Chapter 4 - Part 3

Suara deringan ponsel yang berasal dari atas nakas mengusik tidur Marsha. Wanita itu menggeliat dari tidur nyenyaknya untuk mencari posisi nyaman. Ia menemukan sebuah teddy bear besar yang tertidur di sebelahnya membuat Marsha semakin terlelap dari tidurnya. Apalagi lengan berotot boneka itu memeluknya dengan hangat. Marsha menenggelamkan wajahnya pada dada bidang boneka teddy bear itu.

Tunggu!

Apa katanya tadi?

Lengan berotot?

Dada bidang?

Merasa ada yang janggal, Marsha mencoba membuka matanya yang sangat sulit untuk dibuka. Ia memaksa matanya terbuka hingga sebuah dada bidang seseorang menyapanya pagi ini. Marsha membulatkan matanya tak percaya. Ia langsung terduduk dari tidurnya, kemudian melihat ke dalam selimut tebal yang menyelimuti dirinya dan pria di sebelahnya itu.

Shit!

Matanya ternodai! Ia melihat tubuh polosnya dibalik selimut tebal itu. Begitu pula dengan tubuh pria di sebelahnya. Dengan gerakan lambat Marsha menuruni ranjang agar selimut itu tidak tersibak dari tubuhnya dan juga tubuh pria itu. Ia meraih pakaiannya dan memakainya. Saat Marsha hendak keluar dari kamar itu, ia dikejutkan dengan deringan ponsel. Ia menepuk keningnya pelan. Ia melupakan ponselnya.

Hans.

Marsha pun mengangkat panggilan itu.

"Kau dimana Marsha! Aku sudah menghubungimu sejak tadi." Suara Hans di seberang sana terdengar begitu kesal padanya.

"Aku...aku lagi di apartement!" Jawabnya cepat.

Terdengar Hans tengah tertawa disana.

"Apartement? Kalau begitu kau bisa keluar dari kamarmu yang kosong

itu?" Katanya setengah jengkel.

Marsha menegang di tempatnya. Itu berarti Hans sedang berada di apartementnya.

"Ah, apartement Starla." Jawabnya ragu.

"Kalau begitu cepatlah kemari. Aku menunggumu di lobby!" Katanya kemudian langsung memutus panggilan itu.

Marsha menghembuskan napasnya lega. Untungnya Hans mempercayainya, jika tidak ia tidak tahu apa yang akan managernya itu lakukan. Dan tiba-tiba saja terdengar suara lenguhan seseorang yang mengintrupsi lamunan Marsha. Ia lupa jika ia masih berada di dalam kamar bersama pria asing itu. Ia pun langsung kekuar dari kamar itu dan berlari secepat yang ia bisa.

Marsha merutuki dirinya yang begitu ceroboh. Bagaimana bisa ia menyerahkan mahkota berharganya kepada seseorang yang tidak ia kenal.

"Kau dalam masalah Marsha."

***

BRAKH!

Suara gebrakan meja mengejutkan semua orang yang berada di sebuah ruangan yang begitu besar nan luas. Saat ini mereka sedang mengadakan rapat untuk melakukan kerja sama terhadap De Rich Hotel yang akan dilaksanakan bersama pemilik hotel itu tiga hari lagi. Tapi penjelasan dari bawahannya sama sekali tidak menarik. Bahkan Alland menganggap jika laporan itu hanyalah sebuah laporan sampah. Melihat kemarahan Alland, Tiffany yang merupakan sekretarisnya menghampiri Alland takut-takut.

"Sir?" Panggilnya ragu.

Alland tak mengindahkan sekretarisnya itu. Ia mencampakkan kertas yang berada di atas mejanya ke lantai, hingga kertas itu berhamburan tanpa belas kasihan.

"Apa kalian sedang mempermainkanku?!"

"Maaf sir, tapi kami sudah memperbaiki laporan itu kemarin. Dan anda juga sudah menyetujuinya untuk dibahas di dalam rapat ini." Kata salah seorang bawahannya.

"Itu kemarin. Dan setelah aku melihatnya lagi, sama sekali tidak menarik. Semuanya terlihat seperti sampah!" Bentaknya marah.

"Maafkan kami sir."

"Aku memperkerjakan kalian bukan untuk sampah sialan itu!" Bentaknya sembari menunjuk lembaran kertas yang berhamburan dengan telunjuknya.

