Chereads / 12.12 | END | / Chapter 9 - Story 9 : Rumor.

Chapter 9 - Story 9 : Rumor.

Setelah Algar memarkirkan motor besarnya di parkiran, lelaki itu segera melangkahkan kaki jenjangnya memasuki sekolah. Algar menaikkan kedua alisnya ketika beberapa siswi di sekolahnya berkerumun dan menatap aneh dirinya.

Algar melirik seragamnya dari atas sampai bawah, tidak ada yang aneh dan sesuai jadwal. Algar memilih mengabaikan para siswi yang sepertinya asik membicarakan dirinya.

Algar memasuki kelasnya dan mendaratkan bokongnya di kursi. Revan dan Rio menatap Algar untuk dimintai suatu penjelasan. Algar menaikkan satu alisnya.

"Kenapa, sih? Ada yang aneh ya sama gue?" Revan memukul meja Algar membuat lelaki itu terlonjak kaget.

"Kapan lo nembak Tasya?" Algar terkejut dengan pertanyaan Revan. Sepertinya Algar tidak merasa dirinya menembak Tasya.

"Maksud lo apaan, sih?" Rio melipat kedua tangannya di depan dada.

"Lo gak usah pura-pura bego, gar. Satu sekolah juga udah tau kalau lo sama Tasya udah jadian." Algar mengernyitkan dahinya.

"Siapa yang nyebar berita gak jelas gitu?" Rio menatap Algar intens.

"Gak mungkin itu berita gak jelas, jujur aja kalau lo itu udah jadian sama Tasya." Algar menggeleng tegas.

"Gue gak jadian!" Rio membuka ponselnya, menampilkan sebuah foto di mana Algar sedang memberikan sebuah botol minuman kepada Tasya.

"Oke, oke, gue jelasin. Gue emang jalan sama dia, tapi gue gak jadian," jelasnya. Revan dan Rio menyipitkan matanya.

"Ingat pepatah, gar. Sebaik-baiknya lo nyimpen bangkai, suatu saat baunya akan tercium juga." Algar memasang wajah datarnya.

"Terserah!" sewotnya.

♡♡♡

Algar membuka handle pintu perpustakaan. Lelaki itu menghampiri Andara yang sedang membaca sebuah buku. Andara menoleh sebentar sebelum perhatiannya kembali pada buku di hadapannya.

"Kenapa?" tanya Andara. Algar mengeluarkan cengiran polosnya.

"Gimana buku yang kemarin gue kasih?"

"Bagus," jawabnya tanpa menoleh.

Setelah itu, hanya keheningan yang tercipta di antara mereka. Andara melirik Algar yang tengah memilih buku di rak terdekat dengan tempat duduknya.

"Lo gak sama Tasya?" Algar otomatis menghentikan kegiatannya.

"Kenapa lo tanya gitu?" Andara membuang mukanya.

"Satu sekolah ini tau kalau lo sama Tasya udah jadian." Algar menaikkan satu alisnya.

"Terus? Lo percaya?" Andara terdiam. Algar menarik sebuah kursi dan menempatkannya tepat di sebelah Andara, Algar mendaratkan bokongnya.

"Gue gak pernah nembak Tasya. Gue emang jalan sama dia, tapi gue gak jadian. Lo percaya kan sama gue?" Algar mengulurkan tangannya untuk menyentuh punggung tangan Andara. Sebelum tangan itu sampai, Tasya terlebih dahulu menghampiri keduanya membuat Algar dengan cepat menarik kembali tangannya.

"Gue cariin lo, ternyata lo di sini," ucapnya. Tasya menghampiri Algar. Andara menundukkan wajahnya sehingga Tasya tidak bisa mengenalinya.

"Iya. Gue habis ngembaliin buku dan istirahat sebentar," balas Algar. Lelaki itu berdiri menghampiri Tasya.

"Yang di samping lo siapa?" Algar mengedikkan bahunya.

"Kebetulan ada di samping gue, mungkin anak kelas lain." Tasya hanya ber'oh' ria dan percaya begitu saja dengan ucapan Algar.

Tasya menarik tangan Algar keluar dari perpustakaan, karena katanya, Rio dan Revan terus mencarinya.

Sepeninggalan Tasya dan Algar, Andara mengepalkan kedua tangannya.

"Susah untuk gak percaya dengan rumor itu. Karena pada kenyataannya, lo terlalu dekat dengan perempuan itu. Entahlah siapa yang berbohong, waktu akan menjawab semuanya."

Di lain sisi, Algar membiarkan Tasya terus membawanya menuju kantin meski sebenarnya Algar sangat kesal dengan perempuan itu. Entah kenapa, setiap kali dirinya bersama Andara, Tasya selalu hadir untuk mengacaukan semuanya. Ini terlalu berlebihan untuk dibilang suatu kebetulan.

