Rean berjalan dengan membawa buku menuju lab, semua teman sekelasnya sudah berada di lab. Karena tadi ia mengumpulkan buku ke ruang guru terlebih dahulu, sehingga ia terlambat untuk masuk ke lab.
Saat berjalan menaiki anak tangga, ia tak sengaja berpapasan dengan Ryu. Ketos yang sangat tak ia sukai, karena dia hanya ingin mempermainkan Rena saja.
"Kalau lo cuma mau mempermainkan Rena, mending lo jauh-jauh dari dia. Gue nggak akan segan bunuh lo kalau lo berani sakitin Rena."
Ucapan Rean membuat langkah Ryu terhenti dan ia membalikan tubuhnya menatap cowok itu.
"Maksud lo apa?"
"Gue tau rencana lo. Lo cuma jadiin dia bahan taruhan kan?"
"Kalau iya emang kenapa? Masalah? Toh, Rena nggak tau," jawab Ryu tersenyum menyeringai dan kembali melanjutkan langkahnya.
Rean menatap punggung Ryu dengan mengepalkan tangannya. Cowok itu langsung menghela napas panjang, dan melanjutkan langkahnya. Saat ia sudah sampai atas, ia terkejut melihat punggung Rena yang berlari menuju lab.
Rean terdiam sejenak, apa dia mendengar ucapannya dengan Ryu? Atau dia berlari hanya karena takut terlambat masuk? Pikir Rean menatap punggung Rena yang sudah masuk ke dalam lab.
"Rean, kenapa kamu berdiri di situ? Ga mau masuk ke jam saya?"
Ucapan itu membuat Rean terkejut dan menoleh, ia melihat pria paruh baya yang membawa dua buku di tangannya. Rean menyengir sambil menggelengkan kepala.
"Enggak pak, ini juga mau ke lab," ucap Rean yang langsung berlari kecil menuju lab.
***
Ryu duduk di kantin dengan es teh di meja, pikirannya bingung harus berbuat apa. Dia memang sudah menyiapkan semua ini dengan matang, tapi kembali teringat pada ucapan Victor yang menyuruhnya untuk berhenti.
"Lanjut atau gue berhenti ya? Tuh cewek unik banget, kadang dingin, kadang baik, kadang galak, kadang ketus," ucapnya sambil terkekeh jika mengingat tingkah Rena.
"Gimana nih? Tetep lanjut?" tanya salah satu teman Ryu yang bernama Lukas.
"Lanjut lah, nanggung bener," jawab Ryu dengan tersenyum menyeringai.
"Meskipun tanpa … hadiah?" tanya Ferdian diakhiri dengan tertawa.
"Sialan lo!" jawab Ryu memukul lengan Ferdian.
"Gue bakal lakuin selama ini menyenangkan," ucap Ryu dari dalam hati.
***
Jam terus berputar dengan cepat, tanpa di rasa jam pembelajaran telah usai. Bel pulang sekolah berdering dengan sangat nyaring, semua murid yang tampak sudah lelah kembali bersemangat.
Mereka semua menutup bukunya dan memasukkannya ke dalam tas. Setelah guru yang berada di kelas keluar. Semua murid langsung berhamburan keluar kelas.
Ada yang langsung keluar kelas, ada yang ke kantin terlebih dahulu, ada yang ke ruang ekskul, dan ada yang ke perpustakaan. Sedangkan Rena, ia sudah berdiri di lobby sekolah ditemani Rean, Josen, dan Rezvan.
Pandangan semua kaum hawa yang melewati lobby tampak tertuju pada mereka langsung, mereka semua merasa iri dikelilingi oleh cowok tampan, terutama di sana ada Rezvan yang tak memakai masker dan topi.
Hal itu membuat Rean jengah pada cowok itu, pasalnya Rean tak suka menjadi pusat perhatian, ini di tambah Rezvan yang sengaja tak memakai masker membuat dirinya juga menjadi pusat perhatian kaum hawa. Josen hanya tersenyum tak jelas saat disapa oleh beberapa siswi.
"Ren, balik deh yuk, ngapain sih di sini? Gue males banget jadi pusat perhatian semua ciwi-ciwi disini," ucap Rean menoleh menatap Rena.
