Chereads / 12.12 | END | / Chapter 4 - Story 4 : Lelaki Misterius.

Chapter 4 - Story 4 : Lelaki Misterius.

Algar terus mengekori Andara kemana pun gadis itu pergi. Andara yang merasa jengkel segera menghentikan langkahnya dan menoleh menatap Algar.

Andara melipat kedua tangannya di depan dada. Perempuan itu merasa kesabarannya sudah habis dengan sikap Algar yang sangat aneh hari ini.

"Maksud lo apaan, sih?" Algar membuang napasnya kasar.

"Gue akan jelasin semuanya. Tapi, lo harus setuju dulu."

"Gak. Lo aneh," tolaknya mentah-mentah. Algar sudah menduga bahwa hal ini akan terjadi. Sangat merepotkan.

"Gue mohon dengan sangat-sangat." Algar menyatukan kedua telapak tangannya di depan dada. Andara mendengus kesal.

"Kalo lo macem-macem, gue langsung hubungin polisi." Algar tersenyum kecil.

"Gue gak akan aneh-aneh, tenang aja." Andara memutuskan untuk kembali melangkah, sedangkan Algar terdiam.

Tiba-tiba saja seseorang memegang bahunya. Algar menoleh.

"Tasya?" Tasya terkekeh karena Algar sedikit terkejut dengan kedatangannya.

"Lo ngapain di sini?" Algar berpikir sejenak, berusaha mencari alasan selogis mungkin.

"Baru aja dari toilet, lo sendiri?" Tasya tersenyum manis.

"Gak ngapa-ngapain, kok. Gue cuma habis ngumpulin tugas di ruang guru aja, kebetulan ketemu lo di sini." Algar bernapas lega. Syukurlah Tasya tidak mendengar pembicaraannya dengan Andara tadi.

"Kalau gitu gue duluan, habis ini pelajaran bu Nasmi soalnya," tuturnya seraya pergi meninggalkan Tasya yang masih tersenyum manis.

Sepeninggalan Algar, Tasya segera merubah raut wajahnya, perempuan itu menghentakkan kakinya kesal.

"Sampe kapan lo mau bohong sama gue?" Tasya mengepalkan tangannya.

"Dasar perempuan gak tahu malu! Bisa-bisanya dia manfaatin Algar. Liat aja, gue akan buat hidup lo sengsara!"

♡♡♡

Andara menatap Algar beserta motornya dengan tatapan yang aneh.

"Motor lo gede banget." Algar tersenyum miring.

"Belum pernah ngerasain, kan? Makanya, buruan naik, rasain." Andara berdecih.

"Awas ya macem-macem," sewot Andara.

"Iya!"

Algar segera menancap gasnya ketika Andara sudah berhasil menaiki motornya. Andara berusaha untuk tidak menyentuh Algar sedikitpun dan membatasi serta memberi jarak dengan menggunakan tas punggungnya.

Algar memarkirkan motor besarnya di halaman rumah yang bisa terbilang mewah itu. Sejujurnya, Andara terpanah dengan keindahan halaman rumah milik Algar.

"Lo salah alamat, ya?" Algar menaikkan kedua alisnya.

"Maksud lo?" Andara berkacak pinggang.

"Ini serius rumah lo? Gede banget." Algar melipat kedua tangannya di depan dada.

"Iyalah. Lo pikir gue bohong gitu? Ya udah, masuk dulu." Andara mengekor di belakang Algar seraya memperhatikan setiap inci rumah mewah itu.

"Eh, Aba---

Algar menaikkan kedua alisnya.

"MAMA, ABANG BAWA CEWEK KE RUMAH!!" teriak bocah kecil itu seraya terus berlari menghampiri Dita. Dita yang terkejut langsung menemui Algar dan membelalakkan kedua matanya.

"Beneran cewek." Algar mendengus.

"Yang bilang bohong siapa?" Dita terkekeh.

Dita tersenyum pada Andara dibalas dengan senyuman canggung oleh perempuan itu. Dita mempersilahkan Andara untuk duduk di sofa ruang tamu, sementara wanita itu ke belakang sebentar untuk menyuguhkan minuman.

Dita kembali dengan secangkir teh manis di tangannya. Andara tersenyum manis. Algar tertegun melihat senyuman itu. Rasanya, baru pertama kali ia melihat Andara tersenyum.

"Nama kamu siapa, sayang?"

"Andara, tante," balasnya. Dita mengangguk kecil.

"Kamu sudah berteman dengan Algar berapa lama? Habisnya, Algar susah banget bergaul sama cewek." Algar mendengus kesal.

