Aldy membawa Rea pulang dalam keadaan mabuk dan tak sadarkan diri. Hal itu terus berulang selama beberapa minggu terakhir ini.
Aldy sudah coba menasehati Rea, dia takut kebiasaan buruk ini akan berdampak buruk pada kesehatan Rea ke depannya.
Tapi sepertinya Rea tidak mendengarkan perkataan Aldy, dia terus saja minum dengan Ferdinan sampai mabuk seperti saat ini.
Kalau sudah mabuk begini, biasanya Ferdinan akan menelpon Aldy untuk menjemput Rea dan membawanya pulang ke rumah.
Tok tok tok!!
"Ya, siapa?"
"Ini Aldy Tante."
"Hai Aldy ada apa Nak?"
"Aku mengantar Rea pulang. Sepertinya dia sangat kelelahan. Rea tertidur di mobilku dengan sangat pulas."
"Wah, anak ini! Merepotkanmu terus! Maaf ya Al, kau bangunkan saja dia. Biar dia jalan sendiri ke kamarnya."
"Jangan Tante! Jangan bangunkan Rea. Dia lelah, biar Aldy gendong dia ke kamar. Sepertinya Rea butuh istirahat yang banyak."
"Terimakasih banyak Al. Karena kamu Rea selalu beruntung. Coba kalau tak ada kamu, mungkin saja dia sudah ketiduran di kantornya."
"Sama-sama Tante, Rea juga pacarku. Dia juga tanggung jawabku."
Aldy menggendong tubuh Rea ke dalam kamar. Kemudian menidurkannya di atas kasur milik Rea. Aldy mencopot sepatu Rea juga menyelimutinya.
Tak ketinggalan, saat Aldy akan beralih dari kamarnya. Dia mencium kening Rea dengan lembut. Kemudian mengusap pipi lembut milik Rea.
Aldy keluar dari kamar Rea dan ijin kepada Mama Rea untuk pulang. Mama Rea kembali berterima kasih kepada Aldy.
"Terimakasih banyak ya Al. Merepotkan terus setiap hari."
"Jangan berterimakasih terus Tante, aku tidak melakukan apa pun."
"Hahaha..., baiklah. Apa kamu tidak mau makan dulu?"
"Tadi sudah makan di luar Tante."
"Oh ya sudah, hati-hati ya Al."
"Ya Tante, selamat malam."
Aldy pulang dari rumah Rea. Dia masuk ke dalam mobilnya. Sebelum dia pergi dari sana, dia termenung memikirkan Rea.
"Apa yang sebenarnya terjadi pada Rea? Kenapa dia jadi seperti ini? Aku yakin ada yang mengganggu pikirannya, apa dia masih marah perihal malam itu? Apa dia melihat sesuatu malam itu? Apa ada hal yang ia sembunyikan dariku," batin Aldy.
Dalam benak Aldy banyak pertanyaan yang mengganjal. Rea benar-benar tak mau mengatakan hal apapun juga pada Aldy. Aldy bahkan tidak tahu kalau Rea marah atau tidak padanya.
Karena tak menemukan jawabannya, akhirnya Aldy pergi dari rumah Rea. Dia memutar kemudinya dan tancap gas untuk segera pulang ke rumahnya.
***
Pagi hari tiba, Rea terbangun dengan kepala yang masih pusing dan sangat berat. Perlahan dia melihat matahari sudah masuk melalui celah jendela kamarnya. Tangan Rea meraba atas nakas tempat tidurnya.
Dia mencari ponsel miliknya, dia ingin melihat sudah pukul berapa saat ini. Tapi sayang, belum sempat tangan itu berhasil meraih ponsel miliknya, lambungnya sudah bergejolak ingin mengeluarkan sesuatu lewat tenggorokannya.
Rea merasakan dia ingin muntah. Dalam kondisi kepala yang masih pusing, Rea segera berlari menuju toilet yang ada di dalam kamarnya.
Dia muntahkan semua isi dalam lambungnya yang sedari tadi berdemo meminta dikeluarkan. Beberapa kali, dia berkumur-kumur dan mencuci wajahnya setelah dia berhasil memuntahkan semua isi perutnya itu.
Rea bersandar pada dinding wastafel kamarnya. Napasnya masih terengah-engah akibat dari ia mabuk semalam itu. Sudah beberapa kali dia melakukan hal yang sama seperti ini bersama Ferdian sahabatnya.
Jika dia sedang galau, pikirannya kacau dia pasti selalu menghubungi Ferdian dan mengajak sahabat setianya itu untuk minum bersamanya.
Setelah hal itu mereka lakukan, akan terjadi hal pengulangan seperti yang saat ini sedang dia rasakan. Kepala yang sangat berat dan pusing, perut yang bergejolak dan mual. Serta muntah yang tiada henti.
