Pukul 01.00 AM, Andara membuka kedua matanya secara perlahan. Perempuan itu merasakan tangan kanannya yang sangat berat, Andara menoleh dan mendapati Algar yang tengah tertidur sambil menggenggam tangannya.
Kenapa terasa sangat hangat?
Andara menggerakkan tangan kirinya secara perlahan untuk mengusap surai Algar yang sangat tenang. Sepertinya lelaki itu sangat mencemaskannya. Tapi kenapa Algar harus repot-repot mendatanginya? Apa Algar sudah tidak lagi membencinya?
Andara mengusap tangan Algar dengan perlahan, syukurlah gerakannya sama sekali tidak mengusik Algar dari tidurnya. Andara memerhatikan struktur wajah Algar yang sangat sempurna. Jujur saja, Algar memang lebih terlihat menawan dibandingkan Elvan, tunggu, kenapa Andara harus membandingkan Algar dengan lelaki brengsek seperti Elvan?
Andara selalu merasakan ketenangan ketika manatap wajah Algar, seolah sosoknya adalah penenang bagi Andara.
"Gue percaya, sekecil apapun tanggung jawab itu, lo pasti akan ngelakuin tanggung jawab itu. lo emang gak pantas diabaikan, tapi apa cewek kotor kayak gue patas untuk lo?"
♡♡♡
Cahaya matahari yang mulai menyeruak memasuki ruang rawat inap Andara membuat Algar perlahan membuka kedua matanya. Algar menatap Andara yang masih tertidur pulas, tangan perempuan itu sudah lebih hangat dari sebelumnya, mungkin keadaannya mulai membaik.
Algar merapikan seragamnya yang sedikit berantakan. Algar memutuskan untuk menjaga Andara selama satu malam dan tidak kembali ke rumahnya. Entahlah apa yang akan Dita katakan nanti, mungkin Algar akan diceramahi. Membayangkan Dita yang memarahinya membuat Algar tertawa kecil.
Algar melihat tangan Andara yang mulai bergerak. Algar melebarkan senyumnya.
"Andara?" Andara menatap Algar dengan tatapan sayunya, sepertinya Algar tidak menyadari kejadian tadi malam.
"Lo ... kenapa ada di sini?" ucapnya dengan lirih. Algar tersenyum pada Andara, akhirnya Andara membuka suaranya juga. Algar mengusap punggung tangan Andara.
"Gue di sini jagain lo," balas Algar. Andara tertawa kecil.
"Buat apa lo jagain gue? Bukannya lo kecewa banget sama gue?" Algar terdiam, lelaki itu menundukkan wajahnya.
"Gue mau minta maaf sama lo." Algar mendongakkan wajahnya, menatap lensa Andara yang kelam.
"Lo bener, Tasya dalang semuanya," lanjutnya. Andara menghembuskan napasnya kasar.
"Jadi lo udah tahu semuanya?" Algar mengangguk kecil.
"Maaf karena gue gak percaya sama lo. Gue tau gue bodoh banget, lo mau kan maafin gue?" Andara tersenyum kecil, Algar menatap senyuman itu hingga membuatnya tersipu, entah kenapa itu sangat manis. Sayangnya Andara jarang sekali tersenyum, senyumannya begitu langka, Apakah Algar termasuk orang uang beruntung?
"Gue maafin lo, kok. Gue tau gimana rasanya gaada satu pun orang yang percaya sama lo. Gue juga minta maaf." Algar tersenyum lirih.
Baru saja Algar ingin membuka mulutnya kembali, namun terdengar suara pintu terbuka, itu adalah bunda Andara. Algar berdiri untuk mencium tangan bunda Andara.
Bunda Andara langsung memeluk tubuh putrinya. Wanita itu sangat bersyukur Andara sudah siuman. Bunda Andara menatap Algar dengan senyumannya.
"Terima kasih ya, nak Algar. Kamu sangat membantu tante dalam menjaga Andara." Algar mengangguk kecil.
"Bunda kenal sama Algar?" tanya Andara, perempuan itu heran sekali kenapa bundanya dan Algar terlihat sangat dekat.
"Kemarin Algar ingin menjenguk kamu dan dia bilang, dia mau jagain kamu." Andara terdiam menatap Algar.
"Ah, karena tante udah di sini, kamu boleh pulang, nak. Kasian orang tua kamu pasti cari kamu." Algar terkekeh. Algar bersiap untuk kembali pulang.
