"Andara?! Lo kenapa?!" ucap Algar panik. Ketika tangannya menyentuh bahu Andara, perempuan itu justru seperti sangat ketakutan.
"Ini gue, Algar," lanjutnya. Andara menoleh ke arah Algar dan langsung memeluk lelaki itu. Algar terdiam dengan sikap Andara yang sangat aneh.
Algar membiarkan Andara menenangkan dirinya untuk sementara waktu. Algar tidak ingin menanyakan alasan Andara bersikap seperti itu sekarang, karena mungkin akan memperburuk keadaan.
"An?" Andara tersadar dan segera menjauhkan diri dari Algar, perempuan itu berusaha menahan malunya. Andara berdehem dan kembali memasang wajah datarnya.
"Gue mau pulang." Algar mengangguk kecil.
"Lo tunggu di sini, gue mau ambil motor dulu." Algar melangkah meninggalkan Andara sendirian.
Sepeninggalan Algar, Andara menepuk-nepuk pipinya, rasanya sangat panas tadi ketika Andara memeluk Algar. Andara tidak sadar, kenapa dia melakukan itu? Astaga.
Sambil menunggu Algar, Andara berlari menuju warung di seberang. Andara membeli sebotol minuman untuk Algar, perempuan itu baru menyadari Algar pasti belum minum. Karena setelah pertandingan selesai sepertinya lelaki itu langsung mencarinya, pasalnya Algar masih terlihat berkeringat.
Algar kembali kepada Andara. Lelaki itu mematikan motornya. Andara melangkah dan memberikan Algar sebotol minuma, Algar menaikkan satu alisnya.
"Buat lo," ucapnya. Algar tersenyum menggoda perempuan itu.
"Kayaknya sikap lo ke gue mulai berubah, nih." Andara membuang mukanya, perempuan itu melipat kedua tangannya di depan dada.
"Biasa aja. Mungkin itu cuma perasaan lo aja." Algar tersenyum miring dan membuka minumannya. Andara hanya melirik Algar yang sedang meneguk minuman pemberiannya.
Andara sedikit memikirkan ... ucapan Algar tadi.
Apa benar sikapnya telah berubah? Apa dia akan menjadi Andara yang dulu lagi? Dengan bantuan Algar? Andara menundukkan wajahnya, sepertinya itu mustahil, mengingat kejadian itu yang selalu membayang-bayanginnya. Apalagi, Elvan sudah mulai menampakkan Batang hidungnya kembali. Entahlah hidupnya akan tenang atau tidak.
"Lo kenapa?" Andara sedikit terkejut dengan suara bariton Algar, perempuan itu menoleh.
"Gak apa-apa. Ayo balik." Andara menaiki motor Algar, tanpa pikir panjang motor besar itu langsung melesat.
Di perjalanan keduanya lebih memilih membisu. Andara sempat teringat dengan pertandingan yang ia tinggalkan begitu saja. Mungkin Andara akan menanyakan hasil pertandingannya, semoga saja lelaki di depannya itu tidak marah padanya.
"Gimana pertandingannya?" tanya Andara dengan ragu. Algar tersenyum kecil.
"Menang. Walaupun sedikit kesulitan karena ada masalah kecil, tapi kita berhasil menang telak." Andara merasa lega mendengarnya. Sayangnya perempuan itu tidak bisa menyaksikan kemenangan Algar.
Tunggu, jika ada Elvan di sana, apa berarti Elvan tau jika Andara juga ada di sana? atau justru targetnya adalah Algar?
Tanpa disadari, motor Algar sudah berhenti tepat di depan rumah Andara. Bunda Andara keluar untuk menyambut keduanya. Algar mencium tangan bunda Andara.
"Udah jalannya?" godanya. Algar mengeluarkan cengiran polosnya.
"Udah dong, tante. Puas banget hari ini sama Andara," balas Algar membuat Andara sedikit kesal. Bagaimana jika bundanya salah paham dengan kalimat Algar barusan? Dasar. Andara memukul Algar pelan untuk memperingati lelaki itu agar tidak mengatakan yang aneh-aneh.
"Pasti kalian capek, ya? Bunda udah masak banyak banget nih, Ayo Algar juga makan di sini dulu." Algar terdiam sebentar.
"Kenapa? Kamu ada janji?" Algar menggeleng tegas.
"Engga kok, tante. Saya cuma bingung aja, tante baik banget sama saya." Bunda Andara terkekeh.
"Kamu aja baik sama anak tante, masa tante gak perlakuin kamu dengan baik, sih?" Algar tersenyum kecil.
Pada akhirnya Algar menyetujui ajakan bunda Andara untuk makan bersama. Algar juga merasakan perutnya mulai meminta asupan, jadi Algar tidak mungkin menolak.
