Chereads / Be a Princess / Chapter 20 - Hadiah

Chapter 20 - Hadiah

Tadinya aku merencanakan untuk sekedar ramah padanya dengan membalas undangannya secara pribadi. Aku tidak pernah mengira jika Lady Lise akan dengan sangat antusias membalas setiap suratku. Surat yang awalnya monoton dengan menanyakan kabar masing-masing, sekarang berubah dengan lady Lise yang menceritakan kesehariannya.

Surat-suratnya cukup menghibur jadi tanpa sadar aku menantikannya.

"Agatha, pesta lady Lise bukankah tinggal seminggu? Menurutmu apa yang bisa kuberikan?"

"Apakah anda khawatir dengan hadiah yang anda siapkan Nona?"

Agatha tersenyum penuh pengertian.

"Yah, tidakkah ini sedikit sederhana? Apakah aku perlu menyiapkan hadiah lain?"

"Yang anda siapkan mungkin akan terlihat biasa. Tapi untuk lady Lise, aku yakin dia akan sangat menghargainya"

Meski Agatha menghiburku, aku tetap tidak bisa tenang.

"Agatha, aku ingin berbelanja"

"Saya akan segera bersiap"

Seperti yang diharapkan dari Agatha. Dia bertindak cepat dan efisien. Bahkan belum setengah jam ia sudah menyelesaikan persiapan kunjunganku.

Warna rambutku spesial. Selain Reese, tidak seorangpun yang memiliki rambut hitam sepertiku. Jadi selain pakaian sederhana yang kami kenakan, aku juga mengenakan rambut palsu berwarna coklat yang umum. Reese yang mengikuti kami juga mengganti seragam hitam mewahnya dengan pakaian biasa. Tetapi ia tidak peduli dengan rambut hitamnya yang terlihat jelas.

"Uukkhh" dengan kesadaran bangsawan yang tersisa aku berhasil menahan diriku mengeluarkan sumpah serapah.

Mabuk darat sialan.

Sambil bersandar pada Agatha, aku menatap dingin pada Reese yang terbahak melihatku.

Dibanding penghuni mansion yang lain, Reese beradaptasi jauh lebih cepat terhadap sikapku. Ia bahkan cukup berani mengejekku secara terbuka. Tetapi tentu saja dia menjaga mulut dan sikapnya terhormat layaknya pengawal sejati jika berhadapan dengan orang lain.

"Kupikir saya akan menunggu lama sampai melihat anda seperti ini. Yang mulia benar-benar mengenal anda"

Aku mengabaikannya. Tapi kata-katanya tetap saja menggangguku.

Apa Pangeran Edgar benar-benar mengenal aku.

"Kita akan mulai dari mana nona?"

Agatha bersemangat dan sepenuhnya mengabaikan Reese.

"Dimana toko pengrajin?"

"...?"

Agatha kehilangan semangatnya begitu aku mengatakan ingin memesan sesuatu pada pengrajin kaca yang tampak tidak populer. Tapi aku sudah mencari tahu sejarah panjang pengrajin ini jadi aku tetap meminta mereka menyediakan sesuatu yang akan kuberikan pada lady Lise.

"Nona apakah anda tidak ingin memesan sesuatu untuk anda sendiri"

Aku menatap Agatha yang tampak frustasi.

Sepanjang jalan dia terus mendesakku untuk memesan gaun, perhiasan ataupun aksesoris yang sama sekali tidak membuatku tertarik.

Setelah aku bangun, aku membeli cukup banyak pakaian yang lebih tertutup. Sesuai predikat dan kekayaan Calverion aku mampu membeli banyak gaun mewah untuk berbagai keadaan. Tetapi karena aku tidak suka menghadiri pesta-pesta bangsawan, banyak dari gaun itu bahkan belum tersentuh. Tapi itu tidak pernah menghentikan Agatha untuk memesan lusinan gaun setiap bulannya. Dan seperti kebiasaan banyak wanita bangsawan lainnya, dia berharap aku menjadi lebih pesolek jika memiliki banyak gaun indah untuk dikenakan.

"Agatha, aku tidak..."

BRUK

Jalanan ini cukup ramai. Jadi wajar jika tanpa sengaja saling menabrak bukan.

Tapi Agatha maupun Reese yang berdiri di belakangku punya pikiran lain.

"Nona, apakah anda masih memiliki kantong uang anda?"

"Ahh..."

Seruan terkejut ku cukup menjadi alasan keduanya.

"Tunggu disini"

Reese berbalik dan mengejar orang yang menabrak ku.

Aku kembali meraba sakuku untuk memastikan tidak ada apa-apa lagi disana.

Kantong uang itu awalnya di pegang oleh Agatha. Aku mengambilnya darinya karena ia terus menolak membayar saat aku ingin membeli sesuatu untuknya. Dan sekarang itu hilang.