Tapi meskipun hal itu terus terjadi, Rea tetap tak mau menghentikan kebiasaan buruknya bersama Ferdian itu.
Tok tok tok!!!
"Rea, apa kau sudah bangun Nak? Mama takut kau terlambat ke kantor."
Rea membasuh wajahnya sekali lagi, setelah dia bercermin dan merapikan rambutnya, Rea berjalan menuju pintu kamar dan membukanya.
"Mama, aku sudah bangun. Tenang saja, aku akan mandi dan bersiap lebih dulu, baru setelah itu aku akan menyusul ke meja makan untuk sarapan."
Mama Rea tersenyum melihat putrinya itu. Dia mengusap rambut Rea dengan penuh kasih sayang lalu berbicara dengan lembut padanya.
"Baiklah sayang, cepat mandi dan bersiap. Mama akan menyiapkan sarapan untukmu. Oh iya, semalam lagi-lagi kau menyusahkan Aldy."
"Maksud Mama?"
"Seperti sebelumnya, Aldy mengantarmu pulang ke rumah. Lucunya kau selalu tidur, saat dia mengantarmu pulang. Apa kau terlalu lelah dengan pekerjaanmu di kantor? Sampai kau tertidur sangat pulas dan Aldy harus menggendongmu ke kamar."
"Oh ya Ma, aku memang terlalu lelah. Belakangan ini pekerjaanku sedang sangat menumpuk di kantor. Setiap Aldy menjemputku di kantor, aku sudah mengantuk dan akhirnya ketiduran di mobilnya."
"Kau harus berterimakasih pada Aldy Rea sayang. Karena kalau bukan dia yang mengantarmu pulang, kau pasti sudah tidur di jalanan."
Rea tersenyum mendengar perkataan Mamanya. Dia mengangguk dan berjanji akan melakukan apa yang diperintahkan oleh Mamanya itu.
"Baik Ma, nanti kalau Aldy menjemput Rea usahakan agar tidak ketiduran lagi. Rea juga akan mengucapkan terimakasih padanya. Karena dia sudah mau menjaga Rea sampai Rea tiba dengan selamat di rumah."
Mama Rea tersenyum kemudian pergi dari hadapan Rea. Dia melanjutkan pekerjaannya di dapur untuk menyiapkan sarapan untuk Rea dan Papanya.
Sedangkan Rea masuk kembali ke dalam kamarnya, kemudian menutup pintu dengan perlahan. Rea diam mematung di balik pintu kamarnya yang sudah tertutup itu.
Dari sudut matanya keluar bulir bening yang membasahi pipinya. Satu dua bulir itu, semakin lama semakin deras saja keluar dari matanya.
Rea berusaha mengusap bulir bening itu, dengan menyekanya memakai punggung tangannya. Namun tetap saja, bulir bening itu bukannya berhenti malah semakin bertambah deras.
Rea mengambil handuk dan masuk ke dalam kamar mandi. Dia berdiri di bawah pancuran shower untuk menyamarkan tangisannya tadi.
"Rea, kenapa matamu sedikit sembab?"
"Tak apa Ma, mungkin karena kelelahan dan terlalu banyak tidur jadi mataku sembab."
"Kau tidak habis menangis kan?"
"Tidak, Ma. Untuk apa menangis? Seperti anak kecil saja."
"Ya sudah, habiskan sarapanmu dulu sebelum kau berangkat kerja. Jangan lembur lagi, minta ijin pada bosmu untuk pulang lebih awal. Kau harus beristirahat, kau terlihat sangat lelah dan tak bersemangat."
Rea memaksa tertawa, dia tak ingin Mamanya tahu perihal kesedihannya. Dia berusaha menutupi kesedihannya itu.
"Mama please, aku sudah dewasa. Mama tak perlu khawatir lagi dengan keadaanku. Masalah pekerjaan yang sedang menumpuk di kantor, itu sudah menjadi tugasku. Kewajibanku adalah untuk menyelesaikan semua pekerjaan itu."
"Baiklah kalau kau tetap berkeras. Mama menyerahkan semuanya kepadamu. Mama hanya tak mau kau terlalu memforsir tenagamu untuk bekerja. Mama tak ingin melihatmu sakit. Mama yakin Aldy juga pasti memikirkan hal yang sama dengan Mama."
"Tak perlu membahas tentang Aldy dihari sepagi ini Ma. Aku mohon Mama juga tak perlu memberitahukan masalah pekerjaanku yang sedang menumpuk ini kepada Aldy. Dia baru saja lulus dan baru menikmati pekerjaan barunya. Aku tak ingin dia repot memikirkan aku."
Setelah mengatakan hal itu, Rea pamit pergi bekerja kepada Mamanya. Dia berangkat ke kantor dengan hati dan pikiran yang masih sangat kacau.