♡♡♡
Jam dinding telah menunjukkan pukul 17.00, Algar rasa dirinya harus segera pulang atau Dita akan kembali memarahinya seperti kemarin.
"Tante, saya izin pulang dulu." Algar berdiri kemudian mencium tangan bunda Andara.
"Hati-hati ya, nak." Algar mengangguk lalu melangkahkan kakinya meninggalkan rumah Andara.
Algar tidak langsung pulang, melainkan lelaki itu kembali ke lapangan yang sempat menjadi arena pertandingan basket. Algar memarkirkan motornya kemudian melangkah ke tengah lapangan.
Algar memiliki janji, dengan 'lelaki itu', lelaki yang sempat membuyarkan seluruh konsentrasinya saat bertanding tadi. Untunglah Revan cepat-cepat menegurnya, kalau tidak mungkin mereka akan kalah.
Algar akan mempersingkat obrolannya. Dirinya harus sampai rumah sebelum pukul 18.00.
Yang Algar pertanyakan adalah, kenapa lelaki itu bisa mengenal Andara? Siapa sebenarnya dia?
"Gue udah di sini, bisa lo keluar?" ucapnya. Lelaki itu melangkahkan kakinya seraya memasukkan kedua tangannya di saku.
Algar merubah raut wajahnya menjadi serius. Mungkin ia akan berhadapan dengan masalah baru lagi, tapi apa boleh buat, Algar harus mencari tahu dan melangkah maju.
"Gue to the point aja, lo sebenernya siapa?" lelaki itu menarik satu sudut bibirnya. Algar cukup mengakui bahwa lelaki itu memiliki aura yang sangat berbeda. Sangat perlu diwaspadai.
"Gue pikir Andara udah ngasih tahu lo, ternyata belum," balasnya. Algar menaikkan satu alisnya. Andara tidak pernah cerita apa pun tentang laki-laki padanya.
"Sayangnya Andara gak pernah cerita tentang cowok ke gue." Lelaki itu mengangguk kecil.
"Gue juga mau to the point aja. Gue mau lo jauhin Andara." Lensa kelamnya menatap Algar dengan tatapan yang sangat serius, seakan lelaki itu benar-benar menginginkan Algar menjauhi Andara.
"Kalau gue menolak?" tanya Algar. Lelaki itu tertawa meremehkan.
"Gue akan buat hidup lo dan Andara gak tenang. Gue akan melakukan apa pun asalkan Andara jadi milik gue satu-satunya," balasnya. Algar mengepalkan tangannya, kalau saja ia tidak bisa menahan emosinya, pasti Algar akan langsung memukul wajah lelaki di depannya itu.
"Apa pun?" lelaki itu tersenyum miring.
"Ya, apa pun. Bahkan kalau gue harus melukai seseorang, gue akan tetap melakukan itu." Algar terdiam. Ini cukup berbahaya.
Sepertinya yang ada di hadapannya ini bukan lelaki biasa, dia seorang psychopath. Walaupun demikian, Algar tidak akan mundur, Algar sudah berjanji akan terus berada di sisi perempuan itu.
"Balik ke pertanyaan gue awal, lo sebenernya siapa?" tanya Algar lagi. Lelaki itu menaikkan kedua alisnya.
"Gue Elvan. Elvan Alterio Salvian." Ah, sepertinya Algar melupakan satu laki-laki yang pernah hadir di hidup Andara, Elvan. Algar sungguh tidak menyangka jika mereka akan bertemu secepat ini.
Lelaki brengsek yang sudah mengubah hidup Andara. Algar ingin sekali memukulnya sekarang juga, namun ia harus menahannya.
"Maaf, tapi gue gak akan ngejauhin Andara." Elvan menaikkan satu alisnya.
"It's okay. Kita tunggu tanggal mainnya dan lo akan ngerasain neraka dunia yang sesungguhnya," ancamnya kemudian berbalik meninggalkan Algar sendirian.
Sial, sepertinya ia harus lebih menjaga Andara. Algar merasakan sesuatu yang buruk akan terjadi. Algar merasakan jika yang dikatakan Elvan bukanlah sekadar omong kosong, hal itu bisa Algar lihay dari matanya. Matanya tidak mengatakan bahwa dia berbohong. Mungkin, hal buruk akan segera terjadi.
Algar tahu, dia tidak seharusnya membiasakan diri terhadap ancaman. Sebaliknya, Algar harus mengatasinya. Algar menatap ujung sepatunya, mengepalkan kedua tangannya. Algar akan melakukan apa pun, asalkan Andara aman.
"Kita menghadapi apa yang harus dihadapi, dan ada saat-saat kita harus memilih untuk bertindak demi kepentingan orang terdekat, meski untuk itu kita harus mengorbankan diri sendiri."