Chereads / Mengukir Namaku di Hatimu / Chapter 14 - Kejujuran Yang Menyakitkan

Chapter 14 - Kejujuran Yang Menyakitkan

"Fi, kita makan siangnya lain kali aja ya," ucap Bian

"kenapa, kamu juga udah disini juga, mumpung dapat tugas diluar," Tanya Fio bingung.

"ada hal penting yang harus gue kerjain," ucap Bian dan segera berlari meninggalkan Fio yang masih memanggil-manggil Bian. Bian bergegas menyusul Tiara dan Jackran, saat ini ide gila yang tiba-tiba muncul di kepalanya membuat ia ngos-ngosan. Bian segera memanggil taksi untuk mengikuti mobil Jackran yang baru saja keluar gerbang, saat ini Bian harusnya berada dikantornya namun karena Clara memintanya dan Andin untuk pergi kelapangan untuk mencari ide, mereka disarankan untuk masuk kedistro atau apapun yang berhubungan dengan fashion.

Bian terus mengikuti mobil yang dikendarai Jackran dan juga Tiara. Mobil itu berhenti disebuah toko bunga, mereka memasuki toko tersebut dan tak berapa lama keduanya kembali keluar, hati Bian teriris melihat pandangan didepannya, Jackran terlihat tersenyum dan bahagia bersama Tiara persis seperti apa yang dikatakan mama Jackran dalam video yang dilihat beberapa hari yang lalu. Jackran tak pernah lagi menunjukkan ekspresi seperti itu kepada Bian, bahkan Bian lupa kapan terakhir kali mereka tertawa dan apakah Jackran pernah sebahagia itu sama dia.

Mobil melaju memasuki pekarangan rumah elit, dan mereka berhenti tepat disebuah rumah yang terlihat akan kemewahannya namun sangat terlihat bersahabat dengan rumah disekitarnya. Mobil tersebut memasuki pekarangan rumah itu dan disambut oleh seseorang yang kalau dilihat mungkin itu adalah neneknya Jackran. Perempuan yang setengah rambutnya berwarna putih dan terlihat elegan dan anggun itu segera tersenyum kearah Tiara dan Jackran, ia memeluk Tiara penuh kehangatan. Bian turun dari taksi dan menimang-nimang apakah tepat baginya untuk datang seorang diri tanpa Jackran, ada ketakutan dalam diri Bian bagaimana jika keluarga Jackran tidak menyukainya. Saat Bian tengah menimang mau masuk atau tidak, sebuah mobil tampak masuk kedalam pekarangan rumah tersebut, Bian berusaha untuk memalingkan mukanya agar tak terlihat oleh orang yang didalam mobil tersebut.

Bian akhirnya memutuskan untuk masuk kedalam rumah tersebut, ia memencet bel sebanyak 2 kali, saat pintu terbuka keluar seseorang yang kalau dilihat dari pakaiiannya dia adalah seorang pelayan, Bian baru mengetahui ternyata seluruh karyawan disini menggunakan baju khusus buat para pekerja disini.

"maaf kak, mau cari siapa," pelayan tersebut bertanya dengan ramah dan sopan, ia terus mengukir senyum diwajahnya, dia kelihatan sedikit lebih tua, mungkin sekitar 50an. "Jackrannya ada," ucap Bian penuh keraguan, pelayan tersebut terlihat bingung, kenapa ada orang yang mencari Jackran kerumah neneknya, mengingat yang tahu hanya orang-orang terdekat saja.

Bian yang melihat kebingungan diwajah pelayan itu pun berkata "ah, Jackran tadi bilang kalau dia kerumah neneknya,",

"ah baiklah, tunggu sebentar kak," ucap pelayan tersebut dan menutup pintu kembali kedalam.

Pelayan itu terus masuk kedalam menuju ruang makan keluarga,

"maaf madam, diluar ada tamu nyari den Jackran," ucapnya,

"siapa mbok," ucap Jackran,

"anu se,,," belum sempat pelayan yang dipanggil mbok menjawab nenek Jackran segera menyela

"suruh dia nunggu,", semua terdiam dan kembali memakan makanan mereka, mereka semua tahu bahwa nenek Jackran tidak menyukai jika ada orang yang datang mengganggu disaat makan, siapa pun itu. Sedangkan, Jackran kebingungan siapa yang mencarinya, karena biasanya kalau temannya akan langsung dipersilahkan masuk.

Setelah beberapa lama menunggu diluar, pintu mulai terbuka dan Bian tersenyum kepadanya, sedangkan yang membuka pintu terlihat kaget luar biasa, siapa lagi kalau bukan Jackran.

"kamu ngapain kesini," ucap Jackran kepada Bian dengan berbisik.

"pengen ketemuan sama nenek kamu juga," ucap Bian, Jackran menarik tangan Bian untuk menjauh dari depan pintu, Bian yang melihat Jackran yang terlihat hati-hati pun melepaskan tangannya dari Jackran dan memaksa masuk kedalam.

"siapa ran," suara itu mengintrupsi Bian dan Jackran, keduanya berhenti dan Jackran menoleh ke neneknya, sebelum ia sempat menjawab,

Bian terlebih dahulu berbicara "ahm, saya Bian nek" ucap Bian dengan tersenyum, namun wajah sang nenek yang tadi terlihat anggun kini terlihat menakutkan.

