Bryan melihat sebentar sekelilingnya sebelum berjalan masuk ke dalam gedung. Dia tidak perlu berjalan jauh untuk mencari meja informasi yang berada memang di lobi depan. Semua yang melihat dan berpapasan dengan Bryan pasti berhenti dan menoleh. Seorang petugas di meja informasi langsung bangun begitu melihat Bryan mendekati meja. Ketika sampai di depan meja ia membuka kacamata dan tersenyum pada petugas wanita itu.
"Ada yang bisa dibantu Pak?" ujar petugas itu dengan senyum yang lebih sumringah dari biasanya. Mungkin setiap hari dia bosan melihat profesor tua dan membosankan hilir mudik tapi hari ini ia melihat model majalah pria tersenyum padanya tepat di depan mejanya.
"Saya mencari mahasiswi yang sedang ujian akhir hari ini namanya Deanisa Melody Harfa," jawab Bryan ramah.
"Oh Deanisa, sedang ujian di ruang 4," jawabnya sambil tersenyum.
"Tapi anda tidak boleh masuk, takut mengganggu jalannya sidang. Silahkan menunggu di ruang tunggu," ujarnya genit sambil menunjuk sofa di dekat meja informasi. Bryan membalas senyuman dan menuju sofa yang dimaksud. Ia duduk dan beberapa bodyguardnya ada yang berdiri di dekat Bryan dan beberapa berada diluar gedung.
Sambil menunggu Bryan mengeluarkan ponsel dan sibuk dengannya. Sementara sepasang mata dari balik topi pet dan kemeja kotak kotak memperhatikan gerak gerik Bryan yang terlihat dari pintu kaca yang terbuka, ia sempat mengambil beberapa foto. Tidak ada yang menyadari.
Tak lama kemudian terdengar suara teman teman Nisa. Lorong tempat beberapa ruangan ujian mulai agak riuh oleh beberapa suara mahasiswa yang telah menyelesaikan ujian nya. Suara Nisa mulai terdengar, sepertinya beberapa orang temannya sedang menyelamatinya. Melihat sosok Nisa mulai keluar dari lorong ruangan ujian nya, Bryan bangkit dari sofa membawa buket bunga untuk berjalan ke hadapan Nisa.
Sementara di dalam, Nisa baru saja menyelesaikan ujian akhir tesis nya dengan baik. Setelah bersalaman dengan seluruh dosen penguji, ia membungkukkan diri memberi salam mengucapkan terima kasih dan keluar dari ruangan.
Beberapa teman seperti Sally, Nora dan Revan sudah juga menyelesaikan ujian mereka. Mereka saling berpelukan dengan amat bahagia, betapa leganya sudah menyelesaikan kuliah. Rasanya ia ingin menangis sangkin bahagianya. Andai Ibunya Rita Harfa masih hidup ia pasti datang menungguinya ujian akhir seperti yang ia lakukan saat ujian skripsi nya dulu.
Setelah berbagi sekilas pengalaman di dalam, mereka pun berjalan keluar sambil menenteng berkas revisi masing-masing. Masih terus bercerita dan berjalan tiba-tiba teman-teman Nisa berhenti. Nisa ikut berhenti lalu terkejut saat ikut melihat ke depan. Mata Nisa spontan membesar. Apa yang dia lakukan disini? Kenapa dia bisa disini?
Nisa tak sadar membuka sedikit mulut dengan bengong karena amat terkejut. Bryan terlihat tengah membawa buket bunga dengan senyuman yang lebar. Aku baru sadar ketika disikut Sally saat melihat Kakak tirinya itu berjalan ke depan mereka.
"Apa yang Kakak lakukan disini?" tanya Nis aberusaha berbisik tapi suaranya terlalu besar. Kedua teman Nisa langsung melihat ke arahnya dengan mata terbuka lebar
"Congrats... Nisa!" ujar Bryan hampir keceplosan memanggil nama Snowflakes untuk Nisa. Nisa menarik napas lega karena Bryan tidak keceplosan di depan teman temannya. Nisa jadi mengigit bibir bawahnya karena gugup
'Apa yang harus aku katakan?' tanya Nisa dalam hatinya. Bryan lalu memberikan buket bunga yang cantik sekali untuknya. Dan tanpa sadar ia menerimanya.
Nisa masih bengong ketika Sally berbisik dan bertanya "siapa?". Nisa langsung tau jika Sally pasti minta dikenalkan. Ia melihat pada kedua teman wanitanya memandang Bryan seperti melihat seorang pangeran dan Revan temannya yang lain sudah senyum senyum melihat tingkah Nora dan Sally.
"Ini... Bryan Alexander, dia atasan Nisa, sekarang," ujar Nisa menjelaskan pda teman-temannya siapa Bryan menaikkan alisnya dan tersenyum tipis. Tidak ada satupun dari teman kampus Nisa yang mengetahui jika ia adalah anak tiri Hans Alexander. Hanya teman teman SMP yang mengetahui pernikahan Ibunya dan Hans.
Bryan masih tersenyum pada teman-teman Nisa dan menjabat satu persatu tangan mereka. Karena terlalu terkesima, salah satu teman Nisa yaitu Nora bahkan lupa menyebut namanya. Deanisa benar-benar tidak menyangka jika Bryan bisa datang memberinya bunga di akhir ujian. Ia jadi sedikit terharu tapi rasa tidak suka nya pada Bryan masih lebih besar.
