Chereads / Fake Friends for Future / Chapter 27 - Pasangan Kekasih

Chapter 27 - Pasangan Kekasih

"Aku hanya mencintai Rea dengan tulus dan ingin menjaganya saja. Apa aku salah jika aku mengejarnya?" ujar Aldy, membela dirinya dari tuduhan yang dilontarkan oleh Rega.

"Hans, Rega … apa kalian tidak melihat pada diri kalian masing-masing? Apa yang telah kalian lakukan pada Rea? Bukankah hubungan kalian dengan Rea berakhir karena satu wanita yang sama?" Ferdinan angkat bicara, sembari melirik pada Moza, yang kini hanya diam dengan perasaan yang sangat malu.

"Aldy," panggil Rea berbisik, menarik lengan kemeja Aldy.

"Iya?"

"Kita pacaran saja, dan segera lindungi aku."

Aldy menelan salivanya. Ia melirik pada Rea yang kini tengah menengadah melihatnya. Aldy tersenyum, ia menggenggam tangan Rea dan membawanya pergi dari kerumunan itu. Sementara Ferdinan masih berada di sana, berusaha melerai dua sahabat yang bertengkar itu.

Aldy membawa Rea menuju ke area parkir motor yang ada di kampusnya. Di sana sedang sepi, sepertinya itu menjadi tempat aman dan nyaman Aldy dan Rea untuk berbicara lebih bebas.

"Rea, bisa kamu katakan sekali lagi?" tanya Aldy, meminta Rea mengatakannya ulang.

"Katakan apa?" tanya Rea berpura-pura tidak tahu.

"Yang kamu bisikkan saat di kerumunan itu," jawab Aldy.

"Tidak ada pengulangan kata, Aldy …," tutur Rea terkekeh.

"Rea ...!" gerutu Aldy geram dengan Rea yang justru mengajaknya bercanda. "Kalau begitu, biar aku yang mengatakannya, bagaimana?"

Rea mengulum bibirnya, masih menatap mata Aldy lekat-lekat. Ia menunduk, menyerundukkan kepalanya pada dada Aldy, sepertinya Rea malu.

"Bagaimana? Maukah kau jadi kekasihku?" tanya Aldy, tidak segan memintanya kepada Rea.

"Aldy … hmmm …."

"Bilang iya sesusah itu, kah?"

Rea menengadah, ia mengernyit melihat Aldy.

"Iz! Iya, iya … aku mau jadi kekasihmu. Berhenti menggodaku seperti itu!"

Aldy terkekeh karena Rea yang terlihat malu-malu dengan pipi yang merona. Ia mendekat Rea dan memberikan kecupan di kening perempuan itu. Keduanya tersenyum, senang karena pada akhirnya status teman palsu itu akan menjadi masa depan bagi mereka.

***

Hubungan yang terlalu mulus tanpa masalah, membuat Aldy dan Rea hampir tidak pernah bertengkar ataupun dirundung permasalahan yang berat. Hingga keduanya selalu dicap sebagai pasangan yang teromantis di kampus.

"Aduh duh … pasangan Aldy dan Rea yang selalu nempel dan tidak bisa pisah ini lama-lama jadi kembar siam juga, ya …," cibir Ferdinan, selalu saja menggoda mereka. "Heran, dari hubungan masih teman, sahabat, hingga pacaran, tidak pernah lepas. Apakah ini yang dinamakan takdir?"

"Kamu … selalu saja menggangguku. Sejak aku masih berpacaran dengan Hans, Rega, lalu sekarang Aldy," gerutu Rea, tidak terima dengan cibiran dari Ferdinan.

"Tidak-tidak … aku tidak pernah mengganggumu dengan Rega. Karena itu hanyalah hubungan yang dijalankan dengan status palsu. Aku tahu, saat itu kamu hanya berusaha menjadikannya pelarian dari Hans, lalu kamu jatuh hati pada Aldy. Jadi kamu memilih untuk menerima Rega," jelas Ferdinan, ia lebih tahu tentang perasaan Rea.

"Ferdinan ini pakar cintanya Rea. Meski Rea mencurahkan isi hatinya hanya padaku, entah mengapa Ferdinan bisa mengetahuinya," sahut Grey, kini semakin akrab dengan Rea.

"Hmm ... sepertinya itu adalah kontak batin antara kamu dengan Ferdinan yang begitu kuat. Aku dan Rea menunggu undangan kalian usai wisuda nanti," balas Aldy, mengalihkannya menjadi membicarakan hubungan Ferdinan dengan Grey.

