Andara adalah perempuan yang polos. Andara sama sekali tidak mengerti arti dibalik kata-kata Elvan barusan. Yang ada di pikiran Andara hanya satu, yaitu kabur.
Elvan masih mencengkram tangan Andara dengan satu tangannya, Andara harus memutar otaknya untuk bisa kabir dari Elvan sekarang. Berpikirlah.
Elvan terus mendekat, satu tangan lelaki itu mengusap punggung Andara. Andara masih terus memikirkan cara akan dirinya bisa kabur dari kukungan Elvan.
Posisi mereka sangat dekat, begitu intim.
Ketika jarak mereka semakin terkikis, Andara memutuskan untuk mengayunkan kakinya, dan benar saja, lutut Andara menghantam perut Elvan yang menyebabkan lelaki itu kehilangan keseimbangannya.
Andara menatap Elvan yang sedang memegangi perutnya, sepertinya serangannya lumayan membuat Elvan kesakitan. Andara tidak memikirkan apa pun lagi, perempuan itu langsung berlari keluar rumah Elvan.
Syukurlah Andara bisa menemukan pintu keluar meskipun rumah Elvan sangat besar.
Andara berlari sejauh mungkin sampai rumah mewah itu tidak terlihat lagi oleh pandangannya. Andara sangat takut, sungguh. Kenapa Elvan melakukan ini padanya? Apa selama ini laki-laki itu hanya berpura-pura saja? Andara mengacak rambutnya.
Andara sadar dia bodoh, dia terlalu mempercayai Elvan hanya karena lelaki itu sangat baik padanya. Penampilan dan hatinya sungguh bertolak belakang, Andara benci itu, Andara benci Elvan.
Andara pulang ke rumahnya dengan berjalan kaki, pandangan perempuan itu sudah kosong. Andara sudah tidak bisa membayangkan jika ia tidak bisa lepas dari kukungan Elvan, mungkin sekarang dirinya sudah berakhir.
Andara bersyukur, dirinya masih bisa kabur dari Elvan. Meski begitu, Andara tidak bisa menahan tangisnya, perlahan air matanya mulai berjatuhan. Andara masih tidak percaya dengan sifat Elvan yang berubah hampir seratus delapan puluh derajat.
Andara menghapus air matanya. Andara harus kuat, ia harus menjadi perempuan yang tegar.
Andara mengetuk pintu rumahnya. Bunda Andara segera berlari untuk membukakan pintu. Bunda Andara yang awalnya tersenyum ceria, langsung berubah murung ketika melihat mata putrinya yang sedikit membengkak. Bunda Andara langsung membawa Andara masuk ke ruang tamu. Andara masih terdiam.
"Andara, kamu kenapa?" Andara menggeleng kecil, masih memilih untuk membisu. Andara berusaha menahan air matanya sekuat tenaga.
Bunda Andara mengusap punggung putrinya, berusaha menenangkannya, kemudian wanita itu memeluk Andara, membiarkan Andara menumpahkan air matanya dalam pelukan sang ibunda.
"Sayang, kamu boleh cerita ke bunda kalau kamu ada masalah, nak." Andara menghapus sisa-sisa air matanya.
Andara perlahan membuka mulutnya, mencoba untuk menceritakan kejadian mengerikan yang baru saja menimpanya. Jujur saja Andara masih sangat takut untuk bertemu dengan Elvan.
Bunda Andara yang mendengar cerita itu, kembali memeluk putrinya. Mengusap surai Andara dengan lembut, sudah pasti putrinya butuh penenang sekarang.
"Syukurlah. Bunda bersyukur banget kamu gak apa-apa," tuturnya. Andara mengangguk kecil. Keputusan Andara memang sudah sangat tepat, kabur dan tidak lagi bertemu dengan Elvan.
"Andara, dengar bunda ... dalam hidup, kita akan bertemu banyak orang brengsek. Kalau mereka menyakitimu, katakan pada dirimu sendiri itu karena mereka bodoh. Itu akan membantu mencegahmu bereaksi pada kekejaman mereka. Karena tidak ada yang lebih buruk daripada kebencian dan balas dendam. Selalu jaga martabatmu dan jujurlah pada dirimu sendiri." Andara memeluk hangat bundanya. Ya, bundanya lah yang selalu menjadi motivator bagi Andara. Andara sangat bersyukur mempunyai orang tua yang sangat memotivasi dirinya.
