Chereads / 12.12 | END | / Chapter 8 - Story 8 : Bersama Tasya.

Chapter 8 - Story 8 : Bersama Tasya.

Andara menatap sebuah buku bersampul putih yang ia genggam. Andara tersenyum kecil kala itu. Bagaimana bisa seorang Algar mengetahui hal yang paling ia sukai?

Andara yang mendengar suara ketukan pintu segera berlari untuk membukakan pintunya. Andara masih memeluk buku pemberian Algar.

"Sore, Andara. Apa aku boleh memelukmu sejenak?" Andara refleks melempar buku yang tadi dipeluknya. Andara terdiam kaku menatap lelaki dengan jaket biru tuanya.

Lelaki itu mengambil buku yang Andara lempar, membolak-balikkan buku tersebut.

"Apa ini? Apa seseorang memberimu ini?" Andara masih terdiam dengan tubuh yang kaku. Saat sudah berhadapan dengan orang ini, Andara sama sekali tidak bisa berbicara, apalagi untuk bergerak, sangat tidak bisa.

"Bukankah aku sudah pernah bilang padamu untuk tidak mengkhianatiku?" Lelaki itu mengeratkan genggamannya pada buku Andara, membuat bukunya terlihat sedikit hancur untuk sekarang.

Andara tersadar dari lamunannya dan segera merebut buku pemberian Algar itu, Andara harus menjaganya, bukan merusaknya.

"Pergi!" titahnya. Lelaki itu menaikkan satu alisnya.

"Pergi? Sejak kapan kamu menjadi gadis pembangkang? Sejak kapan kamu berani memerintahku, Andara?" Lelaki itu mengulurkan tangannya untuk menyentuh pipi Andara, namun dengan berani Andara menepis tangan lelaki itu.

Lelaki itu sedikit terkejut.

"Pergi dari sini dan jangan pernah muncul lagi di hadapan gue!"

♡♡♡

Algar menatap Rio yang sedang asik bermain instagram. Algar berdehem membuat Rio dengan cepat menoleh ke arah Algar.

"Gue mau tanya sesuatu." Rio menaikkan satu alisnya menunggu kelanjutan Algar.

"Kalo ada cewek yang ngajak lo jalan, lo terima, gak?" Rio menatap Algar dengan aneh, tidak biasanya seorang Algar menanyakan hal-hal berbau percintaan seperti ini.

"Cewek? Emang ada yang mau sama lo?" Algar menempeleng kepala Rio dengan kesal, temannya ini memang tidak ada akhlak sama sekali.

"Karena gue ganteng pasti ada, lah. Emangnya lo sama Revan," balasnya sedikit terkekeh membuat Rio merotasikan bola matanya.

"Jadi gimana? Apa yang akan lo lakuin kalau ada cewek yang ngajak lo jalan?" Rio berpikir sejenak.

"Terima aja, emang kenapa?" Algar menaikkan kedua alisnya.

"Ya gak apa-apa sih. Kalau cewek itu temen deket lo gimana?" Rio tersenyum jahil, sepertinya lelaki itu tahu maksud dari pertanyaan Algar.

"Maksud lo Tasya?" Algar menggeleng dengan tegas.

"Kok jadi bawa-bawa Tasya, sih?"

"Tapi emang bener, kan?" Rio menaik turunkan kedua alisnya selayaknya sedang menggoda Algar. Algar berdecih.

Sepertinya bertanya pada Rio bukanlah ide yang bagus. Jika berdebat dengan Rio, sampai kapan pun tidak akan ada habisnya, jadi Algar memilih untuk menyudahi obrolan mereka sekarang juga.

Algar menyambar kunci motornya, lalu segera menancap gasnya menuju rumah setelah sebelumnya berpamitan sebentar dengan Rio.

Algar menatap sepatu sekolah berwarna hitam yang diyakininya bukanlah milik Lidya, karena punya Lidya berwarna putih. Algar memutuskan memasuki rumahnya dan sedikit terkejut ketika mendapati Tasya yang sedang berbincang hangat dengan Dita.

"Tasya?" Tasya langsung berdiri dan tersenyum kepada Algar.

"Lo ngapain di sini?" Dita menyentuh bahu Algar.

"Mama ke belakang dulu, ya," ucapnya kemudian melangkah meninggalkan Algar dan Tasya di ruang tamu.

Algar menatap Tasya yang masih terus tersenyum manis, perempuan itu menyatukan kedua tangannya, terlihat sangat gelisah.

