Chapter 2 - PART 1

Marsha merebahkan kepalanya di atas meja kayu yang terletak di ruang tengah rumah sahabatnya. Mungkin untuk beberapa waktu ke depan ia akan mengungsi ke rumah sahabatnya ini. Marsha masih tidak bisa percaya dengan apa yang terjadi kepadanya. Kenzo benar-benar kejam terhadapnya. Sudah lebih dari satu jam yang lalu, Marsha tak henti-hentinya mengeluarkan air matanya. Menangisi pria brengsek seperti Kenzo.

"Sudahlah Marsh, kau sudah menangis sejak tadi. Lihatlah, matamu membengkak." Kata Starla yang kembali menyodorkan sekotak tissue. Marsha bahkan sudah menghabiskan empat kotak tissue dalam waktu satu jam.

Marsha menggeleng lemah. "Kenzo sialan. Mengapa dia tega melakukan ini padaku. Aku terlanjur mencintainya Starla, aku mencintai pria brengsek itu." Lirih Marsha dengan suara yang terdengar begitu memilukan. Bahkan ia berbicara dengan bibir yang bergetar.

Hana yang sedari tadi menemani Marsha bersama Starla melihat sahabatnya itu dengan pilu. Marsha bukanlah tipe wanita yang lemah dan mudah menangis. Ia tidak akan tergoyahkan dengan apa pun itu, Marsha terlalu pemberani dan kuat. Tapi jika hal itu menyangkut seseorang yang ia cintai, semua kekuatan Marsha terasa seperti tersedot habis. Ia menjadi wanita yang lemah nan rapuh. Terlihat seperti saat ini dimana ia masih saja menangisi Kenzo.

"Bukan hanya dia pria di dunia ini. Kau bisa mendapatkan yang lebih baik Marsh." Kata Hana mencoba menghibur.

"Aku hanya mencintainya." Isak Marsha.

Starla dan Hana saling menukar pandangan mereka. Semua kalimat penghiburan yang mereka lontarkan untuk membujuk Marsha berhenti menangis tidak mempan sama sekali. Mereka kehabisan kalimat untuk membujuk Marsha yang masih saja menangis.

"Kau tidak bisa terus seperti ini!" Pekikan keras Starla membuat Marsha maupun Hana terlonjak kaget. Hana melayangkan tatapan tajamnya kepada Starla untuk mengingatkan wanita itu supaya tidak bertindak lebih jauh. Hana sangat mengetahui Starla. Sifat sahabatnya itu tidak jauh dari Marsha yang bisa dikatakan si gila yang pemberani.

"Starla tenang. Jangan mempersulitnya." Peringat Hana.

"Tidak lagi Han. Marsha sudah menderita karena sih brengsek itu. Aku tidak akan membuatnya tertawa bahagia disana melihat keaadan Marsha!" Katanya penuh tekad.

Marsha menatap Starla datar sembari menyeka sisa air matanya dengan kasar.

"Apa yang kau rencanakan?" Tanya Hana was-was.

Starla tersenyum misterius. "Malam ini A'lisy Club kedatangan tamu istimewa." Katanya sembari menunjukkan sebuah berita melalui ponselnya.

Hana menggelengkan kepalanya cepat. "Kau gila Starla. Itu tidak akan membantu. Wartawan sedang gencar mencari Marsha, mereka bisa saja menemukan Marsha disana." Kata Hana.

"Tamu istimewa yang kumaksud itu tidak menyukai wartawan. Bisa kujamin jika Marsha akan aman."

"Memangnya siapa dia?"

Starla mengedikkan bahunya. "Tidak tahu. Jika kau penasaran kita bisa menemuinya langsung." Katanya sembari tersenyum miring.

"Terlalu berisiko Star."

"Kita akan pergi." Suara Marsha terdengar begitu saja yang mengejutkan kedua sahabatnya. Bahkan Hana membuka mulutnya lebar tak percaya.

"Itu tidak membantu Marsha."

"Mungkin akan membantu."

"Tapi--"

"Malam ini kita kesana!" Tegasnya tak terbantahkan lagi.

Hana menghelakan nafasnya kasar, kemudian melayangkan tatapan tajamnya kepada Starla yang sedang menunjukkan senyuman lebarnya.

"Gara-gara kau!"

*****

Suara ketikan keyboard terdengar memenuhi setiap sudut ruangan yang hanya dihuni oleh seorang pria saja. Pria itu tengah sibuk mengetikkan sesuatu di dalam laptopnya, hingga sebuah suara mengintrupsi kegiatannya. Suara yang begitu berisik yang berasal dari luar ruangannya. Ia pun beranjak dari kursinya dan berjalan keluar dari ruangannya.

"Ada apa ini?" Tanya pria itu dingin.

Diluar ruangan, ia dapat melihat dua orang sahabat lamanya tengah berdebat dengan sekretarisnya.

"Maaf Sir, mereka memaksa masuk ke ruangan anda dan menyebabkan keributan." Kata sekretarisnya itu sembari menunduk hormat.

"Biarkan saja, mereka temanku." Katanya, kemudian kembali masuk ke dalam ruangannya.

Keduanya pun mendongakkan kepalanya ponggah kepada sekretaris itu dengan sombong. Menunjukkan jika mereka memiliki akses untuk masuk ke ruangan itu tanpa perlu membuat janji terlebih dahulu.

