Rena menghela napas panjang, ia benar-benar pusing untuk meladeni mereka berdua. Karena pertama, Rean dan Ryu sering seperti ini, Rena tak ingin mereka berakhir bertengkar, dan itu membuat cewek itu untuk memutar otaknya agar dia bisa cepat pulang.
Rena melirik Josen yang tengah menatap kedua cowok itu yang sedang bertengkar merebutkan Rena untuk pulang bersama dengan mereka, dan pada akhirnya sebuah ide langsung terpikir oleh Rena.
Cewek itu melepas gandengan sahabatnya, dan itu membuat Rean seketika menghentikan ucapannya dengan menoleh kebelakang melihat Rena.
"Kalian terusin aja berantemnya, gue balik bareng Josen aja," ucap Rena tersenyum lebar dengan menggandeng lengan Josen.
Josen pun seketika tersenyum penuh kemenangan sambil menjulurkan lidahnya. "Kita balik dulu ya, yuk, Ren," ucap Josen dengan berjalan beriringan dengan Rena yang tengah menghela napas.
Rean tersenyum tipis dengan kembali menatap Ryu. "Gue kasih tau sekali lagi, sekali sakitin Rena, hidup lo saat itu juga bakal berakhir! Gue nggak pernah main-main sama ucapan gue. Lo boleh mempermainkan cewek, tapi jangan Rena!" ketus Rean yang langsung berjalan meninggalkan Ryu yang tersenyum menyeringai.
"Alasan gue jadiin Rena buat main-main cuma satu."
Ucapan itu membuat Rean kembali menghentikan langkahnya, dan sedikit membalikkan badan menatap tajam Ryu yang tengah tersenyum sinis kepadanya.
"Karena dia itu pinter, pinter gue kibulin," jawab Ryu tertawa seraya berjalan masuk ke dalam sekolahnya. Rean menatap punggung Ryu dengan tangan mengepal, dia harus menjaga Rena dari cowok itu, bagaimana pun caranya. Karena Rean sangat menyayangi Rena.
Cowok itu kembali berjalan menuju parkiran untuk langsung pulang ke rumah. Josen sudah pergi terlebih dahulu dengan Rena, karena ia pikir Josen akan menunggunya.
***
"Ren, kok lo bisa sih deket sama ketos itu? Dia padahal di takutin sama satu sekolah," tanya Josen saat lampu berganti berwarna merah.
"Hm, nggak ngerti gue. Kenapa?"
"Gue cemburu," ucap Josen tanpa sadar yang membuat Rena seketika terdiam. Cowok itu tiba-tiba tersadar pada ucapannya saat melihat ekspresi Rena yang mulai berubah. Josen tertawa untuk memecahkan kecanggungan Rena.
"Hahaha, gue cuma bercanda, Ren. Jangan di pikirkan, lupakan," ucap Josen dengan tertawa paksa. Rena pun seketika juga tertawa paksa.
"Haha, jadi lo cuma bercanda? Gue kaget tau!" ujar Rena dengan memukul pelan punggung Josen.
Josen melajukan motornya kembali saat lampu sudah hijau, dan sepanjang jalan menuju rumah Rena, mereka berdua hanya saling diam tanpa mengucap sepatah kata pun.
Ketika masuk ke portal gang komplek Rena, Josen melihat cewek berambut sebahu yang berdiri di depan rumah Rena, dan cowok itu tampak tak asing dengannya.
"Ren, itu Yunbi, bukan?" tanya Josen yang membuat Rena langsung melihat ke cewek yang berdiri, meski masih tak begitu jelas, tapi Rena yakin kalau cewek itu adalah Yunbi.
Josen mempercepat lajuannya sampai di depan rumah Rena. Yunbi yang tampak sedang melamun seketika tersadar saat sebuah motor terhenti di hadapannya.
"Yunbi? Lo ngapain di sini?" tanya Josen seraya melepas helm-nya. Yunbi hanya menjawabnya dengan senyuman.
"Udah lama nungguin?" tanya Rena yang turun dari motor dengan melepas helm dan memberikan pada Josen.
"Barusan kok," jawab Yunbi tersenyum.
"Gue nanya nggak di jawab, tapi jawab punya Rena. Lo ada masalah apa sih sama gue, bund?" tanya Josen datar.
"Hm? Lo balik aja deh sana," usir Yunbi yang membuat Josen seketika diam.
"Makasih, Jo. Lo boleh pulang. Yuk, Bi, masuk," ucao Rena menyuruh Yunbi masuk ke dalam rumahnya saat ia sudah membuka pintu pagarnya.