"Eh ... baru satu minggu yang lalu kok, tante. Aku kebetulan pindahan dan masuk kelas Algar." Dita mengangguk mengerti.

"Kamu udah makan?" Andara menggeleng kecil.

"Kebetulan tante masak banyak hari ini. Makan, yuk." Andara menggeleng kecil.

"Gak usah tante, nanti ngerepotin." Dita terkekeh seraya berjalan menuju meja makan.

"Gak ngerepotin kok, yang namanya tamu itu harus disuguhkan sesuatu. Yuk, makan sama-sama." Andara tersenyum canggung.

"Terima kasih, tante."

♡♡♡

Andara sedang menemani Lidya bermain boneka. Beberapa saat yang lalu, Lidya mulai mendekati Andara dan mengajaknya bermain. Algar benar-benar tidak habis pikir dengan adiknya itu.

Andara terlihat sangat tidak ada beban saat bermain bersama Lidya, sangat terlihat tidak cuek. Sungguh jauh berbeda dibandingkan dengan Andara di sekolah.

Andara juga sering tertawa lepas karena candaan yang Lidya lontarkan padanya. Algar tersenyum kecil.

"Mungkin ini bisa sedikit melepas penatnya," monolognya.

Tiba-tiba saja sebuah ponsel di meja bergetar, menampilkan sebuah pesan dari seseorang tidak dikenal. Itu bukan ponsel milik Algar, melainkan Andara.

Algar menatap Andara untuk sesaat kemudian memutuskan untuk membaca pesan dari nomor tidak dikenal itu.

"Aku ... kangen kamu?" Algar tidak bodoh. Dia tahu betul pengirim pesan ini adalah lelaki masa lalu Andara. Jika melihat ini, traumanya pasti akan kembali.

Algar tidak punya pilihan lain selain menghapus pesan itu. Sebelum menghapus, tentu saja Algar menyalin nomor telepon itu ke ponselnya. Algar tidak akan tinggal diam.

Algar kembali meletakkan ponsel Andara di atas meja.

"Kak Andara udah mau pulang?" Andara mengacak surai Lidya dengan lembut.

"Iya. Kapan-kapan kakak main ke sini lagi, kok." Lidya tersenyum menggemaskan.

"Kita main salon-salonan ya, kak?" Andara tertawa kecil kemudian mengangguk.

"Iya. Kamu tunggu kakak ke sini lagi, ya? Jangan nakal."

"Lidya tunggu kak Andara main lagi!" Andara menghampiri Algar.

"Gue pulang dulu, bunda gue sebentar lagi pulang kerja." Algar bangkit dan menyambar kunci motornya.

Lelaki itu segera menancap gas menuju alamat yang disampaikan oleh Andara selama perjalanan. Algar masih memikirkan lelaki itu. Siapa sebenarnya dia?

Beberapa menit berlalu dan keduanya telah sampai di rumah Andara. Algar menatap rumah itu, terlihat sangat sederhana.

"Makasih buat hari ini." Algar sangat tertegun.

"Jujur aja, gue sedikit seneng." Algar menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Makasih kembali, karena lo udah mau luangin waktu," balasnya canggung.

Ketika Andara ingin melangkah memasuki rumah, Algar kembali memanggilnya membuat perempuan itu menoleh kembali dengan ekspresi bingungnya.

"Kalau ada apa-apa telepon gue aja," ucapnya.

"Kalau begitu gue masuk dulu." Algar tersenyum dan mengangguk kecil.

Andara tidak mengerti apa yang Algar maksud, padahal sedari tadi semuanya tampak biasa-biasa saja, tidak ada yang aneh dengan hari ini.

Andara menaikkan kedua bahunya.

Sementara itu, sepeninggalan Andara, Algar mengepalkan tangannya. Dia akan bertekad untuk mencari tahu siapa sebenarnya lelaki di balik masa lalu Andara.

Algar akan mencari tahu terlebih dahulu, berusaha mendapatkan informasi yang mungkin dibutuhkannya untuk menjaga Andara dari trauma masa lalunya.

Algar juga pernah berpikir, kenapa dirinya sangat ingin menjaga Andara? Kenapa dia tidak membiarkannya saja? Kenapa dirinya sangat tertarik dengan seorang Andara? Bukankah itu aneh?

Bagi Algar, Andara selayaknya memiliki cahaya silau yang berhasil menariknya masuk untuk mencaritahu asal cahaya itu.

Entah itu jalan yang bercabang, atau justru jalan yang buntu.

Algar menatap jalan di depannya kemudian Algar segera menancap gasnya diatas rata-rata.