Rea memasuki rumahnya sambil menangkup bibirnya agar isakannya tidak terdengar oleh Mamanya. Ia bahkan segera berlalu ke dalam kamarnya saat berpapasan dan ia juga sengaja mengabaikan pertanyaan Mamanya.
Hati Rea sangat sakit dan nyeri sekali. Mengapa saat ia telah percaya dan menyerahkan hatinya untuk seorang pria, pria itu malah kembali mengecewakannya?
Butuh waktu lama sekali untuk Rea menetapkan hati setelah peristiwa tragisnya dengan Hans. Dan saat semua sudah bisa Rea lupakan dan benar-benar bisa menerima pria lain di dalam hatinya, Rea malah kembali harus merasa tersakiti.
Apakah Tuhan tak mengijinkan Rea untuk bahagia? Apakah tidak ada pria yang bisa tulus mencintai dan menjaga perasaanya?
Rea bahkan sedikit membanting pintu kamarnya saat ia telah melangkah masuk ke dalam kamar. Perasaannya kacau dan tak keruan. Ia marah, sedih dan juga kecewa.
Mengapa kekasihnya itu memeluk gadis lain?
Terlebih gadis itu ternyata masih di cintai oleh kekasihnya—Aldy—hingga hari ini. Mungkin benar apa yang selama ini orang katakan bahwa cinta pertama adalah cinta yang paling berkesan, selalu di kenang dan tidak pernah mati untuk seorang laki-laki. Dan itulah yang terjadi pada kekasih Rea. Aldy masih menyimpan perasaan pada cinta pertamanya itu padahal sekarang Aldy telah memiliki Rea.
Mungkin sudut pandang pria akan berbeda dengan sudut pandang wanita soal cinta pertama mereka. Namun, tetap saja sebagai seorang kekasih Rea pasti akan sangat marah dan cemburu, kan?
Ini juga membuat Rea sedikit meragukan perasaan dan keseriusan Aldy dengannya. Baru berpacaran saja Aldy tak bisa menjaga perasaan Rea. Padahal seharusnya Aldy bisa mengabaikan cinta pertamanya itu dan terus berjalan lurus demi Rea. Tapi, Aldy tak sanggup melakukannya. Pria ini malah lemah dan seolah lupa jika Rea lebih berhak ia perjuangkan di banding cinta pertamanya itu—Angel.
Bukankah Angel adalah masa lalu dan Rea adalah masa depannya? Atau ada urusan di masa lalu yang belum Aldy selesaikan dengan Angel sehingga rasa penasarannya masih tinggi dengan gadis itu?
Rea membiarkan tubuhnya terguyur air yang keluar dari shower yang terus menyala di atasnya. Rea terus menangis meraung sambil memeluk kedua lututnya. Ia bahkan tak lagi peduli jika sekarang tubuhnya sudah mulai pucat dan menggigil.
Rea tidak berlebihan saat bersikap seperti ini. Ia sudah sering sekali di buat sakit hati, terluka dan kecewa. Kepalanya benar-benar akan meledak sehingga ia pikir mungkin air yang keluar dari shower akan membantu mendinginkan pikirannya. Tapi, nyatanya air tak membantu apapun. Rea malah semakin merasa tersiksa.
Mengapa cinta sangat menyakitkan seperti ini? Dan mengapa semua pria itu brengsek?
"Kamu benar-benar telah menyakitiku, Al…," gumam Rea dengan suara bergetar karena sudah berada di bawah guyuran shower hampir satu jam.
Rea bahkan tak peduli jika esok hari ia akan sakit atau malah pingsan. Mungkin jika Rea sakit atau pingsan Aldy akan sadar dan menyesali perbuatannya.
Haha… memang bodoh kamu, Rea! Jangan menyiksa dirimu sendiri hanya karena seorang pria.
Untuk sejenak mungkin setan sedang mencoba mempengaruhi otak Rea. Namun, tak butuh waktu lama. Rea segera sadar bahwa menghukum Aldy dengan cara menyakiti dirinya sendiri adalah hal yang sungguh sangat merugikannya.
Cinta dan kebodohan harus benar-benar Rea pisahkan agar ia tak menyesal kelak.
Bukan begini cara menghukum seseorang yang telah menyakiti kita. Kita hanya harus bersikap tak acuh dan dingin agar orang yang menyakiti kita merasa bersalah sehingga terus mencari kita untuk meminta maaf. Buatlah orang itu amat sangat menyesal.
Setelah bertekad dalam hati dan mulai dapat berpikir waras dan positif, Rea akhirnya bangkit berdiri. Ia mengusap sisa air mulai dari atas kepala lalu turun ke wajah cantiknya. Rea juga menggerakkan tangannya untuk mematikan shower.
Rea meraih handuk lalu mulai mengusap tubuhnya hingga sisa-sisa air di tubuhnya mengering.
Rea juga mengganti pakaian basahnya dengan pakaian kering dan juga baru. Setelah menangis dan mengguyur tubuhnya dengan air, sejujurnya Rea sedikit merasa lega meski tak sepenuhnya lega. Ia masih saja merasa murung dan sesak di dada.
Rea duduk di pinggiran ranjangnya dengan mata menerawang sambil mengusap rambut basahnya dengan handuk, bermaksud mengeringkannya.
Rea bergerak untuk menatap jam dindingnya sejenak lalu setelah itu ia menghela napas.
"Pantas aku merasa lapar. Aku memang belum memakan apapun sedari tadi," gumam Rea dengan sangat lirih sambil mengusap lembut perut ratanya.
Kalian pasti akan berpikir Rea tidak akan makan dan malah memutuskan untuk tidur saja, kan?
Karena biasanya orang yang sedang sedih tidak akan merasa lapar sama sekali. Napsu makan mereka seolah lenyap di telan rasa sakit hati.
Tapi… kalian salah besar. Rea malah beranjak dan memutuskan keluar dari kamarnya untuk menuju ke dapur. Ia akan membuat mie instan berkuah dengan irisan cabai yang sangat banyak.
Bukankah galau juga butuh tenaga?