"Rezvan? Kenapa sama dia? Dia cari gue?"
"Iya, Kemarin tuh kita ke rumah lo, tapi pintu pager lo di gembok. Rean langsung usir kita."
"Kalau nggak gue usir mau apa lo? Panjat pager lalu tertangkap security?" timpal Rean yang berjalan mendekat.
"Ya, nggak gitu, anjim!" protes Josen dengan berjalan ke bangkunya dan meletakan tasnya di meja.
"Kalian berangkat bareng?" tanya Josen melihat mereka berdua bergantian.
"Iya, kenapa?" tanya Rena dan Rean bersamaan.
"Gue iri liat kalian kompak," ucap Josen yang berakting sok sedih.
"Alay, njing!" ketus Rean melihat Josen dengan tatapan tajamnya.
"Rena berangkat?" tanya seseorang yang mengenakan masker dan berdiri ambang pintu. Saat cowok itu melihat Rena yang juga menatapnya, cowok itu melepas maskernya, lalu berjalan mendekatinya dengan tersenyum senang.
"Ya, ampun, Ren. Lo enggak apa-apa kan? Lo baik-baik aja kan? Lo kemarin ke mana si? Kenapa ponsel lo nggak bisa gue hubungi sih?" ucap Rezvan dengan nada khawatirnya.
Rena hanya bisa tersenyum canggung. Bagaimana tidak canggung? Semua teman sekelasnya melihat ke arahnya, terutama para cewek yang tampak iri melihat Rena dikelilingi oleh cowok tampan di sekolah ini.
Terlebih lagi Rezvan yang semakin terlihat akrab dengannya.
"Nanti ke tempat biasa ya, ada yang mau gue bicarain," ucap Rezvan tersenyum dengan tangan yang mengelus ujung kepala Rena dengan lembut dan berjalan keluar kelas.
"Sejak kapan lo deket idol itu?" tanya Josen.
Rena mengangkat kedua bahunya. "Gue sendiri enggak tau."
"Aneh lo," ucap Rean yang membuat Rena hanya melirik.
"Eh, iya. Lo nggak bareng Yunbi, Sen?" tanya Rena menoleh pada Josen yang sudah duduk di bangkunya.
"Yunbi? Gue tadi niatnya sih mau jemput dia, tapi gue liat ada Victor di depan pagarnya, jadinya nggak jadi."
"Hm? Victor? Gue barusan ketemu dia jalan di tangga tuh," timpal Jean -- teman sekelas -- yang tak sengaja mendengar pembicaraan mereka.
"Sama Yunbi?"
Jean menggelengkan kepalanya. "Sama cewek sekelasnya, maybe."
"Rena!" panggil Ryu yang berjalan masuk dengan melambaikan tangannya. Rena melihat Ryu hanya menghela napas melihatnya yang berjalan mendekat. Rean yang duduk di bangkunya hanya memperhatikan mereka berdua.
Rean lupa memberitahu pada Rena untuk berhati-hati dengan cowok itu, karena cowok itu hanya menjadikannya cewek umpan. Cowok itu sendiri masih belum mengerti ucapan si Ketua OSIS ini. tapi dia yakin kalau cowok itu akan berbuat jahat pada sahabatnya.
"Apa lagi? Gue males ngomong sama lo," ucap Rena yang mengalihkan pandangannya.
"Lo ngehindar dari gue?"
"Nggak."
"Terus kenapa ponsel lo susah gue hubungi?"
"Ponsel gue rusak."
"Lo nggak lupa kan?" tanya Ryu yang duduk di bangku yang ada di depan Rena.
"Gue mau nolak semua ini, karena gue ..."
"Oke, sekali doang, plis. Lo tau kan kalau--"
"Kalau nggak mau ya jangan di paksa," timpal Rean yang melirik Ryu tajam.
"Nggak usah ikut campur lo, lo siapa? Cuma tetangga doang belagu!" ucap Ryu ketus.
"Udah, jangan berantem. Oke gue mau," ucap Rena tersenyum.
"Nah sip. Gue ke kelas dulu. Oh, iya, ini buat lo," Ucap Ryu mengeluarkan paper bag, dan kembali berdiri seraya berjalan keluar kelas Rena.
