Rena sedikit tersipu karena kebaikan Ryu, ia tak menyangka kalau ternyata ia bisa berbuat baik juga. "Udah, buruan naik."
Rena menganggukkan kepalanya. Ia langsung naik ke motor Ryu dengan bantuan kedua bahu cowok itu. Ia langsung melajukan motornya saat melihat Rena sudah duduk dengan nyaman, dan pasti aman berkat jaket pemberiannya.
Rean yang melihat motor Ryu sudah melesat keluar sekolah itu hanya mengepalkan tangannya, ia tak bisa mengikutinya karena ia harus menemui sepupunya yang baru saja tiba dari New York.
***
"Yun, itu bukannya pacar lo ya?" tanya Josen yang melihat seorang cowok berdiri di depan pagar.
Yunbi menghela napas, selalu saja begitu. Ia tau dengan apa yang akan terjadi, Victor pasti akan sangat marah melihat Josen. Apalagi soal tadi pagi, ia masih marah saat ia berangkat bersama Josen tadi. Yunbi harus melindungi Josen dari amukan Victor. Tatapan Victor pun sudah sangat tajam menatapnya.
"Jo, setelah gue turun, lo langsung pergi aja. Urusan pacar gue, biar gue yang urus. Daripada lo kena tonjok kan dia," ucap Yunbi memberikan arahan. Josen tak menjawab ucapan Yunbi, ia bahkan sudah terpikir untuk melindungi cewek itu.
Motor Josen terhenti tepat di samping motor besar milik Victor, Yunbi dengan cepat langsung turun dari motor, dan memberikan helm itu pada Josen. Ia juga memberikan isyarat pada cowok itu agar cepat pergi dari dari sini. Victor sudah berjalan mendekati mereka, ia tersenyum menyeringai dengan menarik tubuh Yunbi ke belakang. Cowok itu menatap tajam Josen dengan senyuman tak suka.
"Udah dua kali lo boncengan sama pacar gue, ada hak apa lo sampe anter jemput gini?" tanya Victor dengan mata yang sangat tajam. Josen melihat Yunbi yang berdiri di belakang tubuh Victor, cewek itu menyuruh Josen pergi, tapi kalau sudah seperti ini, Josen tak akan tega meninggalkan Yunbi.
Josen melepas helmnya dengan tersenyum miring. "Hak? Hak gue sebagai teman yang baik. Dari pada lo?" jawab Josen dengan nada dingin. Tatapan mata Josen pun juga ikut tajam.
"Lo nggak perlu ikut campur soal masalah gue!" teriaknya yang melayangkan satu tinjuan ke pipi Josen.
Bug!
Bug!
Yunbi yang melihat itu langsung menutup mulutnya karena terkejut, ini pertama kalinya ia melihat Victor memukul orang. Tak ada perlawanan dari Josen, ia tampak pasrah menerima pukulan dari pacar temannya itu. Yunbi kali ini tak bisa berbuat sesuatu, karena kalau seperti ini Victor sudah sangat marah.
Bug!
Bug!
Bug!
"Kenapa lo diem? Lo takut?!" ketus Victor menarik kerah Josen, dan menghempaskan ke aspal itu.
Josen tersenyum. "Gue takut? Sama lo?" tanya Josen dengan tertawa kecil. Ia bangun dengan tenaga tersisa, meskipun kakinya terasa gemeteran, tapi ia tepat bangun.
"Udah puas kan lo? Gue kasih tau ke lo, gue enggak ada hubungan apapun sama Yunbi, gue cuma temennya. Dan gue denger, lo punya sahabat cewek kan? Apa bedanya lo sama Yunbi? Yunbi pernah larang lo buat temenan sama cewek? Sahabatan sama cewek? Enggak kan? Jangan egois!" ketus Josen dengan tersenyum menyeringai, cowok itu memakai helmnya, dan naik ke motornya. "Lo tau persamaan lo sama kertas itu?" tanya Josen dengan menunjuk kertas yang tak jauh dari tempat sampah.