Nisa lalu menarik lengan Bryan untuk bicara dan menjauh dari teman-temannya. Nora dan Sally terlihat sedang bisik=bisik tentang Bryan sementara Nisa tengah menarik Bryan bersamanya. Nisa harus mengakui jika Bryan terlihat lebih tampan dengan penampilan barunya, rambutnya sudah dirapikan, tidak terlalu pendek tapi juga tidak terlalu panjang.
"Apa yang Kakak lakukan disini? Bukannya seharusnya kakak di kantor!" tanya Nisa setengah menghardik Bryan. Tapi ia malah tersenyum dan menunduk mendekatkan wajahnya pada Nisa.
"Kakak mau ngasih semangat dan selamat buat kamu Snowflakes karena kamu sudah melewati ujian dengan baik, gimana hasilnya bagus?" tanya Bryan sambil tersenyum. Jantung Nisa langsung berdetak tidak karuan saat Bryan memandangnya lekat seperti itu.
"Iya tapi..."
"Selamat Deanisa, nilai kamu bagus sekali!" tiba-tiba salah satu Dosen Nisa, Pak Ruli muncul dari belakang Bryan dan mengucapkan selamat pada Nisa. Dia salah satu dosen pembimbing sekaligus penguji Nisa pada sidang Tesis tadi. Nisa hanya melemparkan senyuman padanya. Bryan pun ikut menoleh dan Pak Ruli malah mendekati mereka. Dia memberi selamat pada Nisa lalu melihat pada Bryan.
"Ini..."
"Saya Bryan Alexander, atasan Deanisa," ujar Bryan sambil memberi jabat tangannya pada Pak Ruli.
"Oh saya Ruli Haryanto, Dosen Deanisa. Sebentar anda ini jika saya tidak salah CEO VanAlex Corp benar tidak?" Bryan tersenyum dan mengangguk.
"Iya, sekarang saya hanya berada di dewan direksi dan pemegang saham, saya memegang HG corp saat ini." Ruli tidak bisa menutupi rasa terkejutnya. Ia langsung heboh karena bertemu Bryan Alexander langsung.
"Wah Nisa kamu kenapa tidak cerita jika kamu kerja HG corp sekarang apa lagi atasan kamu Bryan Alexander. Maaf saya menulis disertasi tentang VanAlex ketika kuliah di US, saya sangat tertarik pada strategi marketing perkapalan VanAlex. Saya tidak menyangka bisa bertemu CEOnya langsung disini, wah suatu kehormatan!" ujar Ruli begitu antusias bertemu Bryan. ia memuji Bryan di depan Nisa yang langsung membuang muka. Ia merasa Bryan tidaklah sehebat itu.
"Terima kasih atas pujiannya," balas Bryan sekilas melirik Nisa yang memberinya delikan. Akhirnya Bryan dan Ruli malah asik mengobrol satu sama lain. Mereka mengacuhkan Deanisa yang juga berdiri disana cuma bisa bengong tau tau harus bagaimana menyela. Pada akhirnya Pak Ruli malah berencana mengundang Bryan untuk mengisi mata kuliah umum manajemen bisnis bulan depan. Ah yang benar saja, untung Nisa sudah selesai kuliah jadi tidak perlu mendengar bagaimana ia memuji dirinya sendiri di depan orang lain. Usai bersalaman dan Ruli pergi, Bryan kembali mendekati Nisa.
"Kita pergi sekarang, sudah jam makan siang!" uajr Bryan memberi perintah.
"Gak, Nisa mau pergi sendiri!" sahut Nisa dengan nada kesal.
"Snowflakes, kakak udah pesan tempat untuk kita."
"Terserah, Nisa gak mau!" Bryan tiba tiba menarik lengan Nisa dan berbisik di telinganya.
"Kalo kamu gak mau ikut kakak tinggal panggil nama kamu dan semua orang akan bertanya, kamu gak mau kan, kamu sudah janji gak mau ada skandal!" ancam Bryan dengan pandangan mata tajam pada Nisa.
"Sampai kapan Kakak akan berhenti ngancam Nisa!"
"Kakak ga mengancam kamu Snowflakes, tapi kita punya kesepakatan. Kamu turuti Kakak atau hubungan kita akan diketahui orang banyak."
Nisa benci sekali mendengar Bryan terus bisa mengancamnya. Ia kemudian mengajak Nisa untuk memberi tahu teman-temannya bahwa dia harus pergi. Nisa pun terpaksa menghampiri teman-teman kampusnya itu.
"Atasan lo kok ganteng banget sih Nisa, gimana cara lo kerja sama dia?" ujar Sally begitu dihampiri Nisa.
"Kalo gue udah pingsan tiap hari!" sahut Nora ikut menanggapi. Nisa tak mau menanggapi fangirling mereka terhadap Bryan. Ia langsung pamit karena Bryan sudah mendelik padanya.
"Aku mau pergi dulu, aku harus balik ke kantor, bye!" ketiga teman Nisa malah makin bengong saat melihat Nisa masuk ke mobil mewah bersama Bryan Alexander.
SALAH SATU SUDUT KAMPUS
"Aku sudah mendapatkan fotonya, dia bersama salah satu mahasiswi di kampus ini, aku akan kirim fotonya agar kita bisa cari tau siapa dia." Seorang pria bertopi bertopi dan berkemeja kotak-kotak dengan kamera di tangannya sedang menelepon dan memata-matai Bryan Alexander. Ia melapor dari balik earphone-nya.
Ia berhasil mendapatkan foto Nisa dan Bryan sedang berbicara dengan posisi berbisik seolah Bryan sedang mencium Nisa. Ia melihat lagi foto yang ia dapatkan dari sudut yang pas.
"Katakan pada Tuan Moretti, sepertinya Bryan Alexander memiliki kelemahan!".