"Akan kami perbaiki secepatnya sir."

"Aku tunggu besok pagi!" Katanya tak terbantahkan. Kemudian Alland pun berjalan dengan langkah lebarnya meninggalkan ruangan rapat.

"Jangan mengikutiku." Sarkasnya lagi pada Tiffany sekretarisnya yang sedari tadi mengekorinya dari belakang.

Tiffany menunduk hormat, kemudian berbelok ke sebelah kanan untuk tidak mengikuti Alland lagi.

"Menyebalkan!" Ketusnya kesal.

Alland menendang dengan kuat pintu ruangan kerjanya. Tidak peduli pintu itu akan rusak atau pun hancur. Amarahnya masih saja menyelimuti Alland saat ini. Sejak kejadian pagi itu Alland benar-benar tidak bisa mengontrol emosinya.

Bagaimana tidak? Saat Alland terbangun dari tidurnya ia hanya mendapati dirinya sendirian terbaring di atas ranjang tanpa busana. Bukan itu yang membuatnya marah, tetapi karena wanita sialan itu meninggalkannya. Ingat, meninggalkannya! Dan itu untuk pertama kalinya Alland ditinggal oleh pasangan one night standnya. Biasanya Allandlah yang meninggalkan mereka, bukan malah sebaliknya.

Dan yang membuat Alland menjadi sangat marah, ia mengingat jelas kejadian malam itu tanpa terlupakan barang satu moment pun. Ia mengingat jika ia melupakan pengamannya. Itu bukanlah sih perfect Alland yang tidak pernah melakukan hal seceroboh itu. Kutukan Christo dan Anderson ternyata begitu ampuh. Alland mengacak rambutnya dengan frustasi.

Bagaimana jika wanita itu mengandung anaknya?

Atau, bagaimana jika wanita itu melaporkannya dan membuat berita bahwa ia telah bermalam bersamanya?

Pikiran itu selalu saja bersarang di kepala Alland. Ia tidak ingin karirnya hancur hanya karena wanita yang mengadu jika ia mengandung anaknya. Itu tidak lucu. Ditambah Alland juga tidak mengetahui nama wanita itu. Ia tidak tahu harus mencari wanita itu kemana untuk memastikan pemikiran gilanya.

"Wanita sialan!" Pekiknya frustasi.

Alland pun mendudukkan dirinya di kursi kebesarannya. Menyenderkan kepalanya sembari mendongak ke langit-langit ruangannya. Ia memejamkan matanya untuk mencoba menenangkan dirinya.

Saat Alland memejamkan matanya, kejadian malam itu kembali berputar dengan sangat jelas di kepalanya. Bagaikan menonton film, Alland mampu melihat dirinya yang begitu ganas menerkam wanita itu. Wanita yang tidak ia ketahui namanya memanggil dan bahkan mendesahkan namanya. Shit. Alland bisa gila hanya karena memikirkan wanita itu.

Siapa sebenarnya wanita itu? Mengapa ia tidak bisa mengusir wajah dan kenangan singkat mereka dari kepalanya? Ini untuk pertama kalinya juga bagi Alland begitu merasa frustasi hanya karena seorang wanita malamnya. Ia tidak menyangka kenangan yang hanya terjadi semalaman itu sungguh menyiksanya.

Alland meraih ponselnya kemudian menekan beberapa nomor dan menelpon seseorang disana.

"Aku ingin kau mencari seseorang untukku." Katanya ketika sambungan telepon itu diangkat.

"Beritahu aku namanya dan kau akan segera mendapatkan informasi tentangnya sir."

Alland menggeram marah. "Kau tidak perlu tahu namanya! Cari saja wanita yang mengunjungi A'lisy Club kemarin malam. Setelah itu laporkan padaku!" Perintahnya.

"Tapi sir akan sangat sulit menemukan wanita yang kau cari. Semalam club itu dikunjungi banyak wanita malam karena kehadiranmu yang mendadak menjadi tamu istimewa." Jawab orang disebrang sana kembali membuat Alland menggeram marah.

"Aku tidak mau tahu! Kau harus bisa menemukan wanita yang aku cari. Laporkan segera!" Perintahnya tak terbantahkan dan langsung memutuskan telepon itu secara sepihak sembari mengacak rambutnya dengan frustasi.

"Kau akan kutemukan!"