Chereads / Crazy Love? / Chapter 9 - Kesepakatan Mereka

Chapter 9 - Kesepakatan Mereka

"Maaf." Suara Ryu terdengar kecil karena angin yang berembus sedikit kencang sehingga Rena tidak bisa mendengarnya dengan jelas. Bahkan, tidak terdengar sama sekali.

"Lo ngomong sama gue?" tanya Rena yang sekilas mendengar suara.

"Iya! Gue minta maaf!"

"Hah?"

"MAAF!"

"HAHH?! Lo ngomong apaan si?" teriak Rena yang semakin kencang.

"MAAF, BUDEK!"

"Oh."

Ryu tampak terlihat kesal karena jawaban singkat yang di lontarkan oleh Rena, awalnya ia ingin meminta maaf dan mengucapkan terima kasih. Namun ia urungkan karena ia tak mau emosi dengan cewek budek itu.

"Rumah lo mana?"

"Hah?!"

"Buset dah, cantik-cantik gini budek. Sabar, Ryu. Sabar," ucapnya dalam hati sambil menghela nafas.

Ryu menepi dan mematikan mesin motornya. Rena hanya menaikkan alisnya bingung. Apa cowok ini tega menurunkan di sini? Pikir cewek itu yang melihat Ryu melepas helmnya, dan menoleh ke belakang. Rena mendengus kesal. Ia baru menyadari bahwa ia sudah sangat jauh dari sekolah,dan kantor bundanya yang sudah tak jauh dari sini.

"Iya, gue tau. Makasih tumpangannya loh."

Ryu mengerutkan keningnya. "Tau apaan lo? Lo mau turun disini? Padahal gue mau nanya."

"Nanya apa lagi?"

"Rumah lo, daripada gue emosi sama lo yang budek."

"Heh! Sembarangan! Gue nggak budek!"

"Ya udah buruan kasih tau rumah lo."

"Jadi gimana? Lo lupa sama rumah lo sendiri?"

"Nggak mungkin lah, itu lurus aja, ntar ada gedung paling tinggi, gue turun di sana aja."

"Lo kerja di sana?" tanya Ryu yang melihat gedung yang di maksud Rena.

"Bukan, itu kantor nyokap gue"

"Oh. Ya udah, naik lagi lah, ngapain turun motor?" tanya Ryu yang kembali memakai helm. Rena kembali naik ke atas motor, dan cowok itu kembali melajukan motornya sampai ke depan pintu pagar kantor yang dimaksud oleh Rena.

Rena turun dari motor dan memberikan helm itu pada Ryu. "Thanks," ucap Rena tersenyum tipis. Cewek itu langsung berjalan meninggalkan cowok itu tanpa menunggu jawaban dari dia.

"Eh, tunggu!"

Pergerakan Rena membuka pintu gerbang itu terhenti, namun ia tidak menoleh pada Ryu dan mengabaikannya. Ia juga bisa merasakan kalau cowok itu mendekatinya.

"Gue bilang tunggu, ya tunggu! Lo beneran budek?!" ketusnya.

Rena berdesis dengan mata yang menatap Ryu. "Apaan lagi?"

"Gue ada satu permintaan. Please."

"Ck! Emang gue jin? Nggak!" tolak Rena dengan mengalihkan pandangannya. Ia kembali membuka pintu itu dan melanjutkan langkahnya.

"Gue mohon, enggak sulit. Pliss," mohon Ryu yang turun dari motor, ia berlari mengejar Rena. Ia menarik pergelangan Rena yang mampu membalikkan tubuhnya.

Rena menghela napas panjang, untung saja ia tak memegang tangannya yang sedang terluka itu. Ia benar-benar ingin menendang cowok ini, mana mungkin Rena mengabulkan satu permintaan gila darinya? Kenal aja nggak!

"Cuma satu, nggak lebih!"

Rena memijat keningnya yang mulai terasa penat. "Apa? Jadi pacar lo pura-pura? Udah kan tadi? Toh, dia juga beda sekolah, apa lagi?"

"Iya, jadi pacar gue, cuma pura-pura. Dan itu pun cuma di depan mantan gue yang tadi. Nggak lebih. Karena besok dia bakal jadi murid baru di sekolah kita, dan gue janji, gue nggak bakal gangguin lo di sekolah."

