Bian tengah bersiap-siap untuk segera berangkat kekantor hari ini, semenjak kemarin Bian tengah menimang-nimang tentang apa yang harus dilakukannya. Menyerah setelah fakta kejam yang dikatakan Jackran atau memilih tetap bertahan dengan semua kesakitannya, jika menyerah, semua yang telah diusahakan dan semua penderitaannya selama ini akan menjadi sia-sia dan Bian telah menghabiskan banyak waktu untuk itu, serta yang paling membuatnya terusik adalah tentang kekalahannya dari Ria, begitulah Bian memikirkannya. Tapi jika ia memilih untuk bertahan, ia akan terus membiarkan dirinya menderita dan tersakiti, dan Jackran tidak berhak atas itu setelah apa yang dilakukannya kepada dirinya.
Sampai saat ini Bian belum memutuskan apa yang akan dilakukannya, ia harus segera mengambil keputusan untuk menentukan hidupnya, jika semuanya ia biarkan mengalir tanpa tujuan ia akan menjadi orang yang merusak hidupnya sendiri dan ia akan menjadi orang yang dan ia akan menjadi orang yang menyesal dan tidak bertanggungjawab. Bian berjalan melewati lobi dan tersenyum kepada beberapa orang yang dikenalinya termasuk satpam kantor yang selalu ramah kepadanya, hal ini ia lakukan untuk mencerahkan hatinya. Saat ini hal positif yang bisa dilakukannya adalah tersenyum agar hatinya juga penuh dengan senyuman.
Bian memasuki ruangannya, ini terlalu pagi untuknya sampai di kantor, saat ini semua meja masih kosong. Bian menuju ke meja kerjanya dan membereskan segalanya sebelum menyalakan komputer. Saat tengah asyik membersihkan dan menata ulang mejanya, tiba-tiba sebuah suara menginterupsi gerakannya.
"pagi," Bian menoleh dan hanya membalas dengan sebuah senyuman dan melanjutkan aktivitasnya.
"Jackran udah jelasin semua ke neneknya, jadi lo nggak perlu khawatir," suara itu berasal dari orang yang menjengkelkan bagi Bian setidaknya saat ini, siapa lagi kalau bukan Tiara, tak ingin memperpanjang masalah, ia pun memilih hanyan mengangguk.
"gue harap lo bisa terima kenyataan dan segera menjauh dari Jackran sebelum keadaan semakin memburuk," lanjut Tiara yang masih berdiri didepan meja kerja Bian.
"lo tenang aja, gue udah cukup sadar untuk tau posisi gue dimana," ucap Bian berusaha untuk tersenyum, ia tidak ingin menghancurkan hari ini setelah berusaha sekuat tenaga untuk baik-baik saja.
"bagus deh, kalo lo ngerti," Tiara segera berlalu meninggalkan Bian. Bian dan Tiara duduk dikursi masing-masing, mereka diam seribu bahasa dan hanya melakukan tugas mereka masing-masing. Tak berapa lama kemudian datang dan rekan kerja mereka termasuk Clara.
"lusa kita akan mengadakan camping khusus untuk divisi kita, seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, ini bertujuan untuk lebih mengenal dan membangun kekompakan tim, jadi kalian bisa menyingkirkan sementara masalah pekerjaan yang cukup membosankan dan melelahkan dan kita fokuskan untuk senang-senang, persiapkan diri kalian dengan baik, ok?" ucap Clara sebagai orang yang paling di percaya dalam divisi ini.
"baik kak," jawab serempak anak-anak yang berada didivisi perencanaan, Clara mengedipkan matanya dan tersenyum, ia segera keluar ruangan setelah membuat karyawan lain bahagia dengan berita yang dibawanya. Para karyawan lain banyak berharap tentang kegiatan kali ini, seperti tahun sebelumnya, para senior mengatakan bahwa kegiatan ini tidak pernah mengecewakan dan sangat menyenangkan.
Jam sudah menunjukkan pukul 10 pagi tapi, Jackran tak juga menunjukkan kehadirannya di kantor, bahkan dari tadi ruangannya tampak sepi dan masih tertutup rapat. Clara juga bolak-balik memeriksa ruangan Jackran dan terlihat sedikit kesal karena saat ini ia membutuhkan berdiskusi dengan Jackran. Sampai jam makan siang Jackran tak juga kunjung menunjukkan kehadirannya.
Setelah jam makan siang akan segera berakhir, Bian dan Andin memutuskan untuk segera kekantor, mereka memilih untuk menggunakan tangga saja, mereka memilih tangga darurat karena keadaan lift yang penuh denga orang-orang dan sesak. Saat dilantai 3 Bian dan Andin mendengar percakapan antara dua orang.
"aku tau Ran, tapi aku belum siap untuk menikah, ini terlalu cepat, kita juga udah sepakat buat tunangan dulu kan," Tiara dan Jackran terdengar sedang berdebat,
"kamu masih mau gantungin aku nggak jelas gini," tanya Jackran,
"kamu tau pasti bukan itu yang aku maksud Ran," Tiara memohon agar Jackran mengerti,
"kita nikah atau nggak sama sekali," Jackran mengancam sekaligus memaksa Ria.
