembali," lihat, apa kataku. Dia benar – benar menangis sekarang. Mata dan hidungnya langsung memerah sempurna. Aku semakin berat meninggalkannya disini jika seperti ini. Ku bawa ia dalam pelukannku dan menenangkannya, aku tidak bisa lebih lama melihatnya bersedih karena ini.
"Percaya padaku bahwa aku tidak akan melakukan apapun disana selain melanjutkan pendidikanku dan mengerjakan pekerjaan di kantor. Aku akan mengirimu kabar setiap hari bahkan setiap jam jika perlu,"
Tangisnya semakin menjadi, tangannya mencengkram erat kemejaku, wajahnya ia benamkan di dadaku dan terus terisak disana. Aku tidak bisa melakukan apapun jika sudah seperti ini selain menunggunya berhenti menangis. Aku mengerti kenapa dia menjadi lebih sensitif seperti ini, Satu bulan lalu, orang tuanya terbang ke Surabaya untuk mengelola restroran disana dan merawat neneknya yang sedang sakit, Kayla di tinggal sendirian disini bersama seorang pembantu dan orang tua Kayla tidak memberi kejelasan kapan mereka akan pulang. Mereka hanya memberi kabar jika mereka akan pulang saat kondisi nenek Kayla membaik dan siap untuk di tinggal kembali ke Bandung. Nenek Kayla tidak bisa di bawa ke Bandung karena sudah terlalu sepuh, perjalanan panjang hanya akan membuatnya semakin buruk. Dan orang tua Kayla tidak mungkin meninggalkan nenek Kayla sendirian dengan seorang pembantu dan perawatnya. Semenjak kakek Kayla meninggal, neneknya hanya hidup sendirian disana. Kakak tertua ibu Kayla tidak bisa datang untuk sekedar bertukar saat merawat, dia tinggal di Mesir dan tak bisa meninggalkan negara itu untuk waktu yang cepat. Terlalu banyak hal yang harus di urus untuk kepulangan mereka dari sana, dan itu membutuhkan waktu yang lama.
"Lebih baik?" tanyaku saat dia melepaskan diri dari pelukannku. Kayla masih terdiam dan menatapku.
"Jangan menangis, aku akan semakin berat meninggalkanmu jika seperti ini."
"Kenapa baru memberi tahuku?" isakanya marah dan kecewa.
"Maafkan aku,"
"Kapan kau akan kembali?" tanyanya dengan suara serak dan bibir mengerucut.
"Dengar, aku tidak bisa menentukan kapan aku akan kembali. Yang jelas aku akan segera kembali kesini untuk memenuhi janjiku padamu."
"Janji?" tanyanya bingung dengan dahi mengernyit, ekspresinya nampak lucu terlebih dengan mata dan hidung memerah, Kayla seperti anak kecil yang takut untuk di tinggalkan.
"Kau akan tahu nanti," jawabku merahasiakannya sambil tersenyum ke arahnya.
"Kau berhutang banyak hal setelah kembali kesini. Kau harus meluangkan banyak waktumu untukku setelah kembali. Kau tidak boleh protes!" rajuknya dengan bibir mengerucut manis. Aku terkekeh dan mengangguk mengiayakan sambil kembali membawanya masuk dalam pelukanku.
"Apapun untukmu," gumamku menyetujui.
***
"Apa yang kau rencanakan?" tanya Kris saat aku meminta sesuatu padanya. Dia menatapku penuh seledik dengan mata memicing tajam menuntut penjelasan dariku.
"Gin!" protes Kris karena tetap ku abaikan.
"Kau akan tahu nanti." Sahutku singkat tanpa mengalihkan fokus dari lembaran – lembaran kertas di atas meja.
"Kau berhutang rahasia padaku!" ujar Kris mengalah dan kembali pada pekerjaannya. Aku hanya mengendikan bahu tak perduli dengan ucapan Kris seraya membuka lembaran kertas selanjutnya memberi tanda disana agar Kris mudah untk membei tandatangan disana. Setelah itu aku mengambil sebuah dokumen dengan cover berhawrna hitam pekat kemudian membukanya dan membuka lembaran – lembaran kertas didalamnya dengan cepat. Ku perbaiki letak kaca mata yang bertengger di hidung mancungku dan melanjutkan pekerjaannku.
"Kau akan pergi berlibur bersama Kayla dan teman – temannya?" tanya Kris memecah keheningan di ruangan dengan fokus perhatian yang sama denganku, pada dokumen pekerjaan di atas meja.
"Kapan kau akan berangkat?"
"Lusa, aku akan tinggal disana selama lima hari," katau singkat seraya menutup dokumen yang ku pegang dan segera menyimpannya di samping Kris. Dia mengangguk paham sambil menyimpan dokumen yang baru di tandatanganinya.
