Ia menoleh, dan tersenyum tipis saat melihat bus yang datang. Rena memasukkan ponselnya ke dalam tasnya, ia bangkit dari duduknya. Saat bus itu berhenti ia menunggu orang yang keluar dari bus itu, dan setelah itu ia naik.
Ia mendengus pelan saat melihat bus yang lumayan penuh, dan gadis itu terus berjalan mencari tempat duduk kosong. Beruntung ada satu kursi yang kosong, ia melihat orang yang duduk di sampingnya itu tertidur. Tanpa pikir panjang, Rena langsung duduk di kursi samping orang itu, ia tak bisa melihat wajahnya karena orang itu mengenakan topi juga masker.
"Mbak, lebih baik berdiri, itu orangnya langsung senderan di pundak mbaknya," ucap seorang ibu-ibu yang berdiri di dekatnya. Rena tersenyum. "Terima kasih." Rena tetap duduk dan ucapan ibu itu tidak terjadi pada Rena. Cowok yang tidur itu tidak menyandarkan kepalanya di bahunya.
Ia kembali mengambil ponselnya saat merasakan getaran pada ponselnya. Satu panggilan dari nomor yang tidak ia kenal, dan itu membuatnya bingung untuk mengangkat atau tidak telpon itu. Dengan sedikit takut, ia mengangkat telpon itu.
"Ha-halo."
"Lo lagi dimana? Masih di kantor nyokap lo?"
Rena menyernit bingung dengan suara yang sedikit tak asing, tapi ia lupa. "Ini siapa? Nggak usah sok akrab!"
"Heh! Gue Ryu!" ucap Ryu dari sebrang telpon sana. Rena bersusah payah menelan salivanya.
"O-OH, Ke-kenapa?"
"Lo dimana?"
"Bus."
PIP!
Rena mematikan sambungan telponnya karena sedikit malu. Dan nomor itu telpon kembali.
"Heh! Gue belum kelar ngomong!"
"Apa lagi?"
"Besok gue jemput, jadi lo—"
"Besok gue berangkat bareng Rean, dan—"
"Lo tau kan? Gue sering banget ngomong ini sama lo! GUE ENGGAK TERIMA PENOLAKKAN!" teriaknya yang membuat Rena sangat terkejut, dan menjauhkan ponselnya dari telinga.
"Bisa nggak, nggak usah teriak? LO LUPA SAMA JANJI LO?!" Kini gantian Rena yang teriak, bahkan membuat beberapa penumpang yang ada di sekitar sana menoleh menatap Rena dengan tatapan bingung.
"HAH? Oh, iya. Maaf. Gue lupa sumpah."
"Bodo amat! Besok nggak usah jemput gue, bye!" Rena langsung mematikan sambungan telpon itu lagi, dan mematikan ponselnya. Ia menghela napas, sulit di percaya bisa dekat dengan cowok itu. Cowok yang Rena sebatas kagum saat pertama ketemu di upacara penerimaan murid baru, dan cowok itu berbeda saat di sekolah.
Bus itu terhenti di halte tempat Rena terhenti, saat ia beranjak dari duduknya, cowok yang di sampingnya itu menarik lengan Rena, dan membuat cewek itu sedikit terkejut, dan kembali duduk. Rena menoleh menatap cowok itu yang membuka matanya perlahan.
"Bi-bisa bawa gue ke rumah sakit?" tanya cowok itu dengan suara paraunya. Rena bingung, sebenarnya rumah sakit tak jauh dari tempat ini, tetapi harus naik taxi, karena bus ini tidak melewati halte yang ada di depan rumah sakit.
"Ada lagi yang mau turun?" tanya supir bus itu. Rena melambaikan tangannya.
"Saya pak, sebentar," ucap Rena sedikit berteriak.
"Ayo, gue anter lo ke rumah sakit," ucap Rena yang hanya di jawab satu anggukan lemah oleh cowok itu.
"Tapi gue lemes banget, gimana?" tanya cowok itu yang menatapnya.
"Gue bantu lo, rangkul leher gue," ucap Rena mendekatkan lehernya, cowok itu langsung merangkul leher Rena, dan langsung membantunya berdiri.
"Kenapa mbak orang itu?" tanya ibu-ibu yang tadi.