Rea, Ferdinan dan Grey yang hanya menyelesaikan studinya selama empat tahun, akan melangsungkan wisuda beberapa hari lagi. Sementara Aldy yang menjadi junior mereka masih harus menempuh perjalanan magangnya satu tahun ke depan.

***

Malam ini langit hanya memperlihatkan kegelapan tanpa hadirnya bintang yang kerap menerangi malam, menemani rembulan. Rea sedang duduk di teras rumah Aldy, bersama ibu Aldy yang sangat suka jika Rea memanggilnya ….

"Camer?"

"Iya, panggil ibu dengan sebutan 'Camer', calon mertua," jawab Ibu Aldy dengan senangnya. Bagaimana tidak, sejak awal mengenal Rea, ia sudah berharap perempuan itu bisa menjadi pasangan untuk anaknya kelak. "Dari semua perempuan yang menjadi teman Aldy hanya ada dua yang pernah ia kenalkan pada ibu. Angel dan kamu. Tapi ibu benar-benar bahagia jika kamu menjadi calon menantu ibu."

"Angel?"

"Iya. Angel itu teman Aldy sejak lama. Namun ia harus pindah ke luar negeri karena menjalani pengobatan rutin. Seharusnya ia sudah kembali, tapi ibu belum mendengar kabarnya lagi sejak ia pindah. Apalagi Aldy juga memutuskan untuk merantau saat sekolah. Lalu tiba-tiba ia meminta kembali. Dan anehnya lagi, saat kuliah di luar kota, ia lagi-lagi meminta untuk pindah dan kembali ke kota ini. Ternyata semua itu dilakukannya demi kamu, Rea," jelas Ibu Aldy, yang memang sejak awal sudah tahu kalau anaknya menyukai Rea.

Rea tersenyum, ia menunduk malu.

"Sudah tiga tahun hubungan kalian berjalan. Ibu tidak pernah mendengar ada masalah. Kamu sudah bekerja sekarang dan Aldy juga sebentar lagi akan wisuda. Sebaiknya kalian segera melanjutkan hubungan ke jenjang yang lebih serius, sebelum sesuatu yang tidak diinginkan terjadi. Apalagi sampai ada orang ketiga."

"Apa bisa begitu, Bu? Jika memang ada orang ketiga, bukankah memang lebih baik berpisah saja?"

"Hush! Jangan bicara sembarangan. Pokoknya, ibu menunggu kabar baiknya dari kalian. Oh iya, nanti jangan lupa ambil kebaya yang sudah ibu siapkan untuk wisuda Aldy lusa. Dan juga kamu harus berada di rumah dari pagi saat acara minggu depan."

"Tapi itu hari kerja, Bu. Rea akan datang saat pulang kerja. Yang pasti, saat hari wisuda Aldy, Rea akan menemaninya."

***

Rea duduk bersama orang tua Aldy yang sejak tadi menunggu acara hiburan selesai. Sementara Aldy masih duduk bersama teman-temannya di barisan mahasiswa yang mengenakan toga. Rea teringat kalau ia belum memiliki hadiah untuk sang kekasih dan memilih untuk pamit, membelikan bucket bunga untuk Aldy.

Rea teringat pada bucket bunga yang diberikan oleh Aldy untuknya tahun lalu, dan kini ia melihatnya lagi. Namun saat Rea hendak mengambilnya, tangan seorang perempuan telah meraih bucket bunga itu lebih dulu.

"Yang ini berapa, ya?" tanya perempuan itu dengan nada suara yang sangat lembut.

Si penjual memberitahu harga bucket bunga yang mulanya hendak dibeli oleh Rea. Bahkan si penjual juga menawarkan untuk memberikan tulisan di kartu ucapan untuk bucket bunga tersebut.

"Kau telah berhasil tanpa aku. Selamat Wisuda Aldy. Dari Angelica."

Deg!

Rea merubah raut wajahnya ketika mendengar nama kekasihnya disebut oleh perempuan yang menyebut dirinya adalah Angel.

Ia menoleh pada perempuan itu, tidak ingin salah menerka. Sayangnya, Rea tidak tahu bagaimana rupa Angel yang pernah dimaksud oleh Ibu Aldy.

"Pak, tolong buatkan ucapan di kartu untuk bucket ini," ujar Rea menyela.

"Mau ditulis apa?"

"Selamat Aldy. Dari aku yang menunggu lamaranmu. Rea."