"Surat gue yang kemarin ... gimana?" Algar terdiam. Entahlah jawaban apa yang harus ia berikan pada Tasya.

Tasya baru saja patah hati akibat diputuskan oleh Bima. Jika Algar menolak ajakan perempuan itu, mungkin Tasya akan semakin bersedih.

Algar memasukkan kedua tangannya di saku celananya, terlihat berpikir sejenak.

"Karena gue luang, jadi gue terima ajakan lo." Tasya melebarkan senyumannya.

"Gue tunggu di pertigaan hari minggu, jam 10 pagi."

♡♡♡

Minggu, 26 Agustus.

Algar menghampiri Tasya yang sudah menunggu di pertigaan. Algar menatap Tasya dari atas sampai bawah, baru pertama kali Algar melihat Tasya memakai dress selutut. Biasanya perempuan itu akan memakai setelan casual biasa.

"Gimana penampilan gue?" Algar mengangkat ibu jarinya.

"Cocok," balasnya membuat Tasya tersipu.

Tasya menjelaskan kepada Algar ke mana mereka akan pergi. Ada beberapa tempat yang Tasya sebutkan, mungkin hari ini Algar akan seharian bersama Tasya.

Setelah mengunjungi beberapa tempat, Algar dan Tasya memutuskan untuk beristirahat sejenak di taman terdekat.

Algar memberikan sebotol minuman pada Tasya, perempuan itu sedang memijit kakinya yang terasa pegal karena sedari dari terus berjalan.

"Capek?" Tasya masih memijit kakinya.

"Lumayan," jawabnya.

Tasya menenggak sebotol minuman yang diberikan Algar padanya. Tasya menatap Algar dengan serius.

"Gue boleh tanya sesuatu sama lo?" Algar menaikkan satu alisnya menunggu kelanjutan perempuan itu.

"Tantang cewek di kelas lo yang namanya Andara. Lo kenal dia?" Algar menggeleng tegas.

"Gue gak kenal. Lo tahu kan kalau gue jarang deket sama cewek? Cuma sama lo, karena lo temen SMP gue." Tasya tersenyum kecil meskipun hatinya terasa sedikit nyeri karena Algar membohonginya.

"Tapi, lo pasti tau kan tentang dia yang waktu itu sempat kesebar." Algar terdiam. Kenapa Tasya membahas masalah ini sekarang?

"Iya," balasnya acuh.

"Gue bener-bener gak nyangka cewek pendiem kayak dia ternyata semurahan itu." Algar sudah tidak nyaman dengan pembahasan ini. Jika saja yang di depannya saat ini adalah lelaki, sudah pasti Algar akan menghajar orang itu. Karena Tasya adalah perempuan, Algar berusaha menahan kalutnya.

"Ternyata hatinya bertolak belakang sama sikapnya." Algar masih terdiam, sebelum Tasya membahasnya lebih jauh dan semakin menyukut emosinya, Algar memutuskan untuk mengalihkan topik pembicaraan mereka.

"Selanjutnya kita mau ke mana?" tanya Algar. Tasya berpikir sejenak.

"Kita udah ngunjungin semua tempat yang mau gue kunjungin, kita pulang aja, gimana?" Algar mengangguk kecil.

Algar mengantar Tasya menuju rumahnya. Ketika Algar ingin meninggalkan rumah Tasya, perempuan itu memanggil namanya, membuat Algar mengurungkan niatnya.

"Hati-hati," ucapnya seraya tersenyum sangat manis. Algar mengangguk dan segera meninggalkan rumah Tasya.

Sepeninggalan Algar, Tasya langsung merubah raut wajahnya menjadi datar. Kenapa Algar terus membohonginya? Tasya mengepalkan tangannya.

Tasya melangkah memasuki rumahnya, tangan Tasya terulur untuk mengambil vas kaca, tanpa pikir panjang Tasya langsung membanting vas kaca tersebut.

Tasya terus melempar dan membanting benda apa pun yang ada di depannya.

"Gue gak akan biarin Algar jadi milik lo! Algar itu punya gue!" monolognya seraya terus mengacak-acak ruang tamunya.

Tasya menatap pantulan dirinya di cermin besar. Penampilannya sudah tidak lagi cantik dan anggun seperti sebelumnya. Tasya tertawa kecil menatap dirinya yang kini tampak sangat berantakan.

Tasya mengambil pigura di mana foto dirinya dan Algar saat kelulusan SMP ada di sana. Tasya mengusap pigura itu sambil menarik satu sudut bibirnya.

"Gue akan dapetin lo, bagaimana pun caranya!"