"JANGAN MENDEKAT KAK!" kenapa dia tidak mendengarkanku. Dia menarik lenganku lalu mendorongku ke dinding.
"Cukup kamu membuatku menderita Nisa, aku tidak akan membiarkannya lagi!" Kak Bryan mundur lalu menunduk dan mengangkatku ke bahunya. Aahhh apa apaan ini, dia memukul bokongku dengan keras, rasanya sakit sekali.
"SHUT UP!!" dia berteriak sambil menggendongku ke atas. Tidak jangan kamar itu aku tidak mau ke kamarnya. Ah Tuhan tolong aku, mengapa tidak ada orang di rumah ini.
"PAPAAA... tolong Nisa!" aku terus berteriak. Itu Alisha mengapa dia hanya melihat saja sambil melambaikan tangan.
"Kak Alisha toolonnngg, AAHHH!!" aku dipukulnya lagi. Punggungku sudah sakit dan makin sakit. Aku terus menangis tapi dia tak melepaskanku sama sekali. Mencoba memohon sekali lagi dan ia hanya makin brutal. Dia memasukkan aku ke dalam kamarnya lagi seperti dulu. Tidak, Aku tidak mau dikurung disini, aku harus keluar!. Lalu aku di lemparnya seperti karung ke atas tempat tidurnya. Apa itu? mengapa tiba tiba ada tali dcitangannya apa dia akan mencekikku, dia akan membunuhku. Tidak, aku tidak mau mati! Dia mengikat kedua tangan dan kakiku secara terpisah di sudut tempat tidur. Aku terus meronta dan menangis, tanganku sakit sekali.
"Diam, kamu akan menikmatinya Sayang!" ujarnya dengan mata seperti Iblis. Ia sangat menakutkan, dia bilang dia mencintaiku, bukankah dia mencintaiku lalu mengapa dia menyakitiku.
"Jangan Kak, tolong jangan sakiti Nisa! Kakak bilang, Kakak gak akan menyakiti Nisa. Jangan Kak!" aku terus menangis dan memohon. Dia makin menyeringai senang, ia duduk di pinggulku lalu membuka kaosnya.
"Jangan Kak, Kakak bilang Kakak cinta sama Nisa, jangan sakiti Nisa!" aku mencoba bernegosiasi.
"Kamu pikir aku mencintaimu, hahaha... kamu terlalu naif sayang, aku mengatakan itu agar kamu jatuh ke pelukanku. Gak Nisa... aku cuma mau tubuhmu saja. Jangan pikir aku mencintaimu, Deanisa. Now you are mine!" aku berteriak ketika ia merobek bajuku. Dia menekanku dari atas, dia menghancurkan mahkotaku, ia menghancurkan aku.
"AAAHHHH!!" Nisa terduduk bangun dengan peluh dan napas setengah hidup. Ternyata itu cuma mimpi. Deanisa terbangun dari mimpi buruknya tentang Bryan. Dia spontan memeriksa seluruh tubuhnya sendiri, tidak ada tali. Dia juga tidak berada di kamarnya. Nisa langsung memegang wajahnya sendiri, tadi itu benar benar nyata. Rasanya punggungnya benar benar sakit.
Masih terengah dan Nisa mulai merasa tak nyaman pada tubuh bawahnya. Ah tidak, ternyata dia sedang datang bulan. Masih shock dan mencoba tenang dengan bernapas lebih teratur, Nisa bangun dan mencari pembalut di lemari lalu mengganti pakaiannya. Besok pasti ia pasti PMS, tapi ia berharap masih bisa ke kantor.
Biasanya Nisa akan menghabiskan hari pertamanya dengan tidur seharian karena dysminorrea. Pasalnya ia punya nyeri datang bulan yang lumayan mengganggu. Nisa mencoba tidur lagi tapi matanya tak mau langsung terpejam, perutnya pun mulai kram sampai ia harus bangun lagi mencari obat pereda nyeri agar bisa tertidur kembali.
Setiap pagi biasanya Nisa naik kendaraan umum seperti bus ke kantornya, tapi hari ini ia memesan taksi online. Ia takut tidak sanggup berjalan jika naik kendaraan umum. Karena keadaannya, ia memakai celana panjang hitam dan blouse babydoll lengan pendek. Nisa juga menguncir rambutnya ke atas.
Karena mulai tidak nyaman, Nisa hanya sarapan roti saja. Perutnya terus mual dan mulai kram. Rasanya ia hanya ingin tiduran di rumah saja, tapi hari ini ada meeting dengan klien baru dan penentuan pemenang tender. Ia harus hadir karena Bram sudah resmi meninggalkan kantor untuk bekerja bersama Hans Alexander sebagai PA-nya. Jadi seluruh beban pekerjaan PA sudah ditangani Nisa sekarang.
