Ryu memesankan minuman yang ia mau, dan juga punya Rena. Setelah waiters itu pergi, Ryu terdiam menatap Rena. "Gue sebenernya mau minta tolong sama lo, tapi gue ragu lo bisa." Saat itu juga Rena berdecak dalam hati, bisa-bisanya ia berkata seperti ini sebelum menjelaskan maksud mengajaknya ke café ini.
"Lo mau jadi pacar pura-pura gue? Gue bayar deh, plus, gue kabulin semua yang lo minta," ucap Ryu dengan sedikit berbisik.
"Nggak! Lo pikir gue cewek murahan? Gue enggak mau, ya enggak mau!" ketus Rena yang langsung menatap Ryu dengan dingin.
Ntah keberanian itu datang dari mana, Rena berani menatapnya sedikit tajam juga berbicara ketus. Tapi yang jelas, Rena tak mau melakukan itu. Pacar pura-pura? Itu berarti ia akan menjadi pusat perhatian semua murid, bukan cuma murid, melainkan juga guru-guru yang ada disana. Rena tak mau, sangat tak mau melakukan yang membuat dirinya malu.
"Lo belum ada lima detik buat mikirin itu, dan lo nolak? Nyesel lo ntar! Udah bagus lo gue tunjuk, banyak tuh cewek lain yang mau bantuin gue!" ucapnya dengan nada sombong, dan itu tidak mempengaruhi apapun pada Rena.
"Terus? Kenapa lo tunjuk gue kalau ada cewek lain?" tanya Rena yang membuat Ryu seketika membungkamkan mulutnya. Dan itu membuat Rena tersenyum penuh kemenangan. Setelah dipikir, kalau seperti ini Ryu tidak menyeramkan. Jujur saja setelah kejadian ia bermain ponsel di kelas, membuat Rena takut pada cowok di hadapannya itu. Tapi sekarang? Kini terasa biasa saja. Ya, meskipun wajahnya masih sedikit seram.
"Karena … cuma lo yang terbaik," ucap Ryu yang membuat Rena terdiam. Apa ini hanya gombal? Agar Rena mau menolongnya? Tidak semudah itu. Pikir Rena.
"Nggak," ucap Rena yang beranjak dari duduknya. Ryu berdecak, ia takmungkin membentak cewek itu di tempat umum, apalagi dengan permintaan konyolnya.
"Ryu? Ternyata ada kamu disini? Nggak nyangka banget bisa ketemu kamu disini," ucap cewek itu yang membuat Ryu menghela napas berat. Belum saja Rena menyetujui permintaannya, sekarang cewek yang membuatnya harus berbuat seperti ini muncul dengan tiba-tiba.
Sedangkan Rena yang sudah berada di luar café menghela napas lega, ia sedikit merinding saat ketua OSIS yang sangat di takuti oleh semua murid SMA Bina Garuda ternyata mempunyai masalah seperti itu. Ia melihat sekitar, yang kebetulan kantor bundanya tidak jauh sini, hanya naik ojek online sepuluh menit.
Tangan Rena merogoh saku seragamnya, dan ia terkejut saat ponselnya tak ada di sakunya. Rena terdiam sejenak. Ia teringat kalau ponselnya ada di meja. Rena menghentakkan kakinya, dan kembali berjalan masuk ke dalam café itu.
Ryu yang melihat Rena kembali masuk ke dalam hanya tersenyum, dan dengan cepat ia menghampiri gadis itu dengan merangkulnya. Rena yang ingin mengelak tak bisa lagi, karena Ryu mengeratkan rangkulannya.
"Lo mau ponsel lo balik? Kali ini, bantuin gue," ucap Ryu yang tersenyum paksa pada Rena. Gadis itu hanya bisa pasrah dan mengikuti permainan cowok itu, karena tak mungkin ia merelakan ponsel kesayangannya itu.
"Ini siapa, Ryu?" tanya cewek itu yang melihat Rena. Rena hanya tersenyum canggung.
"Kenalin, ini Rena pacar gue." Rena dapat melihat wajah cewek itu yang sangat terkejut.