"Hah! Aku sudah menyelesaikan sebagian, sisanya kau tinggalkan saja, biar aku yang lanjutkan besok pagi. Pergilah istirahat." titah Kris seraya meregangkan tubuhnnya. Kris melepas kaca matanya, melempar asal ke atas meja, kemudian menjatuhkan punggungnya ke sandaran kursi dengan kasar dan menghembuskan nafas dengan keras, tampak begitu lelah.
Tiba – tiba Kris bangkit dari duduknya dan berbenah, seperti akan pergi malam ini. "Aku pergi dulu, ada yang harus aku selesaikan. Tidurlah duluan. Aku akan pulang larut." titahnya sebelum kakinya membawanya pergi dari ruangan setelah mengambil kunci mobilnya.
Sesuai perintah Kris, setelah aku menyelesaikan pekerjaan terakhir, aku segera pergi ke kamar dan menjatuhkan tubuhku ke atas kasur dengan rasa lelah yang menumpuk. Ku lempar asal phonselku ke atas kasur dan mulai memejamkan mata dengan tenang dalam posisi tengkurap yang kurang indah jika seseorang melihatnya sekarang. Tapi, belum lama aku tertidur, phonselku tiba – tiba berunyi nyaring memaksaku untuk segera memeriksanya dan mengangkatnya. Demi ranjang nyamanku malam ini, untuk apa Kris menghubungiku sekarang.
"What?" gumamku malas setelah mengangkat sambungan telepon darinya.
"In my bad. What happend?"
"Stop it Kris, I'm not a child!" kesalku saat mendengarnya berpesan agar aku tidur dengan nyenyak dan jangan menunggunya, kemudian menyuruhku untuk mencuci muka, tangan, dan kaki sebelum tidur. Demi apa, kelakuannya sangat menyebalkan sekali.
"Hehehe...sowwy, did you have a sleep?" suara kekehan berat terdengar dari seberang line, membuatku menghembuskan nafas kesal karena kelakuannya.
"Ya, and you wake me whit your unimportant call!"
"Ok, sleep well my boy."
Kris langsung menutup sambungan teleponnya setelah mengucapkan ucapan terakhirnya dengan kekehan khas yang begitu menyebalkan. Aku segera melempar asal phonselku dan tertidur dengan cepat.
***
Pagi ini aku sengaja bangun terlambat untuk bermalas – malasan di rumah karena mulai hari ini hingga 2 minggu kedepan aku memiliki waktu panjang semesteran. Tentu aku harus memanfaatkannya dengan sebaik mungkin setelah berkutat penuh dengan tugas dan pekerjaanku. Yah! Walaupun cuma 2 minggu liburan karena sisa liburanku harus terpotong oleh semester pendek yang ku ikuti, setidaknya aku masih memiliki waktu libur yang cukup untuk menghabiskan waktu bersama Kayla dan sahabatku sampai pada akhirnya aku harus kembali ke Swiss dan meninggalkan kehangatan kota Bandung.
Pagi ini setelah aku selesai membersihkan diri, aku berniat pergi ke dapur untuk sarapan yang terlambat, tapi pintu ruang kerja Kris terbuka, jadi aku memilih untuk melihatnya terlebih dahulu. Dan ku lihat Kris ada disana, di kursinya, ia kembali melanjutkan pekerjaannya yang semalam sempat di tinggal untuk urusan yang tidak aku ketahui. Bahkan aku tidak tahu kapan makhluk itu tiba di rumah. Aku segera menghampirinya dan ia mulai menyadari kehadiranku saat langkahku sudah berada dekat dengannya. Dia langsung menoleh ke arahku dan menurunkan kacamatanya, menatapku dengan sebelah alis yang di naikan.
"Kapan kau pulang?" tanyaku sembari menjatuhkan tubuh ke sofa setelah melalui meja yang di dudukinya saat ini.
"Empat pagi. Kau tidak mendengar suara pintu dibuka?" tanya Kris seraya mengalihkan pandangannya sekilas dari pekerjaannya ke arahku. Lantas aku menggeleng dan mengendikan bahu tak tahu.
"Sebegitu lelahnya kah? Sampai kau tak mendengar suara pintu dibuka. Biasanya kau akan terbangun walaupun mendengar langkah semut di atas bantalmu." ledek Kris seraya terkekeh kalem sambil melihat sekilas ke arahku. Tentu aku langsung mendelik tajam ke arahnya. Aku memang memiliki pendengaran yang tajam, sedikit suara saja bisa ku dengar dengan jelas terlebih ketika susana sedang hening. Dan kebiasaan itu bisa hilang ketika aku memang kelelahan dan membutuhkan istirahat yang benar – benar cukup untukku.
