Andara terdiam menatap makan malam yang telah tersaji di hadapannya. Andara melirik Tasya yang dengan tenang menghabiskan makanan yang telah disuguhkan bundanya, itu karena bundanya percaya jika Tasya adalah teman Andara.
Bahkan, Andara sama sekali tidak mengenal Tasya, hanya tahu wajahnya saja. Perempuan itu datang ke rumahnya pasti mempunyai maksud bukan?
Andara merasa mood makannya menghilang begitu saja ketika melihat wajah Tasya terpampang di depannya. Rasanya, perempuan itu memiliki aura yang sangat aneh saat berada di dekatnya.
Andara bahkan sangat tidak nyaman dengan kehadirannya, sepertinya ini akan terjadi sesuatu yang buruk.
Andara berdiri, bundanya yang melihat itu langsung menegur Andara.
"Kenapa sayang? Makanan kamu belum habis lho," tegurnya. Andara tersenyum, berusaha menyembunyikan rasa kesalnya.
"Maaf, bun. Aku kebelakang dulu." Bundanya mengangguk, percaya begitu saja. Tasya menatap sinis Andara, yang tentu saja dibalas dengan tak kalah sinis oleh Andara.
Andara melangkahkan kakinya meninggalkan ruang makan. Perempuan itu memilih halaman belakang rumahnya sebagai penenang hati.
Andara menatap lurus ke depan.
Ada apa Tasya mendatangi rumahnya? Dan dari mana perempuan itu mengetahui alamatnya? sepertinya dua pertanyaan di atas sedang memutari pikiran Andara.
Andara yang mendengar seseorang berdehem, segera menoleh. Andara menatap Tasya dengan tatapan elangnya, Tasya juga menatap Andara dengan sorot yang tidak main-main.
"Maksud lo apa dateng ke sini?" tanya Andara langsung. Tasya tersenyum sinis.
"Gue gak ada maksud jahat kok, gue cuma mau bilang sesuatu sama lo," balasnya seraya melipat kedua tangannya di depan dada. Andara terdiam menunggu kelanjutan perempuan itu.
"Gue langsung to the point aja, jauhin Algar," titahnya. Andara membuang mukanya.
"Maaf, tapi gue sama dia gak sedeket itu. Gak ada alasan buat gue ngejauh dari dia." Tasya berdecih.
"Omong kosong. Lo pikir selama ini gue gak tau?! Lo itu centil ke Algar. Sok-sok manis." Andara mengepalkan tangannya.
"Gue gak pernah bersikap sok manis." Tasya tertawa meremehkan.
"Lo itu selama ini deket-deket sama Algar pasti ada maunya, kan? Lo mau manfaatin dia, kan?" Andara tidak tahan lagi dengan ocehan perempuan ini.
"Jadi, lo cuma mau Algar?"
"Iya. Algar itu punya gue, cocoknya sama gue. Dia gak pantes buat cewek kotor kayak lo!" Andara tersenyum kecil.
"Silahkan. Gue gak juga peduli." Andara meninggalkan Tasya yang sedang tersenyum dengan penuh kemenangan. Sepertinya rencananya berhasil. Tasya tidak menyangka kalau semuanya akan semudah ini.
♡♡♡
Algar menatap pantulan dirinya di cermin. Lelaki itu merapihkan posisi dasinya. Setelah sudah dipastikan sempurna, Algar menuruni anak tangga untuk menghabiskan sarapannya.
Algar melirik Lidya yang juga sudah siap dengan seragam sekolahnya. Algar mencolek bahu adik kecilnya itu.
"Lo gak lupa, kan?" Lidya mendengus.
"Iya. Nanti pulang sekalian gue beliin." Algar tersenyum jahil.
"Nah, gitu dong," balasnya membuat Lidya merotasikan bola matanya.
Kalian tidak lupa, kan? Saat Lidya menantang Algar dalam sebuah permainan. Lidya kalah, itu artinya Lidya harus membelikan Algar mochi.
Setelah sarapannya selesai, Algar mencium tangan Dita dan berpamitan kepada wanita itu. Algar melajukan motornya menuju sekolah. Mungkin hari ini Algar akan mencari petunjuk.
Selesai memarkirkan motornya, Algar langsung disambut hangat dengan Tasya. Algar menaikkan satu alisnya.
"Kenapa?" Tasya menggeleng sambil tersenyum.