"Ternyata tempat ini yang kau gunakan untuk bersembunyi." Celetuk Anderson sembari mendaratkan bokongnya di sofa yang empuk.

"Dan kau selalu saja membuat alasan untuk menolak ajakan kami untuk berkumpul." Kata Christo menambahi.

"Aku sibuk."

"Tidak malam ini Alland." Sambar Anderson cepat membuat Alland menatapnya datar, menunggu jawaban.

"Kita akan ke A'Lisy Club. Dan kau tidak bisa menolaknya." Lanjut Anderson.

Alland melayangkan tatapan tajamnya yang terlihat tak suka atas apa yang baru saja dikatakan Anderson. Begitulah kedua sahabatnya, selalu melakukan sesuatu hal sesuka hati mereka tanpa memberitahukannya terlebih dahulu.

"Aku tidak bisa."

"Sudah kukatakan kau tidak bisa menolaknya." Kata Anderson.

Christo menganggukkan kepalanya menegaskan. "Kau tidak akan menyesal Al. Malam ini akan menjadi luar biasa." Katanya mencoba membuat Alland menyetujui untuk ikut dengan mereka.

"Memangnya ada apa?"

Anderson menyeringai. "Katakan pada pria sibuk ini Chris."

"Zevanya akan datang malam nanti." Kata Christo memberitahu.

Alland mengernyitkan keningnya bingung. "Zevanya?" Ulangnya.

"Kau lupa? Wanita yang kau ajak bercinta minggu lalu di party." Kata Christo lagi. Ia tidak mengerti dengan sahabat lamanya ini. Mengapa bisa ia melupakan wanita yang ia tiduri.

"Aku tidak tahu namanya." Jawab Alland dengan santai.

Memang begitulah kebiasaan Alland. Ia selalu bermain-main dengan wanita tanpa perlu repot menanyakan atau pun mengingat nama wanita itu. Karena diberitahu pun besoknya ia akan lupa nama wanita itu.

Christo dan Anderson menggelengkan kepala mereka heran. Mengapa mereka bisa memiliki sahabat seperti Alland. Ya, memang ketampanan Alland tak terbantahkan. Tapi itu bukan alasan untuk mempermainkan seluruh wanita di muka bumi ini dengan sesuka hatinya.

"Padahal dia sudah menyukaimu. Dia selalu menanyai keadaanmu padaku." Kata Anderson memberitahu.

"Kau mengenalnya?"

"Tidak. Dia hanya seorang teman dari teman kerjaku, tapi kudengar dia anak dari Zanska Corp." Jawab Anderson.

Alland mengangguk singkat.

"Kami akan menunggumu di bawah. Jangan berharap kau bisa kabur kali ini." Kata Christo memperingatkan.

Alland mendengus kasar. "Aku bisa pergi sendiri." Katanya tak suka dengan perlakuan sahabatnya itu.

"Dan membiarkanmu kabur?"

"Kau bisa mengambil koleksi mobilku kalau aku berniat kabur." Kata Alland membuat Christo tersenyum senang.

"Kuharap kau memilih kabur Al." Katanya sembari terkekeh.

"Tidak kali ini." Katanya membuat Christo mendengus kesal.

"Ah, kau tidak seru. Yasudah aku harus pergi. Ada sesuatu yang harus aku kerjakan terlebih dahulu." Katanya berpamitan.

"Jangan lupa membeli pengamanmu." Goda Alland sembari tersenyum geli. Christo melayangkan tatapan tajamnya.

"Sialan!" Umpatnya kasar.

Dari mereka bertiga memang Christo yang paling ceroboh. Ia selalu membawa wanita yang ia jumpai di club untuk tidur bersamanya, tapi kadang kala Christo melupakan pengamannya. Dan saat itulah ia meminta Anderson maupun Alland untuk membawakan satu untuknya, tapi keduanya tidak pernah datang untuk membantunya. Itulah mengapa terkadang Christo tidak sampai berbuat sejauh itu terhadap wanita yang ia temui. Ia tidak akan seceroboh itu.

"Kau juga. Aku bisa lihat kau akan kembali membawa Zevanya ke kamar." Goda Anderson pula. Alland tersenyum sinis.

"Aku tidak seceroboh dia." Katanya kembali menggoda Christo. Karena memang Alland tidak pernah melupakan benda penting itu.

Christo mengepalkan kedua tangannya kesal. "Aku bersumpah kau akan menyesal telah mengataiku. Tidurlah bersama wanita jalangmu tanpa pengaman!" Bentaknya kemudian pergi meninggalkan ruangan Alland. Anderson dan Alland tertawa puas melihat kemarahan Christo, selalu seperti itu.

"Itu mustahil." Kata Alland yang sudah menghentikan tawanya.

"Aku harap kau bisa merasakan kesusahan Chris, Al. Menahan nafsumu untuk tidur bersama karena melupakan pengamanmu." Kata Anderson.

Alland kembali tersenyum sinis. "Tidak mungkin. Terlalu ceroboh seperti Christo bukanlah diriku." Katanya sembari melemparkan sekotak pada Anderson.

"Kau selalu membawanya?!" Pekik Anderson tak percaya.

"Sudah kukatakan tak mungkin bukan?" Katanya dengan bangga.

Anderson berdecak kagum dibuatnya. "Kau memang sih perfect Alland."

"Yeah, that's me."

*****