Lelaki itu berpamitan dengan bunda Andara, sebelum punggungnya hilang di balik pintu, tatapan Algar dan Andara bertemu, Algar tersenyum membuat Andara sedikit tersipu dengan senyuman lelaki itu.
♡♡♡
Algar membuka handle pintu rumahnya. Algar mendapatkan Dita yang tengah berkacak pinggang di depannya. Algar menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ya, ini pasti akan terjadi dan tidak bisa dihindari.
"Dari mana aja kamu?" tanya Dita dengan nada kesalnya. Algar hanya tertawa kecil mendengar omelan mamanya.
"Habis nginep di rumah Rio, ma. Malem mau ngabarin sih, cuma keburu ketiduran," alibinya. Tidak mungkin jika Algar bilang dia tidur bersama Andara, yang ada Dita akan salah paham dengannya.
"Kalo mau tidur di rumah temen tuh bilang dulu sama mama!"
"Iya, iya, maaf ma. Udah dong marahnya, nanti cantiknya ilang." Dita menghembuskan napasnya kasar. Tentu saja Dita sangat khawatir dengan putranya. Dita hanya takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkannya.
"Ya udah, sekarang kamu mandi dulu." Algar mengangkat ibu jarinya tinggi-tinggi kemudian segera berlalu menuju kamar mandi.
Algar terus membayangkan senyuman Andara, lelaki itu menggelengkan kepalanya untuk melupakan itu. Bagaimana pun juga, Algar cukup senang bisa melihat senyuman itu untuk yang kedua kalinya.
Tiba-tiba Algar teringat dengan sesuatu yang kemarin ia bicarakan dengan bunda Andara. Bunda Andara sempat menceritakan sedikit tentang trauma yang Andara alami. Algar mengepalkan tangannya, bisa-bisanya lelaki brengsek itu mempermainkan Andara.
Elvan, Algar akan terus mengingat nama itu.
Keesokan harinya, Algar kembali bersiap untuk berangkat sekolah. Saat sarapan, Algar benar-benar kehilangan moodnya, hal itu karena Lidya yang tak henti-hentinya mengoceh. Algar jadi geram sendiri.
Tanpa pikir panjang, Algar langsung berpamitan dengan mama dan papanya tanpa menghabiskan sarapannya.
Algar memasuki kelasnya, orang pertama yang lelaki itu cari adalah Andara. Algar merasa lega setelah mendapatkan Andara yang tengah membaca buku. Syukurlah perempuan itu sudah bisa bersekolah lagi.
Rio menghampiri tempat duduk Algar. Lelaki itu terlihat ingin sekali memukul Algar. Algar tahu, ini pasti perkara kemarin.
"Muka lo kayaknya gak suka banget sama gue, yo." Rio memukul meja Algar.
"Lo tahu? Setelah lo ngasih kabar kalau lo gak bisa, kita kesusahan cari pemain pengganti," ujarnya membuat Algar tertawa.
"Untung aja ada Bisma," lanjutnya.
"Gue harus berterima kasih nih sama Bisma. Btw, gimana pertandingannya?" Revan berdecih. Algar kembali tertawa melihat kedua raut wajah temannya yang sepertinya sangat kesal dengan dirinya.
"Menang. Tapi mereka gak terima kekalahan. Besok mereka ngajak tanding lagi. Lo bisa, gak?" Algar menaikkan kedua alisnya.
"Bisa, bisa." Revan menatap sinis Algar.
"Serius, gue beneran bisa," lanjut Algar sedikit tertawa. teman-temannya ini memang sadis.
♡♡♡
Saat jam istirahat pertama, Algar meminta Andara untuk menemuinya di halaman belakang sekolah. Andara bingung, tumben sekali.
Andara melangkahkan kakinya untuk menemui Algar. Andara melihat Algar yang tengah duduk santai di kursi, Andara langsung menghampiri lelaki itu.
"Ada apa?" tanyanya. Algar menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Ya, ini bukan masalah penting banget, sih. Tapi gue mau ngomong sesuatu sama lo." Andara menaikkan satu alisnya, entah kenapa jantungnya berdegub lebih kencang dari biasanya.
"Ngomong apa?" Algar terdiam sebentar.
"Gue mau lo nonton gue tanding basket besok, gimana?" Andara memasang wajah datarnya. Ah, ternyata hanya itu.