Bian berusaha untuk tidak terintimidasi ketika neneknya Jackran mendekatinya, "temannya Jackran," ucap sang nenek mengintimidasi.

Bian menoleh ke Jackran sebentar dan kembali menoleh kenenek, ketika ia akan menjawab Jackran lebih dulu menjawab "dia karyawan magang di kantor nek," ucap Jackran yang terlihat sedikit tegang. Bian yang langsung mendengar itu pun tersenyum dan menjawab "pacarnya Jackran nek," ucap Bian santai.

Jackran menoleh ke Bian dan melihat sang nenek, "oh ya sejak kapan," Tanya nenek Jackran masih dengan wajah yang mengintimidasi.

"Maaf nek, Jackran harus pergi sebentar," Ucap Jackran menyela dan menarik pergelangan tangan Bian, Bian pun tak sempat pamit ke nenek Jackran karena tangannya sudah ditarik Jackran. Sesampai didekat mobil Jackran "kamu kenapa sih," Bian berusaha melepaskan cengkraman Jackran namun Jackran mencengkramnya dengan kuat.

"kamu udah benar-benar gila ya," ucap Jackran penuh emosi,

"kenapa lebay banget sih," ucap Bian.

"kamu pikir kamu siapa, bisa seenaknya datang kesini, keluarga aku nggak bakal bisa terima perempuan kayak kamu" Jackran emosi, semua perkataanya dikendalikan oleh emosi, Bian menatap Jackran tak percaya dengan apa yang ia dengar.

Jackran yang menyadari perkataannya pun merasa bersalah dan dia tidak harusnya mengatakan hal seperti itu, Jackran melepaskan cengkramannya,

"perempuan kayak kamu, jadi ini alasan kamu nggak pernah ngenalin aku kekeluarga kamu, perempuan kayak kamu yang kamu maksud kedengarannya sangat rendahan Ran ditelingaku, apa aku salah," Bian berusaha untuk tidak menangis.

"aku harap kamu jangan pernah datang kesini lagi, kita udah selesai Bi, kamu harus terima itu," Jackran akan berlalu meninggalkan Bian namun langkahnya terhenti

"aku sememalukan dan seenggak berharga itu kah, sampai kamu nggak pernah sedikitpun belain aku, didepan teman kamu, didepan keluarga kamu," suara Bian bergetar,

"apa keluarga kamu juga mementingkan harta dan tahta untuk masuk kekelurga kamu," Jackran berbalik "hm,,,, kamu pikir, keluarga aku bisa nerima perempuan kayak kamu, itu sangat memalukan Bi, kalau kamu sampe mikir kayak gitu," Jackran terus menatap Bian, ia berharap Bian akan membencinya dan menjauh darinya.

"haha, jadi karena kamu tahu Tiara bakal balik kekamu mangkanya perempuan kayak aku yang jadi pelampiasan kamu, karena perempuan kayak aku nggak berharga buat kamu mangkanya kamu seenaknya mempermainkan orang, ok memang aku yang bodoh, harusnya aku tau diri dari dulu Ran, seharusnya aku tau orang macam apa kamu," Bian segera berlalu dengan cepat meninggalkan Jackran, ia menangis tersedu-sedu, sedangkan Jackran hanya bisa menatap Bian yang pergi meninggalkannya, Jackran tak kuasa menahan tangisnya, tanpa disadari pertengkaran mereka disaksikan oleh kedua orang tua Jackran.

Setelah merasa lebih baik Jackran kembali kedalam, disana semuanya berkumpul, kedua orang tuanya, kakaknya, Tiara dan juga neneknya.

"apa dia benar pacar kamu," Tanya nenek, meskipun dengan nada yang lembut sang nenek bertanya tapi Jackran tahu itu bisa jadi ancaman atau juga peringatan untuknya. Jackran hanya diam tidak menjawab pertanyaan, ia duduk disebelah Tiara, "mereka udah lama putus nek," ucap Tiara yang mewakilkan Jackran.

"Jackran kebelakang nek, mau bantuin paman bikin kolam buat ikan," Jackran pun berlalu meninggkalkan ruang tamu, orang tua Jackran hanya bisa diam, Ibunya Jackran tahu putra bungsunya itu tidak baik-baik saja. "kamu yakin mereka udah putus," ucap nenek kembali kepada Tiara, Tiara pun tersenyum "Tiara udah bicara sama perempuan itu nek, dia tidak ingin melepaskan Jackran dan dia membenarkan kalau mereka udah putus," Tiara tau membicarakan ini adalah suatu sikap yang kekanakkan,

"maafkan Jackran udah nyakitin kamu, harusnya Jackran tegas sama perempuan itu, biar dia tidak bingung," ucap sang nenek, "nggak ada yang perlu dimaafkan nek, Tiara percaya sama Jackran," Tiara tahu setidaknya ia sudah memenangkan hati nenek Jackran dan orang tua Jackran, dan ia sedikit ragu untuk Jackran.

"kamu temuin perempuan itu," bisik sang nenek kepada mama Jakcran dengan sinis, sedangkan mama Jackran hanya bisa mengangguk pasrah, tapi ia tahu maksud dari perkataan itu.