Rena tersentak kaget mendengar permintaan cowok yang baru saja seminggu ia kenal, kenapa cowok ini sejak tadi memaksanya menjadi pacar pura-pura? Apa tidak ada cewek lain? Pikir Rena yang membalikkan tubuhnya menatap Ryu.

"Hah? Gue nolak! gue enggak mau jadi pusat perhatian satu sekolah!" tolak Rena yang memalingkan wajahnya.

"Please, bantuin gue kali ini. Gue janji bakal jaga jarak sama lo, dan gue bakal anterin lo pulang, setiap hari! Gimana?"

"Gimana? Plis. Gue juga nggak bakalan sebarin satu sekolah!"

Ryu terus memaksa Rena untuk menerima permintaannya, ia terus menawarkan sesuatu agar Rena menerima permintaan. Bagi Ryu itu sangatlah mudah, dan juga menguntungkan untuknya. Bagaimana tidak? Selain mendapatkan cowok yang tampan, pintar, ketua OSIS pula. Rena juga mendapat keuntungan lainnya. Dan ia akan sangat menyesal jika ia menolaknya.

Rena menghela napas berat dengan menatap malas cowok itu. kenapa ia harus berurusan sama cowok yang terus berubah-ubah sikapnya?

"Oke! Cuma pura-pura di depan mantan lo. Dan satu sekolah nggak boleh ada tau!" ucap Rena yang degan sangat terpaksa menerimanya.

Ryu mengangguk setuju, ia mengulurkan tangannya. "Deal!"

Rena menggelengkan kepalanya. "Ada hal yang belum gue omongin. Pertama, lo harus jaga jarak sama gue. Kedua, lo enggak boleh ketus sama gue. Ketiga—"

"Banyak bener si? Dan sejak kapan gue ketus?! Lo cuma jadi pacar pura-pura itu aja, tapi kenapa lo minta banyak banget?!"

"Baru dua. Hmmm, ya udah kalau enggak mau, batal. Cari orang lain lo," ucap Rena dengan senang hati. Ia kembali membalikkan tubuhnya dan membuka pintu pagar.

"Eh, eh. Iya. Oke, bakal gue kabulin semuanya! Puas kan lo!"

"Ya udah, sekarang lo balik sono! Gue nggak mau bunda gue liat kita!" ucap Rena yang kembali menatap Ryu.

"Tapi gue liat, kasih tau ke nyokap lo seru kali ya?" ucap seseorang yang berjalan dari arah parkiran. Seketika Rena menoleh dan terkejut melihatnya berjalan masuk ke dalam kantor dengan senyuman jahil.

"Riel?!" ucap Rena yang membulatkan matanya sempurna saat melihat cowok itu sudah masuk ke dalam kantor.

"Lo pulang aja, udah kan? Enggak ada yang di bahas kan?" Belum Ryu menjawab, cewek itu langsung berjalan masuk ke dalam kantor itu meninggalkan Ryu yang masih menatap punggung Rena. Ia tersenyum tipis karena permintaannya sudah di kabulkan oleh Rena.

"Keren juga gue," ucapnya dengan bergumam.

***

"Lo abis berantem sama siapa si? Terus kenapa lo malah ke rumah gue?! Emang rumah gue puskesmas?" kesal cowok itu pada cowok yang ada di hadapannya ini. ia mengobati lukanya dengan sedikit kasar, dan membuat orang itu meringis kesakitan saat lukanya sengaja di tekan.

"Gue bingung mau ke mana, mau balik juga … rumah gue sepi. Ke rumah Rena juga rumahnya kosong, dan kebetulan lo tinggal di sebelah rumah Rena. Ya udah deh, gue ke rumah lo. Pinter kan gue?"

Rean semakin menekan luka itu dan membuat Josen mendorong tubuh cowok itu dengan spontan. "Aduh, kenapa lo dorong gue?!"

Lo sendiri kenapa pake nekan luka gue? Lo pikir enggak sakit?!" kesal Josen yang menatap Rean dengan sedikit memajukan bibirnya.

"Oh, sakit?"

"Gila ya lo? Lo nggak tau apa? Dia mukulnya kenceng banget."

"Lo lawan? Lo abis berantem sama siapa emang?"

Josen menggelengkan kepalanya. "Gue enggak mau bikin masalah sama dia."

"Dia siapa?"

"Pacar … Yunbi."

"Cowok yang tadi dateng ke kelas?"