Sayangnya cewek itu langsung menggelengkan kepalanya karena dia sendiri menunggu bundanya yang katanya akan menjemput di sekolah.
"Lo nungguin siapa sih? Yunbi?" tanya Josen yang ingin merangkul Rena, namun segera di tepis kan oleh Rean. Rean melirik sambil melototkan matanya.
"Hm, bunda. Lo sendiri ngapain di sini? Kan gue udah bilang, kalian pulang aja."
"Loh, Ren, kan gue mau ngomong sesuatu sama lo," ucap Rezvan yang membuat Rena langsung menoleh ke cowok tampan itu. Ralat, tak hanya Rena, melainkan Rean juga Josen.
"Yaelah, langsung aja ngomong di sini," ucap Rean yang langsung menatap lurus ke depan.
"Iya, tuh, langsung ngomong aja di sini, kenapa? Malu?" ucap Josen yang juga mengalihkan pandangannya.
"Privasi!" jawab Rezvan yang membuat kedua cowok itu menggeleng pelan.
"Besok aja ya, lo udah di jemput ama supir tuh, pulang aja gih, sebelum fans lo nyamperin lo," ucap Rena dengan tersenyum tulus menatap Rezvan. Cowok itu tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
"Okeh, sampai jumpa besok," ujar Rezvan tersenyum lalu tangannya mengelus ujung kepala Rena, dia langsung berjalan ke mobilnya. Rean dan Josen yang melihat Rezvan tampak akrab dengan Rena hanya melongo, apa lagi saat Rezvan mengelus ujung kepala Rena.
Rean yang sudah belasan tahun bersama dengan Rena jarang mengelus ujung kepala Rena, tapi kenapa Rezvan sering melalukan itu. Josen yang ingin melakukan seperti Rezvan langsung di tepiskan tangannya, dan Rean melotot tajam pada Josen.
"Ren, lo kenapa sih bisa ramah gitu sama Rezvan? Sama kita perasaan kena omel mulu," ujar Josen yang mengelus punggung tangannya yang sakit akibat kena pukul Rean.
"Karena dia ganteng," jawab Rena dengan wajah datarnya.
"Jadi kita enggak—"
"Nggak!" potong Rena cepat dengan tersenyum manis. Josen seketika mendengus dengan melipat kedua tangannya di depan dada bidangnya.
Rean yang melihat itu hanya tersenyum kecil dengan tangan merogoh sakunya karena merasakan ponsel yang bergetar di kantung celana. Dia mengangkat telpon itu saat mengetahui si penelpon itu adalah Bunda Rena.
"Halo."
"…."
"Oh, iya, bund. Pasti."
Rena yang mendengar Rean menyebut kata bund, langsung menoleh dengan menempelkan telinganya di di telinga Rean, namun baru beberapa detik, Rean langsung mematikan sambungan telpon itu.
"Siapa? Bunda?"
"Iya, bunda ga bisa jemput, tapi jangan khawatir, bunda bakal beliin lo ponsel."
"Jadi?"
"Jadi artinya lo balik bareng gue," ucap seseorang dari belakang mereka yang berjalan mendekat dengan tersenyum. Seketika Rean menoleh terlebih dahulu, dan langsung menggenggam tangan Rena.
Josen yang melihat itu tampak tak mengerti dengan apa yang dilakukan oleh Rean. Wajah cowok itu tampak tak menyukai cowok yang ada di hadapannya.
"Minggir," ucap Ryu dengan nada tenang.
"Hm? Emang lo siapa? Rena balik bareng gue!" jawab Rean dengan mata tajamnya. Ryu hanya tersenyum singkat dengan mendekatkan wajahnya ke telinga Rean.
"Oke, silakan. Tapi lo harus tau akibatnya," bisik Ryu yang membuat Rean menelan salivanya. Tapi ucapan itu tak membuatnya merubah pikiran, dia tetap pulang dengan Rena, apapun yang terjadi.
Rena menghela napas panjang, ia benar-benar pusing untuk meladeni mereka berdua. Karena pertama, Rean dan Ryu sering seperti ini, Rena tak ingin mereka berakhir bertengkar, dan itu membuat cewek itu untuk memutar otaknya agar dia bisa cepat pulang.