Terlebih Bryan tidak mau memiliki Sekretaris, jadi Nisa terpaksa juga harus melakukan pekerjaan administratif sekretaris lainnya. Nisa juga sudah mulai terbiasa dengan rutinitas seorang PA. Mengurus segala macam kebutuhan Bryan, mulai dari kebutuhan pribadi, pakaian, pekerjaan, sampai hal kecil seperti mendekor lemari bukunya.
Dan Bryan yang sangat menikmati kehadiran Nisa sepertinya tidak mau melakukannya semuanya sendiri lagi, ia terus bergantung pada Nisa. Bahkan kini para manajer jika hendak mengajukan sesuatu, mereka lebih suka menyerahkannya via Nisa karena hampir 90 persen kemungkinan akan diterima daripada mengajukannya sendiri.
Nisa tak boleh menyerah pada keadaan fisiknya. Jadi Nisa memilih tetap berangkat meski ia mulai pucat. Sesampainya ia di kantor dan membayar taksi, Nisa turun dengan langkah kecil. Perutnya mulai sakit lagi. Dia bertekad hendak istirahat di sofa dulu sampai di ruangannya nanti.
Betapa bersyukurnya Nisa, lift pegawai tidak penuh dan ia bisa cepat sampai di ruangannya. Aduh sofa rasanya begitu nikmat dengan punggung dan perut sakit begini. Bisakah tidak ada yang memanggilnya 10 menit saja? Tapi tak lama interkom nya pun berbunyi. Nisa terpaksa bangkit dan menekan tombol jawab.
"Snowflakes kamu sudah datang?" suara Bryan pun terdengar.
"Iya, Kak, Nisa kesana 5 menit lagi," jawab Nisa dengan suara wajar.
"Bawakan juga file resort milik Albert Wijaya, Snowflakes."
"Baik, Kak." Nisa menghela napas dan mulai mengurut punggung dan perutnuya sendiri. Tapi ia tidak bisa membiarkan sakitnya mengganggu pekerjaannya. Nisa akhirnya mengeluarkan senjata terakhirnya. Ia mengambil obat pereda nyeri dari dalam tas dan meminumnya sebelum mulai mencari file yang diminta bosnya.
Dua menit kemudian obat mulai bekerja, setidaknya rasa sakitnya bisa lebih ringan meski tak sepenuhnya hilang. Lima menit kemudian, Nisa keluar dari ruangannya dan berjalan menuju ke ruangan Bryan. Ketika masuk dia disambut senyuman Juan Del Luca kepala keamanan Bryan.
Nisa baru sekitar satu minggu berkenalan dengan Juan. Orangnya baik dan juga ramah dan mereka bahkan sudah pernah makan siang bersama, tentu saja Bryan tidak tahu. Juan masih tersenyum melihat Nisa, dan Bryan tidak melihatnya karena ia masih sibuk dengan laptopnya.
"Selamat pagi!" sapa Juan pada Nisa sambil tersenyum ramah.
"Pagi Juan!" balas Nisa sambil tersenyum dan berjalan ke meja Bryan. Ketika Nisa sampai barulah Bryan menegakkan kepalanya melihat Nisa. Nisa memberikan secangkir kopi seperti biasa, lalu menyerahkan file yang diminta Bryan sebelumnya. Tak lama kemudian Nisa juga membacakan schedule Bryan hari ini. Namun Baryan sempat sedikit mengernyitkan kening, ia bisa melihat jika Nisa agak pucat hari ini, tapi Bryan tidak ingin bertanya di depan Juan.
"Meeting nanti jam 10 tolong kasih tau Arya untuk datang ke kantor Kakak 15 menit sebelum meeting dimulai," ujar Bryan memberi perintah usai Nisa membacakan jadwalnya. Nisa mengangguk.
"Ada lagi Kak?" tanya Nisa dengan suara agak lemah. Bryan menggeleng dan tersenyum. Ia seperti bisa melihat ada yang salah dengan Nisa. Ia terlihat tidak nyaman berada di ruangan Bryan.
Ketika Nisa keluar, Juan yang tengah duduk di sofa depan meja Bryan terlihat berdiri dan membuka kan pintu untuk Nisa. Entah apa yang dibisikkannya pada Nisa sewaktu Nisa hendak keluar dari pintu yang dipegang Juan. Bryan yang melihat makin mengernyitkan keningnya dengan perasaan tidak suka. Sejak kapan mereka mulai akrab?.