♡♡♡
Keesokan harinya, Andara sudah siap dengan seragam sekolahnya. Perempuan itu juga sudah berpamitan dengan bundanya beberapa menit yang lalu. Andara berusaha melupakan kejadian kemarin dan mencoba tersenyum.
Andara berjanji pada dirinya sendiri, ia harus menjauh dari Elvan.
Andara pun berangkat menuju sekolahnya dengan ceria. Tak ada beban apa pun, sebelum dirinya sampai di sekolah.
Setelah memasuki lorong sekolah, seluruh siswa memperhatikannya dari atas sampai bawah. Andara kebingungan, apa ada yang aneh dengan dirinya?
Andara memilih mengabaikannya dan berlari menuju kelasnya. Sesampainya di kelas, Andara tidak mendengar teman-temannya menyapa seperti biasanya. Biasanya, setiap Andara datang, teman-temannya selaku heboh dan sibuk menyapa Andara, kali ini tidak. Semuanya diam dan tertunduk.
Andara menghampiri salah satu tempat duduk temannya di kelas.
"Res---
Baru saja Andara akan menyentuh bahu perempuan itu, namun tangannya langsung ditepis begitu saja. Andara cukup terkejut dengan perlakuan temannya itu. Selama ini semuanya selalu baik padanya. Tidak ada yang membencinya. Andara selalu merasakan keceriaan dan kesenangan.
Apa kali ini ia harus merasakan kebencian?
"Jauh-jauh dari gue, cewek kotor!" Andara tertegun. Cewek kotor? Apa maksudnya?
"Res? Maksud lo apa?" Perempuan dengan nama Resta itu berdecih dan tertawa meremehkan.
"Lo pikir kita gak tahu? Satu sekolah ini udah tau kalau lo ngehianatin Elvan dengan main sama cowok lain," tuturnya. Andara semakin dibuat bingung dengan rumor aneh ini.
"Gue gak ngehianatin Elvan!" Resta merotasikan bola matanya.
"Gue ada bukti." Resta mengeluarkan sebuah foto. Andara terkejut, itu adalah foto dirinya dan Elvan saat posisi mereka sangat dekat. Itu Elvan, bukan lelaki lain.
"Tapi itu Elvan, Res. Dia yang udah jebak gue!" Resta menaikkan satu alisnya.
"Lo mau fitnah Elvan? Setelah lo ngehianatin dia, sekarang lo mau fitnah dia?" Andara terdiam. Sepertinya Elvan memfitnahnya. Satu sekolah ini sudah percaya dengan berita palsu yang Elvan sebarkan.
Andara melirik Elvan di pojok kelas yang saat ini tengah tersenyum penuh kemenangan. Penampilan Elvan-lah yang membuat dirinya sangat mudah dipercayai orang lain. Andara mengepalkan tangannya.
Andara baru merasakan ini pertama kalinya. Hidup sendirian, tidak ada lagi yang mau mendekatinya, dibully, diasingkan. Andara tidak tahan, kenapa hidupnya harus berubah secepat ini?
Hari terus berlalu, pembullyan yang diterima Andara terus meningkat. Andara mulai sering dijahili dan dikerjai. Sementara Elvan? Lelaki itu hanya terdiam melihatnya menderita.
Andara sudah tidak tahan, bahkan hampir setiap hari tubuh gadis itu mendapatkan luka. Andara memohon kepada bundanya untuk mengizinkannya berhenti bersekolah. Bundanya tentu mengizinkannya setelah melihat Andara yang diperlakukan sangat tidak adil.
Selama Andara berhenti bersekolah, Andara sama sekali tidak berani untuk keluar rumah. Perempuan itu kini takut dengan keramaian dan suara yang bising. Seolah-olah bayangan itu kembali hadir di pikirannya.
Setelah 1 bulan mengurung dirinya di rumah, bunda Andara memutuskan untuk memindahkan Andara ke sekolah barunya. Andara setuju. Andara sudah memantapkan hatinya untuk tidak bersosialisasi dan mendekati siapa pun, Andara masih takut dengan yang namanya penghianatan dan pembullyan.
Andara kembali menjalani hari-hari bersekolahnya seperti biasa. Andara tahu kalau dia harus bangkit dari trauma itu.
Di dunia yang penuh dengan kebencian, kita harus tetap berani berharap.
Dalam dunia yang penuh dengan kemarahan, kita harus tetap berani hidup dengan nyaman.
Di dunia yang penuh dengan keputusasaan, kita harus tetap berani untuk bermimpi dan di dunia yang penuh dengan keraguan, kita harus tetap berani percaya.
Flashback Off.