"Gak ada apa-apa kok, cuma mau ketemu aja sama lo," balasnya membuat Algar ber'oh' ria. Algar meninggalkan Tasya dan langsung melangkah menuju kelasnya. Tasya mengepalkan tangannya.
Tasya terus mengikuti Algar menuju kelasnya, sampai-sampai Rio dan Revan dibuat terkejut.
"Ekhem!" itu suara Rio.
"Pagi-pagi udah dianter tuan putrinya," goda Revan. Algar memilih untuk mengacuhkan semua ocehan teman-temannya dan memilih untuk memperhatikan Andara. Anehnya, Andara terlihat biasa saja dan sama sekali tidak menoleh dari buku yang sedang ia baca.
"Gar, lo pulang sekolah luang, gak?" tanya Tasya.
"Gue sibuk, ada janji," alibinya. Sejujurnya, Algar sangat luang, namun entah mengapa kata-kata itu justru keluar dari mulutnya.
Tasya memanyunkan bibirnya, itu membuatnya terlihat menggemaskan. Rio menyenggol bahu Algar.
"Kasian gar, lo kenapa gak bilang luang aja, sih?" Algar mendengus.
"Gue ada janji. Gak bisa ditinggal, sorry." Tasya mengangguk pasrah. Algar beberapa kali melirik ke arah Andara yang masih terdiam, Tasya yang menangkap basah kelakuan Algar itu berusaha menahan kalutnya.
Setelah bel istirahat berbunyi beberapa menit yang lalu, Algar mengekori Andara ke mana pun perempuan itu pergi. Andara yang merasa kesal segera menghentikan langkahnya.
"Bisa gak sih, berhenti ngikutin gue?" Algar menaikkan satu alisnya.
"Biasanya juga gini, kan?" Andara mendengus sebal.
"Kalau ada temen-temen lo yang ngeliat, gimana?" Algar terkekeh.
"Mereka udah gue suruh ke kantin duluan kok, tenang aja."
"Stop ngikutin gue dan tolong menjauh dari gue. Udah cukup lo ngurusin masalah gue, maksih buat selama ini." Algar terdiam. Algar meraih tangan Andara membuat gadis itu cukup terkejut.
"Kenapa tiba-tiba?" Andara menarik paksa tangannya.
"Gue muak sama lo dan sikap lo, cukup sampai sini. Tolong jauhin gue." Algar terdiam mematung.
♡♡♡
Andara merasa sedikit menyesal dengan perkataannya barusan yang terdengar kasar dan sedikit menyakitkan.
Ketika perdebatannya dengan Algar selesai, Andara memutuskan untuk ke toilet sebentar. Andara menatap pantulan dirinya di cermin toilet.
"Gue emang butuh lo, tapi maaf ..." Andara mencuci mukanya untuk menenangkan pikiran.
Andara melangkahkan kakinya menuju kantin. Perempuan itu melihat Algar dan teman-temannya di meja pojok, mereka penuh tawa seperti biasanya.
Andara melirik Tasya yang terus mengapit lengan Algar, perempuan itu tampak sangat dekat dengan Algar.
Tatapan Andara bertemu dengan tatapan Tasya untuk sepersekian detik sampai akhirnya Andara memutuskan kontak keduanya terlebih dahulu. Tasya menarik satu sudut bibirnya.
Andara memilih berbalik, meninggalkan kantin yang mulai ramai dengan para siswa.
Di lain sisi, tentunya Algar merasa sangat risih dengan sikap Tasya hari ini, perempuan itu terlihat lebih menempel padanya. Algar masih berusaha tidak memperlihatkan rasa risihnya.
Setelah pulang sekolah, ketika sekolah sudah mulai sepi, Algar mencekal tangan Andara di koridor sekolahnya. Andara menoleh dan memasang wajah datarnya.
"Apa?" tanyanya.
"Lo kenapa?" Andara menaikkan satu alisnya.
"Gue gak apa-apa. Lepasin." Andara menarik paksa tangannya.
"Gue udah bilang sama lo, gue muak sama lo. Stop ikut campur urusan gue dan urus diri lo sendiri aja." Algar terdiam, sorot matanya terlihat kesal dengan kata-kata Andara tadi.
"Ini semua aneh. Ini bukan lo yang biasanya." Andara membuang kasar napasnya.
"Lo salah, ini gue yang sebenernya. Ini gue yang asli." Algar mengepalkan tangannya.
"Tapi, An--
"Stop. Gue duluan." Kemudian Andara melangkah meninggalkan Algar yang terdiam mematung.