Andin yang kaget dengan situasi yang tak terduga itu tak sengaja menjatuhkan ponselnya kelantai, dan beruntung ponsel tersebut tidak hancur dan hanya sedikit retak. Jackran dan Tiara berhenti berdebat setelah mendengar hal tersebut dan memeriksa kesumber suara. Sedangkan Bian sama kagetnya dengan Andin sehingga ia hanya membeku di tempat, mencerna situasi saat ini tentang apa yang baru saja ia dengarkan.
"kalian ngapain disini," Jackran terlihat lebih tenang,
"maaf pak, kami hanya mau lewat," Andin segera mangambil ponselnya dan menarik Bian yang masih diam membeku.
Jackran menatap Bian tetapi yang ditatap hanya menampilkan ekspresi santai, Bian berusaha untuk tetap tenang agar terlihat tidak terpengaruh dengan apa yang ia dengar dan berlalu melewati Jackran dan Tiara. Banyak hal yang saat ini ingin dipertanyakan Andin kepada Bian tentang kejadian barusan.
"gue sama Jackran udahan," ucap Bian menjawab Andin yang saat ini terlihat penasaran,
"kenapa," tanya Andin,
"dia masih sayang sama Tiara," ucap Bian yang berusaha sesantai mungkin,
"jadi, mereka....., " sebelum Andin menjelaskan pertanyaannya, Bian lebih dulu mengangguk,
"lo nya, gimana?" Bian tersenyum mendengar ucapan Andin,
"gue baik-baik aja," ucap Bian berbohong, bagaimana mungkin dia bisa baik-baik saja dengan apa yang terjadi. Bahkan mungkin orang-orang yang mengetahui hubungannya dengan Jackran akan melihat betapa mengedihkannya Bian saat ini, tidak peduli sehebat apapun ia menyembunyikannya. Bian tidak akan mampu menutupinya dengan sempurna.
...
Jam sudah menunjukkan pukul 5 sore dan para karyawan pun telah bersiap-siap untuk segera pulang, sedangkan Bian memutuskan untuk menyelesaikan tugasnya. Bian tidak mempedulikan sekitarnya yang mulai kosong dan sepi, ia hanya ingin fokus, ia tidak ingin pulang dan kembali memikirkan masalahnya, ini adalah salah satu cara untuk mengalihkan perhatiannya. Waktu terus berjalan dan jam sudah menunjukkan pukul 9 malam, Bian masih terus melanjutkan tugasnya bahkan sesuatu yang tidak seharusnya dikerjakan hari ini. Bian bahkan tak menyadari kehadiran Jackran, Jackran kembali kekantor setelah makan malam dengan kliennya, ada beberapa berkas yang harus diambilnya sehingga ia kembali dan melihat Bian masih berkutat dengan berkas-berkas dimejanya.
Jackran keluar dari ruangannya setelah mengambil berkas itu dan masih melihat Bian yang sibuk dengan aktivitasnya tanpa menyadari kehadiran Jackran. Jackran berusaha untuk tidak peduli dan ia harus meminimkan interaksinya dengan Bian, pikitan dan hatinya tidak dapat bekerja sama dalam situasi ini, ia memutar tubuhnya dan menghampiri meja kerja Bian.
Bian mulai menyadari kehadiran Jackran setelah mendengar langkah kaki seseorang menuju mejanya, "bapak belum pulang," ucap Bian santai,
"kamu kenapa belum pulang," Jackran mengabaikan pertanyaan Bian dan jujur hatinya terasa sakit ketika Bian memanggilnya dengan sebutan bapak, seolah memberikan jarak yang semakin jauh untuk mereka. Jackran sendiri bingung dengan apa yang ia inginkan, harusnya dia lega tetapi ia justru tambah sakit melihat Bian sesantai itu, setidaknya Bian harus terlihat sedikit menderita pikirnya.
"masih ada hal yang harus saya kerjakan pak," jawab Bian berusaha terlihat ramah,
"lanjutkan pekerjaan mu besok, ini perintah," ucap Jackran dan berlalu meninggalkan Bian.
"baik pak," Bian tak yakin Jackran masih dapat mendengarkannya. Bian melihat jam diponselnya, dia kaget sendiri, bagaimana ia tak menyadari waktu berlalu begitu cepat dan Bian mulai optimis jika dia terus seperti ini maka semuanya akan baik-baik saja, ia hanya perlu sibuk untuk menghabiskan waktunya dan tentunya untuk mengalihkan perhatiannya, "semuanya akan baik-baik saja seiring waktu berlalu, gue nggak sehancur yang gue kira," bathinnya.
Sesampai dirumah Bian mulai membersihkan dirinya, dan bersiap untuk tidur. Tapi semuanya tak sebaik yang ia kira, ia jadi susah tidur dan mulai menangis, dadanya terasa sesak, hatinya rasanya perih, terlintas lagi perdebata Tiara dan Jackran yang ia dengar tadi siang dan Bian tau ia tidak baik-baik saja. Bian menahannya dari tadi dan saat ini ia tidak bisa menahannya lagi, ia menangis tersedu-sedu seorang diri dikamarnya, berharap semua kepedihannya hanya untuk hari ini, kepedihannya akan keluat bersama tangisnya "tidak apa-apa kan untuk tidak baik-baik saja" pikirnya.