"Semalam kau tidur sangat pulas. Aku tidak berani membangunkanmu hanya untuk memberi kabar bahwa aku sudah pulang."
"Bukan masalah," jawab ku tak mempermasalahkan.
"Segeralah sarapan. Aku sudah menyiapkannya dan kurasa sudah dingin karena kau bangun terlambat pagi ini." titahnya setelah matanya beralih melihat jam tangannya sekilas. Aku mengangguk dan segera bangkit dari tidur malasku di sofa, aku memang sudah terlambat untuk sarapan pagi ini.
"Perlu bantuan lagi? Aku benar – benar memiliki waktu luang yang panjang hari ini. aku tidak memiliki jadwal apapun." tawarku sebelum benar – benar menghilang dari ruangan ini.
"Tidak perlu, satu jam lagi pekerjaannya selesai. Aku akan pergi tidur setelah ini. semalaman aku bergadang karena Kevin meraung minta ditemani hingga dia puas dengan acara nonton bolanya."
"Kapan makhluk itu kembali dari Amerika. Bahkan aku baru mendengar namanya lagi darimu," jawabku ketus mengingat sepupuku yang tinggal di Amerika itu tidak pernah mengabari keluarganya untuk waktu yang lama. Dia lebih menyebalkan dari Kris.
"Kalau tidak salah minggu lalu?" jawab Kris terkekeh seraya mengingat – ingat. Kevin adalah anak dari paman kami. Kevin selalu mengangguku saat kecil karena aku yang kurang berekspresi. Dia tinggal di Amerika bersama orang tuanya dan hanya akan kembali ke Bandung saat mendapat libur panjang di akhir tahun, dan beberatahun ini dia berhenti mengabari keluarganya seolah menghilang ditelan bumi.
"Dia bilang merindukanmu,"
"Terimakasih, dan aku membencinya!" sahutku ketus seraya berjalan meninggalkan ruangan. Ku lihat sekilas Kris kembali terkekeh seraya menggelengkan kepalanya pelan tanpa meninggalkan tugas – tugasnya yang hampir rampung pagi ini.
Hari yang cukup membosankan, karena Kayla tidak di sini sekarang. Mungkin saat aku mulai beraktivitas di Swiss kembali, akan lebih membosankan dari ini, membayangkan berada jauh dari gadis cengengku itu untuk beberapa tahun kedepan membuatku merindukannya. Hari ini, kuhabiskan waktuku untuk menonton TV dan tidur. Benar – benar aktivitas seorang pemalas sempurna. Saat malam tiba, tepat sebelum jam tidur, aku menghubungi Kayla untuk sekedar bertanya kabarnya dan kegiatannya hari ini sekaligus menjadi pengantar tidur bagiku. Anggap saja aku memang berlebihan sekarang, tapi inilah yang kurasakan. Kayla pergi menginap di rumah Alice, dia berangkat tadi pagi. Katanya sih mau sekalian menemani Alice membeli beberapa perlengkapan make up dan pakaiannya.
"Dean!" panggilnya dari seberang sana sesaat setelah ia mengangkat teleponku.
"Apa yang sedang kau lakukan sekarang?" tanyaku seraya menarik guling di sampingku untuk ku peluk.
"Membantu Alice mengepak beberapa pakainnya untuk besok. Kau sedang apa?"
"Hanya berbaring, aku sudah mengepak barangku, tidak banyak. Hanya membawa beberapa pakaian saja. Kau sudah mengepak pakaianmu, Dear?" tanyaku lagi. Sekarang aku berguling ke arah tengah kasur.
"Sudah, aku kan sudah mengepaknya tadi pagi sebelum kesini. Jadi besok sudah siap berangkat,"
"Tidak ada yang kelupaan?"
"Tidak ada, Alice membantuku memeriksa daftar bawaanku. Hehe..." kekehnya kemudian. Aku bisa membayangkan ekspresi wajahnya sekarang. Pasti seperti itu.
"Dean, Abbie bilang dia akan menjemputmu besok pagi, kemudian menjemput kami di rumahku!" suara Alice terdengar begitu kencang. Kurasa dia sedang berada cukup jauh dengan posisi Kayla sekarang.
"Yah! Dia sudah memberiku kabar tadi sore" Sahutku cepat.
Kami mengobrol cukup panjang, disela – sela obrolan kami, Alice menyahuti dengan godaan – godaan kecilnya pada Kayla, dia akan tertawa keras saat mendengar rengekan manja dari Kayla. Bahkan sekarang aku hanya mendengarkan percakapan mereka seraya tertawa karena ulah Alice disana, sampai tanpa sadar, aku mulai mengantuk dan tertidur, mengabaikan panggilanku yang masih terhubung dengan Kayla.
"Dean?"
"Dean? Kau sudah tidur?"
"Baiklah, istirahatlah, tidur yang nyenyak."