"Ren, kenalin ini Manda, temen aku," ucap Ryu yang menggunakan aku-kamu, dan jujur saja membuat Rena sedikit terkejut. Karena gadis itu sendiri tak pernah memakai aku-kamu, kecuali sama bunda, dang orang tua.
Manda tersenyum pada Rena, lebih tepatnya tersenyum paksa. Rena tau kalau cewek itu tampak tak suka melihat Rena. Manda bangkit dari duduknya dan langsung berjalan meninggalkannya tanpa berkata apapun. Rena hanya menatap punggung Manda dengan tatapan bingung.
"Dia kenapa nggak pamit?"
"Cemburu. Pilihan gue emang tepat ya, sekali ketemu langsung cemburu," ucap Ryu yang tersenyum puas.
"Gue mau balik," ucap Rena yang membuat Ryu mengangkat kepalanya menatap Rena.
"Ya udah, sono." Ryu kembali ketus pada Rena, ternyata dia baik hanya untuk ini?
"Ponsel," ucap Rena dengan mengulurkan tangannya.
Ryu langsung memberikan ponselnya dan kembali tidak memperdulikan Rena. Dan gadis itu tampak sedikit lega karena melihat dia yang kembali tidak memohon, ia langsung berjalan meninggalkan cowok itu yang tidak melihatnya sama sekali.
Brakk!!
Praangg!
Seorang waiters tak sengaja menabrak tubuh Rena sampai sedikit terpental, dan tersungkur di lantai. Waiters itu tampak panik, sehingga membuat gelas yang berada di nampan itu terjatuh. Pecahan itu mengenai lengan Rena, semua pelanggan yang berada di restoran itu terkejut.
"Tangan dia keluar darahnya! P3K!"
Seseorang menolong Rena, dan mengangkat tubuh gadis itu ke kursi yang ada di sebelahnya. Tubuhnya tentu sedikit gemetaran karena darah yang keluar dari tangannya sedikit banyak. Ryu menatap pecahan kaca itu, dan melirik ke kanan, ia membelalakkan matanya saat melihat Rena yang memegangi lengannya. Dengan cepat Ryu menghampiri cewek itu.
"Lo ngapain ke sini?" tanya Rena yang melihat Ryu berdiri di sampingnya.
"Gue cuma mau lihat kondisi lo sebelum pulang, dan ternyata lo enggak apa-apa," ucap Ryu yang langsung berjalan keluar café.
Cowok yang memegang tangan Rena dengan kain bersih itu tampak memperhatikan keduanya. "Pacar kamu?" tanya cowok itu yang membuat Rena menatapnya dengan menggeleng.
"Bukan, kakak kelas."
"Oh. Lepas saja peganganmu, akan aku obati luka mu itu." Rena mengangguk paham dan langsung melepasnya. Ia melihat cowok itu yang mengobati lukanya dengan telaten, dan berhati-hati.
Hanya membutuhkan waktu lima menit, luka Rena sudah tertutup dengan perban. Cowok itu tersenyum dengan menutup kotak P3K. "Nanti sampai rumah, ganti aja perbannya. Oh, iya, mau aku anter pulang?" tanya cowok itu yang menawarkan pulang bersama.
"Ah, enggak perlu. Aku naik ojol aja, terima kasih," tolak Rena lembut.
"Kalau begitu hati-hati di jalan."
Rena mengangguk dan kembali bangkit dari duduknya, ia mengucapkan terima kasih pada cowok itu. Waiters yang tadi tak sengaja menabrak Rena pun datang, ia meminta maaf pada cewek itu dengan tulus. Rena tersenyum, karena ia sudah memaafkannya. Gadis itu juga memberikannya semangat kerja,
Rena berjalan keluar café, dan sedikit terkejut melihat Ryu yang berada di depan pintu café dengan duduk di motornya. Rena menghela napas panjang, ia bingung harus menyapanya atau mengabaikannya.
"Naik, gue anterin lo balik."
"Hah? Nggak perlu—"
"Cuma permintaan maaf. Buruan!" ketusnya. Rena menghela napas pasrah dan langsung naik ke jok belakang. Ryu menyalakan motornya dan melaju meninggalkan café itu. Ryu sebenarnya merasa bersalah, tapi ia terlalu gengsi untuk menolong gadis itu di café tadi.