Victor tak menjawab, ia hanya menatap kertas itu dengan tatapan bingung. Josen membuka kaca helmnya. "Lo tau? Enggak kan? Jawabannya … sama-sama sampah!" ketus Josen dengan menutup kembali kaca helm-nya, ia menyalakan mesin motornya dan langsung melajukan motornya meninggalkan rumah Yunbi.
"Kak …" Panggilan Yunbi membuat Victor membalikkan tubuhnya dengan tatapan menatap pacarnya yang menundukkan kepalanya.
"Kenapa?" tanya Victor yang suaranya berubah menjadi lembut. Perlahan tangannya bergerak memegang pergelangan tangan Yunbi yang memerah akibat cengkeramannya tadi.
"Maaf," ucap Victor dengan nada bersalah.
"Mendingan sekarang kakak pulang aja," ucap Yunbi melepaskan pegangan Victor.
Victor sedikit terkejut dan langsung mengangkat kepala Yunbi. Mereka saling bertatapan, terutama Yunbi. Ia menatap Victor dengan sangat lekat, entah perasaan apa yang ia rasakan. Tapi jelas, semua terasa berbeda. Sangat berbeda semenjak sahabatnya datang, dan satu kelas dengannya.
"Kenapa, Bi? Marah karena gue pukul temen lo? Itu juga semuanya gara-gara lo, kalo saja lo enggak—"
"Enggak apa? Enggak pulang bareng Josen, iya? Gue enggak marah, gue cuma kecewa sama lo. Apa dengan kekerasan menyelesaikan semuanya?" tanya Yunbi dengan mengalihkan pandangannya.
"Jadi lo beneran marah soal gue pukul temen lo?"
"Mending sekarang lo pulang," ucap Yunbi yang langsung membalikkan badannya, saat hendak melangkah, tangannya kembali di tahan oleh Victor.
"Jelasin ke gue, kenapa lo bisa semarah ini, Bi!"
"Harusnya gue yang tanya, kenapa lo semarah ini pas gue pulang bareng cowok lain selain lo. Gue enggak pernah tuh marah tiap lo lebih milih bareng Nessa, daripada gue. Plis jangan egois," ucap Yunbi yang sedikit mengeluarkan isi hatinya. Ia langsung berjalan masuk ke dalam rumahnya meninggalkan Victor yang masih terdiam.
"Maaf, Bi. Maaf udah bikin kamu kecewa sama aku."
***
Motor Ryu terhenti di café yang tak jauh dari sekolahan, Rena menatap tempat ini dengan tatapan bingung. Kenapa cowok dingin ini terhenti di café? Apa dia laper? Pikir Rena yang melihat punggung Ryu.
"Turun, mau sampe kapan lo duduk di motor?" tanya Ryu yang membuat cewek itu tersadar dari lamunannya.
Rena langsung turun dari motor besar itu, dan melepas jaket yang ada di pinggangnya. Matanya masih menatap Ryu yang memarkirkan motornya, perasaannya masih penasaran. Kenapa cowok itu mendadak baik kepadanya? Ucapannya tadi juga berbeda saat di sekolah.
"Ayo," ucap Ryu yang berjalan lebih dahulu meninggalkan Rena. Dengan cepat Rena berjalan mengikuti cowok itu di belakang. Mereka melangkahkan kakinya sampai ke bagian paling belakang dan dekat jendela. Rena duduk di hadapan Ryu dengan kepala yang tak berani menatap wajah cowok yang sangat dingin. Tak ada senyuman dan selalu memasang wajah dingin.
"Lo mau apa?" tanya Ryu memberikan buku menu.
"Choco float aja," ucap Rena menunjuk minuman yang langsung membuatnya tertarik. Karena jujur sana, Rena jarang sekali ke café, ataupun restoran cepat saji. Terakhir ia pergi ke tempat itu … saat masih duduk di bangku sekolah menengah, itu pun Rean memaksanya.
Ryu memesankan minuman yang ia mau, dan juga punya Rena. Setelah waiters itu pergi, Ryu terdiam menatap Rena. "Gue sebenernya mau minta tolong sama lo, tapi gue ragu lo bisa." Saat itu juga Rena berdecak dalam hati, bisa-bisanya ia berkata seperti ini sebelum menjelaskan maksud mengajaknya ke café ini.