"Dia minta tolong buat antar ke rumah sakit, rumah sakit dekat sini, tapi bus ini enggak ngelewatin rumah sakit itu. Permisi bu," jawab Rena sopan, dan berjalan perlahan. Dan beberapa orang membantu Rena turun dari bus.
"Mbak bisa sendiri? Atau perlu bantuan saya?" tanya pria paruh baya itu.
"Saya bisa sendiri kok, pak. Terima kasih sudah bantu saya," ucap Rena tersenyum ramah.
Rena duduk terlebih dahulu di bangku halte, ia bingung harus ke sana naik apa. Dan seketika ia terlintas nama Rean. Tapi ia tak mungkin menyalakan ponselnya, karena Ryu pasti akan mengganggunya, apa lagi tadi telponnya ia matikan.
"Hm, lo bawa ponsel? Ponsel gue ketinggalan, jadi … gue mau telpon temen gue," ucap Rena yang terpaksa berbohong, dan cowok itu juga tak akan menyadari kalau sebenarnya ia membawa ponsel.
Cowok itu mengangguk pelan, ia merogoh kantong sakunya dan memberikan ponselnya. Dan untung saja tidak di password, sehingga ia tak perlu bertanya kembali. Rena langsung menelpon nomor Rean. Untung saja ia hafal nomor Rean, padahal ia sendiri tak hapal nomornya sendiri.
Rena berdoa dalam hati agar cowok itu mengangkat telpon itu, karena biasanya Rean tak akan mengangkat nomor yang tidak ia kenal. Dan hari ini Rena beruntung, Rean mengangkat telponnya itu.
"Halo, Rean. Ini gue Rena."
"Kenapa?"
"Bisa jemput gue di halte? Pake mobil ya," ucap Rena.
"Kenapa? Lo mabuk? Ini nomer siapa?"
"Heh! Jangan sok tau, udah ke sini buruan. Gue jelasin nanti. Inget, pake mobil!" Rena langsung mematikan sambungan telpon itu, dan ia memberikan ponsel itu pada cowok itu. Rena melihat keringat yang keluar dari kening cowok itu, karena penasaran telapak tangannya ia tempelkan di kening cowok itu.
Dan ...
Rena terkejut saat merasakan tubuh cowok itu yang sangat panas, kenapa ia malah pergi, dan tidak di rumah meminta orangtuanya mengantarkan ke rumah sakit? pikir Rena. Dan ia yakin kalau cowok itu seumuran dengannya.
Tak lama, Rean datang dengan mobilnya, ia turun dari mobil dan menghampiri Rena dengan wakah khawatirnya.
"Lo kenapa? Lo baik-baik aja kan? Nggak ada yang luka kan? Kenapa minta jemput gue pake mobil?" tanya Rean dengan memutar tubuh Rena untuk mengecek tubuh cewek itu ada luka atau tidak.
"Cepet banget, Rean?"
"Gue gaspol, terus kenapa? Ada apa?"
"Anter gue ke rumah sakit," ucap Rena, dan Rena langsung menempelkan jari telunjuknya di bibir Rean. "Bukan gue yang sakit, tapi cowok itu. Dia panas banget," lanjut Rena menunjuk cowok yang terduduk disana.
Rean langsung mengangguk, dan memapah tubuh cowok itu ke mobilnya, Rena berjalan di belakang tubuh Rean, dan membantunya membukakan pintu.
***
"Lo ketos kan? Kenapa di depan rumah Rena?" tanya cowok yang sedikit mengejutkan Ryu.
"Lo siapa?"
"Gue? Pacar Rena, kenapa? Lo sendiri siapanya Rena?" tanyanya yang lagi-lagi membuat Ryu terkejut.
"Lo kan cowok yang sekelas sama Rena?"
"Iya, gue Josen. Kenapa?"
Ryu tertawa melihat wajah Josen yang terlihat sekali kalau ia bohong. "Lo kalau mau bohong cari orang yang gampang lo kibulin deh, gue tau lo itu cuma bohong. Right?" ucap Ryu tersenyum menyeringai.
"Sialan! Lo sendiri siapa? Nggak mungkin cowok kayak lo suka sama Rena," ucap Josen yang membuat cowok itu kembali menatapnya.
"Gue? Gue …"
Ryu bingung, karena ia juga sudah berjanji pada Rena untuk merahasiakan ini pada siapapun.
"Apa? Siapa?"