Jumlah yang hilang tidak kecil. Tetapi dengan jumlah uang saku yang aku terima setiap bulannya, itu bahkan tidak seberapa. Hanya saja aku tahu itu akan sangat menggangu harga diri kedua orang yang bersamaku.

Ah, rupanya pencopet di dunia ini juga sangat lihai.

"Nona, ayo kesana"

Agatha menuntunku menghindari keramaian.

"Eh... Apa? Nona..."

Sejak awal jalanan itu cukup ramai. Tapi secara mendadak kerumunan orang menyerbu kami. Agatha meraih tanganku dan mencengkeramnya erat tapi arus massa yang tiba-tiba berhasil memisahkan kami.

Aku terdorong mundur hingga ke gang sempit dan berdiri dengan canggung.

Aku cukup percaya diri dengan kemampuanku memindai jalan yang bahkan baru kulewati, tetapi ini akan menjadi kali pertamaku melangkah sendirian keluar dari Mansion. Mau tidak mau ini cukup membuat canggung.

"Psstt, ikutlah dengan tenang jika tidak ingin terluka"

Sebuah tangan merayap menutupi mulutku untuk mencegahku bersuara. Aku bisa merasakan sesuatu yangm tajam di dorong ke punggungku. Aku bisa mencium bau alkohol dan busuk dari sosok yang membekap mulutku. Ia menarikku memasuki gang lebih jauh.

Sial, apa aku sedang diculik lagi?

Dengan tenang aku memindai sekitarku. Jalanan ramai ada di depanku, aku hanya perlu melepaskan diri dan lari kesana untuk menarik perhatian. Tapi mengingat bagaimana aku terseret nyaris alami ke tempat ini, aku yakin ada orang lain yang siap memblokir ku disana.

"Lepaskan wanita itu"

Suara dingin menggangu konsentrasi ku. Di depan kami, Reese berdiri dengan pedang terhunus.

Aku bisa merasakan pria di belakangku bergerak dengan gelisah.

"Si...siapa kau? Aku yang lebih dulu mendapatkannya. Dia milikku"

"Kau bahkan tidak layak untuk melihatnya. Beraninya kau meletakkan tangan kotormu di tubuhnya"

Aku benci di ancam. Aku juga tidak suka disentuh seperti ini oleh pria asing dengan tubuh yang kotor. Tapi itu tidak akan membuatku menginginkan kematiannya.

Melihat cara Reese menatap dan berbicara, aku sangat yakin dia sedang dalam mode paling menyeramkan. Aku yakin, menjadi penjaga bayangan bagi seorang Pangeran selama ini tentu saja ia tidak mengenal kata takut. Darah dan nyawa bukanlah sesuatu yang sulit untuk dia tumpahkan.

Dan aku sama sekali tidak punya keinginan untuk menyaksikannya hari ini.

Biasanya aku akan memilih menyodok ulu hati lawan untuk mendapat efek lebih banyak, tetapi mengingat benda tajam yang menempel di punggungku, aku tidak bisa ambil risiko melakukannya. Jadi aku menginjak kaki pria itu sekuat tenaga.

Pria itu menjerit kaget. Melepaskan salah satu tangannya dan membungkuk dengan refleks. Saat itulah aku mengayunkan tinjuku ke wajahnya.

"Larilah"

Aku pura-pura tersandung begitu dia melepaskan ku. Matanya membesar saat menatapku diantara pusing akibat tinjuku. Entah dia terkejut karena pukulanku atau saat aku memperingatkannya. Untunglah pria yang tampak seperti gelandangan itu cukup pintar. Melihat dia tidak punya peluang untuk bisa menyandera aku lagi ia segera berbalik dan melarikan diri.

"Sir Reese, jangan tinggalkan aku!"

Aku berteriak panik saat Reese mengambil sikap untuk mengejarnya. Sesaat gelombang kebingungan melintas di matanya. Tapi kemudian dia kembali berjongkok di sampingku.

"Apa anda bisa berdiri Putri?"

Dengan lembut ia mencoba menarikku berdiri.

"Acck..."

Sial, aku pasti membuat kakiku terkilir saat pura-pura jatuh tadi.

"Maafkan aku Putri"

Sebelum aku memahami arti kata-katanya, Reese sudah mengangkat ujung rokku. Dengan cekatan ia melepaskan sepatu dan kaus kaki sutra yang aku kenakan dan memperhatikan kakiku yang mulai membengkak.

Rasanya aneh saat tangan kapalannya menyentuh kakiku dengan lembut.

Apakah ini efek dari rasa sakit yang mulai terasa? Rasanya aku memiliki demam sekarang.

"Ini hanya untuk sementara. Begitu anda tiba di Mansion, dokter akan mengobati anda lebih baik"

"Maafkan aku sekali lagi Putri. Aku hanya ingin membawa anda kembali lebih cepat"

"Acck..."

Sekali lagi aku tersentak kaget begitu Reese mengangkat ku dan menggendong ku.