"Gue enggak di suruh—"
"Nggak, gue kan udah usir lo. Masih kurang jelas?" tanya Rena yang membuat Josen mendengus.
"Sabarin aja ye kalo sama lo pada," ucap Josen yang kembali memakai helmnya, ia menyalakan mesin motornya, dan langsung melajukan motornya dengan sedikit cepat. Yunbi dan Rena tertawa kecil seraya masuk ke dalam rumah.
"Lo sendiri abis dari mana? Kenapa lo bolos? Tadi Victor ke kelas," tanya Rena yang sedang membuka kunci pintu rumahnya.
"Dia ke kelas ngapain? Mastiin kalau gue enggak lagi sama cowok?" tanya Yunbi menyernitkan keningnya.
"Nyariin lo, dia juga bawa sesuatu buat lo," ucap Rena yang masuk ke dalam rumah lebih dulu diikuti oleh Yunbi di belakang, cewek itu tak lupa menutup pintunya lagi, dan berjalan menaiki anak tangga menuju kamar Rena.
"Bawa apa? Buat Nessa kali," ujar Yunbi yang meletakkan tasnya di dekat meja belajar Rena, dan langsung merebahkan badannya di sofa panjang itu.
"Enggak, dia tadi mau nitip paper bag itu, tapi gue tolak."
"Kenapa?"
"Gue suruh dia buat kasihin ke lo langsung. Btw, kok lo kelihatan capek banget, Bi? Kenapa?" tanya Rena yang melihat wajah Yunbi yang tampak berbeda dari biasanya.
"Sebenernya kedatangan gue ke sini buat nenangin diri sebelum gue di marahin sama mereka," ucap Yunbi lirih yang langsung mengubah posisi tidurnya menjadi duduk. Dia bangkit dari duduknya, dan pindah di samping Rena yang sedang memainkan tab-nya.
"Di marahin siapa? Bukannya lo akrab banget ya sama keluarga lo?" tanya Rena dengan berhati-hati.
"Lo pernah liat gue di pendaftaran SMA waktu itu?" tanya Yunbi yang membuat Rena langsung menganggukkan kepalanya.
"Itu bukan nyokap gue, dia tetangga yang udah gue anggep jadi nyokap."
"Ah, maaf. Gue kira itu nyokap lo," jawab Rena tersenyum.
"Nyokap gue mana mau buat peduli sama gue?" ucapnya dengan nada lirih.
"Maksud lo?" tanya Rena yang belum bisa mencerna ucapan Yunbi, karena Rena pikir, tidak ada orangtua yang tak peduli pada anaknya, meskipun cara penyampaian yang salah, tetapi semua orangtua selalu peduli dengan anaknya, tapi kenapa Yunbi berpikir seperti itu.
"Lo nggak ngerti keluarga gue yang sebenernya, Ren."
"Lo boleh kok cerita masalah gue, gue bakal berusaha buat bantu lo," ucap Rena tersenyum dengan merangkul tubuh Yunbi.
"Kalau gue boleh minta tolong sama lo, gue bakal nyuruh lo buat bunuh gue," ucap Yunbi yang membuat Rena sangat terkejut, tangannya menutupi mulut yang terbuka karena tak percaya pada ucapan sahabatnya itu.
"Maksud lo itu apa, Bi? Lo bakal mati, dan gue? Hidup di penjara, gue nggak mau!"
"Maaf, Ren," ucap Yunbi yang terdengar bergetar. Rena benar-benar bingung dengan apa yang terjadi pada Yunbi, apa orangtua Yunbi jahat kepadanya? Atau Yunbi mempunyai musuh di luar sana?
"Oh, iya, lo udah makan? Besok lo masuk sekolah kan?"
"Belum, makan mah gampang. Besok gue sekolah kok," ucap Yunbi tersenyum.
"Bagus deh, kebetulan gue pengen nasi goreng. Gue buatin dulu."
"Gue ikut."
"Oke."
Rena berjalan lebih dulu keluar kamarnya, dan menuruni anak tangga. Yunbi sebenarnya tampak ingin menceritakan semuanya, tapi ia takut kalau Rena tak akan memahami sepenuhnya.
"Eh, iya. Tadi lo ke mana aja?" tanya Rena yang masuk ke dapur, sedangkan Yunbi disuruh Rena untuk duduk dulu di dekat dapur.
"Gue ke makam kakak gue," jujur Yunbi.