"Tuh kan, kalau Tasya yang jemput pasti langsung mau," ucap Rio ketika keduanya telah sampai di kantin.

"Iya, betul. Harus dulu dijemput sama tuan putrinya." Tasya terkekeh dengan ucapan teman-temannya. Lain dengan Algar yang masa bodo dengan ucapan Rio dan Revan yang menurutnya sudah sangat ngelantur.

"Jangan lupa PJ-nya." Tasya hanya tertawa dengan ucapan Revan. Algar heran dengan Tasya yang sama sekali tidak kaget dengan rumor palsu ini, bahkan perempuan itu sama sekali tidak keberatan.

Algar menggelengkan kepalanya untuk menghapus pikiran-pikiran jahatnya tentang Tasya, mungkin itu hanya perasaannya saja. Tidak mungkin Tasya melakukan itu, karena Algar sudah berteman dengan Tasya kurang lebih 5 tahun. Algar sangat paham dengan sifat temannya itu.

Sepulang sekolah, ketika Algar sudah memastikan teman-temannya pulang, termasuk Tasya, Algar segera menghampiri Andara yang masih Setia berdiri di gerbang sekolah untuk menunggu jemputannya.

Andara melirik Algar sebentar, kemudian kembali membuang mukanya.

"Kenapa?" tanyanya. Algar menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Lo mau bareng gue?" Andara terdiam.

"Gue gak mau dibilang pelakor," jawabnya membuat Algar sedikit terkejut. Ia pikir Andara percaya padanya.

"Jadi, lo percaya sama rumor palsu itu?"

"Mungkin." Algar menatap Andara dengan tatapan datarnya.

"Tapi kenapa?" Andara mengepalkan satu tangannya.

"Karena lo sama dia terlalu dekat. Bisa jadi rumor yang beredar itu benar, bahwa lo sama dia benar-benar udah jadian."Algar menundukkan wajahnya.

"Gue pikir lo akan percaya sama gue, ternyata gue salah." Andara menatap Algar yang sudah bersiap menancap gasnya. Apakah Andara salah bicara?

Tanpa aba-aba, Algar langsung menancap gasnya meninggalkan Andara sendirian. Perempuan itu menundukkan wajahnya. Sepertinya Algar marah padanya.

Andara menatap sepasang sepatu yang sudah berada tepat di depannya. Andara mendongakkan kepalanya. Perempuan itu, Tasya, kini sudah berada di depannya seraya berkacak pinggang.

"Gimana rencana gue?" Andara menaikkan satu alisnya. Perempuan itu tidak mengerti sama sekali apa yang Tasya bicarakan padanya.

"Tentang rumor itu, gue yang nyuruh seseorang buat nyebarin ke satu sekolah. Gimana? Cerdas kan gue? Gue bisa secepat ini ngehancurin kedekatan kalian berdua," jelasnya. Oke, Andara sekarang paham dan ia menyesal dengan perkataannya pada Algar tadi.

"Jadi rumor itu palsu?" Tasya mengangguk.

"Gue udah pikirin matang-matang untuk menghancurkan kedekatan kalian. Dan lihat apa yang terjadi? Gue berhasil." Andara mengepalkan tangannya.

"Lo inget ya, sampai kapan pun gue gak akan ngebiarin Algar jadi milik lo. Selama Algar terus berada di deket lo, gue akan terus berusaha buat misahin kalian." Andara membuang napasnya kasar.

"Gue gak pernah nuntut Algar buat terus di deket gue," balasnya. Tasya tertawa meremehkan.

"Alasan klasik. Lo pasti ngerencanain sesuatu buat manfaatin Algar, kan?" Andara menggeleng kecil. Sejujurnya, Andara saja tidak pernah merencanakan apa pun. Semuanya terjadi begitu saja. Algar tiba-tiba masuk ke dalam kehidupannya.

"Gue pasti akan ngerebut Algar dari lo!" geramnya kemudian meninggalkan Andara.

Merebut? Bahkan Algar belum menjadi miliknya, apakah itu bisa dibilang merebut?

Andara menatap ujung sepatunya.

"Gue bahkan gak kenal sama sekali sama Algar. Gue gak tahu kenapa dia bisa masuk ke dalam kehidupan gue. Gue gak ada niat buat narik seseorang masuk ke dalam kehidupan gue. Gue gak mau ngebebanin orang lain. Tapi di sisi lain, gue bersyukur. Dia datang di saat yang tepat. Dia datang di saat gue butuh seseorang. Dia gak peduli dengan yang orang lain omongin tentang gue. Dia janji sama gue, kalau dia gak akan ninggalin gue. Apa dia bisa megang janji itu?" monolognya.