Chereads / The Seven Wolves: Trapped Under Devils Possession / Chapter 62 - Liburan Oh Liburan...

Chapter 62 - Liburan Oh Liburan...

Arya datang ke bandara berpakaian kasual dan segar. Kemeja biru pattern digulung sampai ke bawah siku dengan celana cargo pendek selutut berwarna cream. Memakai sepatu putih dan kacamata hitam, ia lalu menenteng sebuah tas hitam berisi perlengkapannya di Gili nanti.

Sedangkan Bryan turun dengan celana ripped jeans denim dan kemeja putih sedikit terbuka bagian atasnya dan lengan tergulung. Ia juga memakai topi dan kacamata hitam, sepatu booth timberland dan tas yang diselempangkan di bahunya. Keduanya turun dari mobil ditemani Juan yang juga akan ikut mengawal mereka kesana. Salah satu pengawal Bryan juga sudah menyemput Nisa di rumahnya. Harusnya Nisa sudah tiba lebih dulu.

Dan benar saja di lobby depan sebelum masuk ruang check in, Nisa sudah menunggu dengan satu orang pengawal Bryan. Nisa hanya memakai T shirt krim dan celana short dan cardigan yang tergantung di bahunya. Rambutnya disanggul ke atas, memakai sepatu converse blue dan sebuah koper kecil di sebelahnya. Mata Bryan langsung bersinar melihat Nisa dari jauh. Ia tersenyum lebar meninggalkan Arya di belakang bersama Juan untuk berlari menghampiri Nisa.

"Hei beautiful, udah lama?" sapa Bryan bicara begitu ada di depan Nisa. Nisa hanya tersenyum tipis dan menggeleng.

"Let's go, Snowflakes," ujarnya sambil mengambil tangan Nisa dan menggenggamnya. Nisa merasa sedikit panik tapi Bryan keburu menariknya untuk check in. Mereka akan menumpang pesawat komersial ketimbang naik pesawat pribadi. Itu akibat Nisa tidak mau naik pesawat pribadi dan mengancam tidak akan ikut jika Bryan menggunakan pesawat pribadinya ke pulau Gili.

Tiba di pintu masuk pesawat, Bryan masih menggenggam tangan Nisa meski beberapa kali Nisa mencoba melepaskannya. Bryan membeli seluruh kursi di first class untuk rombongannya. itu termasuk Juan dan beberapa pengawal Bryan. Nisa terpaksa duduk di sebelah Bryan dan Arya duduk di lorong sebelah Bryan dengan Juan di sebelahnya.

Penerbangan ke Gili memakan waktu hingga dua jam lebih dan selama itu pula, Bryan tidak berhenti menggoda Nisa.

"Kakak berhenti, kalau ada yang lihat gimana?" ujar Nisa berusaha menarik jari-jarinya yang terus menerus dicium Bryan.

"I don't care!" sahut Bryan menyengir dan mengigit kecil ujung jari tengah Nisa.

"Tapi Nisa gak mau orang liat kita!" sahut Nisa setengah memekik kesal. Hal itu cuma dibalas cengiran oleh Bryan. Arya yang melihat hanya bisa tersenyum dan menggeleng. Sampai ia melihat seperti Nisa meminta tolong dirinya mengatasi kejailan Bryan. Bryan kemudian melihat ke arah Nisa memainkan alisnya.

"Kenapa, kamu mau minta tolong dia?" ujar Bryan menunjuk pada Arya.

"stay off my teritory dude" (jauhi wilayahku teman) ancam Bryan pada Arya yang dibalas Arya dengan tertawa kecil. Nisa hanya bisa melotot pada Bryan yang tersenyum menang.

"Dia bukan masalah, Snowflakes. Arya sekutu Kakak!" ujar Bryan lagi dibalas rajukan Nisa yang menghempaskan punggungnya ke kursi serta melipat tangannya di dada. Bryan paling senang membuat Nisa kesal dan marah. Dia jadi makin seksi dan cantik. Bryan pun tetap memaksa menggenggam tangan Nisa, mencium punggung tangannya lalu meletakkannya di dadanya.

Nisa akhirnya tidak mau menghabiskan energinya untuk melawan lagi. Dia membiarkan Bryan melakukan yang ia inginkan. Ada bagian hati Nisa yang terenyuh dan bahagia diperlakukan seperti itu oleh Bryan. Dia merasa spesial, ia merasa Bryan memang benar-benar mencintainya.