Saat Ryu sudah keluar dari kelasnya, dengan cepat Rean kembali mendekati sahabatnya itu dan duduk di bangku yang ada di depan Rena.
"Ren, lo harus hati-hati sama cowok kayak tadi, lo nggak tau kan niat dia deketin lo itu apa?" ucap Rean yang membuat Rena bingung.
"Maksud lo?"
"Ketos yang tadi itu jahat, Ren. Dia cuma anggep lo itu umpan," ucap Rean yang membuat Rena semakin bingung.
"Umpan? Maksud lo apaan sih, Rean? Gue nggak ngerti maksud lo, sumpah."
"Gue juga nggak ngerti umpan itu, tapi gue yakin kalau ketos itu cuma manfaatin lo doang. Percaya sama gue, Ren."
Rena menghela napas panjang. "Gue nggak suka lo ngatain orang tanpa lo tau dia itu kayak gimana, lo tau kan? Gue paling enggak suka sama orang yang suka benci orang tanpa alasan!"
"Gue enggak benci sama dia, tapi gue itu nyuruh lo buat hati-hati aja, Ren. Itu aja. Apa gue—"
"Stop! Gue nggak mau bahas lagi oke? Mending sekarang lo balik ke bangku lo."
"Lo nggak percaya sama gue?"
Rena menghela napas panjang. "Oke, gue percaya."
Rean langsung bangkit dari duduknya dan kembali ke bangkunya. Sedangkan Josen yang sedari tadi melihat mereka berdua hanya bingung dengan apa yang di bicarakan. Karena kelas terlalu ramai, ia tak bisa mendengarnya dengan jelas.
"Kalian bahas apa sih?" tanya Josen pada Rean.
"Nggak usah kepo."
***
Yunbi masih berada di halte bus, hari ini suasana hatinya sedang tak baik. Dan ia malas untuk pergi ke sekolah, karena ia akan semakin sesak saat melihat pacarnya yang sangat dengan sahabatnya.
"Apa gue mundur aja? Kenapa gue makin berat jalani hubungan ini? Kenapa cuma gue yang merasakan sakit di hati?
"Kenapa setiap gue punya temen deket cowok, dia bakal marah banget? Apa salah?" gumam Yunbi yang menatap jalanan yang mulai padat. Jam pun sudah menunjukan pukul setengah delapan, artinya ia sudah sangat terlambat.
Bus itu datang, dan Yunbi langsung naik ke bus itu. Dia tidak pulang, karena kalau ia pulang, semua akan menjadi semakin kacau. Yunbi ingin sendiri sampai sore nanti. Dia akan pergi ke makam kakaknya yang sudah lama pergi meninggalkannya.
Tak ada yang tau bagaimana kondisi keluarga Yunbi, di rumah pun Yunbi tak di anggap anak oleh orang tuanya. Cewek itu selalu dianggap sebagai pembunuh,
Menyedihkan? Ya, sangat menyedihkan.
Menyakitkan? Sangat menyakitkan.
***
Sedari tadi Rena hanya memperhatikan kursi kosong yang ada di sampingnya. Kenapa Yunbi membolos sekolah? Atau dia ada masalah? Sampai-sampai dia memilih untuk membolos sekolah, ia juga sudah menghubunginya dengan ponsel Josen, tapi tak ada balasan apapun.
Dia melihat kelas yang hanya ada dia dan beberapa murid saja, karena jam istirahat sudah berbunyi, dan Rean sedang membeli minuman bersama Josen. Rena tak ke kantin karena ia malas bertemu dengan Ryu di sana.
"Ngelamunin apa si?" tanya Josen yang baru saja masuk ke dalam kelas dengan membawa tiga kaleng soft drink.
"Yunbi bales nih," ucapnya lagi yang memberikan ponselnya ke Rena.
"Serius?" seru Rena yang mengambil ponsel Josen dengan cepat.
Rena langsung membuka pesan itu, dan membacanya dengan cepat.
Yunbi : Lo nggak perlu khawatir, Ren. Oh, iya, gue nanti boleh nggak ke rumah lo?
Rena membalas pesan itu dengan cepat, dan langsung memberikan ponsel itu ke pemiliknya.
"Yunbi kenapa?"