Seandainya Bryan bukanlah anak Ayah tirinya, Hans Alexander, Nisa merasa ia bisa menerima Bryan. Tapi tidak bukan hanya itu yang menghalanginya memberi hatinya pada Bryan. Hatinya masih terluka dengan kepergian Bryan yang membawa dampak baginya dan ibunya selama bertahun tahun.

Nisa sesungguhnya menjadi pribadi yang tertutup semenjak Bryan pergi dari rumah. Ia terus menyalahkan dirinya karena ia tidak mencegah Ibunya menikah dengan Hans yang kemudian membawa Bryan pergi dari rumah dalam keadaan marah. Bryan tidak tau bahwa ia memberi luka yang dalam bagi Nisa, dan Nisa tidak pernah membuka luka itu pada siapapun.

Bryan terus memandang Nisa dari samping. Wajah Nisa semakin sendu dan seperti hendak menangis. Ia kemudian menjulurkan tangannya menyentuh pipi Nisa.

"Ada apa Snowflakes? Kenapa kamu sedih, Sayang?" tanya Bryan dengan kedua tangannya memegang pipi Nisa. Tidak ada kata yang keluar dari mulut Nisa meski ia ingin sekali mengatakan semuanya. Lalu kemudian ia hanya menggeleng pelan dan memalingkan wajahnya ke arah jendela. Melihat kumpulan awan dan langit cerah, airmata Nisa jatuh disudut matanya. Dan ia menghapusnya dengan cepat. Luka itu menyayat lagi, kata-kata Ibunya kembali terdengar. Kalimat yang diucapkan Ibunya dua hari setelah Bryan pergi dari rumah.

"Kita tidak pantas berada disini Sayang. Bunda sudah membuat laki-laki yang sangat Bunda hormati kehilangan putranya. Maafkan Bunda ya Nak. Karena Bunda sudah membuat kamu kehilangan saudara sebelum kamu memilikinya. Ini salah Bunda, dia tidak mau menerima kamu sebagai adiknya," ujar Rita saat itu pada Nisa satu malam setelah Bryan berangkat ke New York.

Tidak satupun kata dari rangkaian kalimat itu yang dilupakan oleh Nisa ketika pertama kali didengarnya saat ia berumur 12 tahun melihat Ibunya menangis dan menghabiskan masa hidupnya dalam penyesalan. Penyesalan yang bahkan suaminya sendiri tidak tau. Hanya Nisa yang cuma bisa memeluk Ibunya dengan tubuh dan hatinya yang kecil.

Belum lagi semua teman teman sekolahnya masa itu, menyiksanya dengan omongan yang paling pedih dan menyakitkan. Ia menghabiskan masa tiga tahun SMP dalam kesendirian dan menutup diri. Menjadi bagian dari keluarga Alexander bukanlah sebuah kebahagiaan melainkan siksaan yang ditutupi Nisa sepanjang hidupnya.

Tiba tiba ia merasa menggigil saat kenangan pahit masa remaja nya terulang di kepalanya. Airmatanya terus jatuh tanpa ia sadari, dan Bryan yang melihatnya jadi makin panik. Ada apa sebenarnya dengan Nisa, apa yang ia tutupi selama ini. Bagi Nisa, cinta Bryan hanya akan menyiksanya.

Sampai di Gili, wajah Nisa sudah kembali seperti biasa. Bryan ingin sekali bertanya tapi Arya menarik lengannya dan berbisik.

"Jangan terlalu mencolok, mungkin Nisa kurang nyaman sama lo!"

"Gue yakin ada masalah lain, entah kenapa gue merasa dia menyembunyikan sesuatu!" ujar Bryan melihat Nisa sudah keluar lobby bandara. Ia dan Arya pun mengikuti Nisa yang kemudian masuk ke dalam sebuah mobil van yang sudah datang menjemput mereka. Sampai di hotel, Arya, Bryan, Nisa serta Juan dan tiga orang pengawal mereka hendak check in ketika dua orang wanita datang dan menyapa

"Hei guys, kalian udah datang?" Arya dan Bryan berbalik menemukan Indira dengan senyumannya manis dibalik kacamata hitamnya. Arya membuka kacamatanya terkejut dengan mulut terbuka melihat Dira berada di dekatnya.

"Untuk apa kamu disini?" tanya Arya dengan kening mengernyitkan kening karena shock.

"Oh hi, boyfriend miss me!" ujar Dira langsung merangkul dan mencium pipi Arya. Arya hanya bengong dan tidak berbuat apa apa. Dira langsung melepas untuk kemudian merangkul Bryan lalu mencium pipinya juga. Usai dilepaskan Dira, Bryan langsung menoleh pada Nisa yang memalingkan wajahnya yang membuang mukanya ke arah lain. Oh shit...