Chereads / BOUND BY PROMISE / Chapter 17 - PERINGATAN UNTUK RAI

Chapter 17 - PERINGATAN UNTUK RAI

Di bawah teriknya sinar matahari seseorang sedang bermain basket seorang diri di tengah lapangan, tanpa peduli dengan beberapa siswa maupun siswi yang memperhatikannya dengan berbisik-bisik karena penampilan Rai yang begitu berantakan tidak seperti biasanya.

Laki-laki itu terus mendrible dan memasukkannya ke dalam ring, selalu seperti itu secara berulang-ulang sehingga tidak menyadari adanya kehadiran seseorang yang sedang memperhatikannya dalam diam.

Sungguh, Rai hanya ingin menghilangkan ingatannya dimana ia baru saja mendengar sesuatu yang kurang menyenangkan ditelinganya dan itu sangat membuat dirinya merasa terganggu. Maka dari itu, laki-laki tersebut berpikir bahwa dengan cara seperti ini bisa mengalihkan atau melupakan sejenak.

"Rain, kamu nggak boleh nurutin apa kata cowok itu," ujarnya dalam hati. "Aku nggak mau kamu terlalu jauh."

Tapi, semua kembali kepada kenyataan bahwa ia tidak bisa mengatakan itu dan Rai baru saja menyadari bahwa dirinya memanglah seorang pengecut. Menyadari kehadiran seseorang membuat laki-laki itu langsung menoleh ke arah belakang dimana ternyata Vano sudah berdiri sembari melihat ke arahnya.

Rai menghela nafas dengan satu tangan yang mengapit bola basketnya. "Ngapain lagi lo ke sini?" tanyanya dengan malas.

"Gue ke sini cuma mau kasih tahu sama lo untuk nggak terlalu dekat sama Rain, ngerti?!"

Laki-laki tersebut yang mendengarnya pun langsung berdecih, lalu berkata, "Emangnya lo siapa, hah? Lo baru pacarnya dia, bro, bukan calon suami."

"Anjing!" umpat Vano dengan kedua tangan yang mengepal. "Berani lo sama gue, hah?"

Melihat bagaimana marahnya seorang Vano membuat Rai menjadi tidak habis pikir bagaimana bisa sahabatnya tersebut menyukai laki-laki seperti seseorang yang berada di hadadapannya ini.

"Eh, ngapain lo nyuruh gue untuk ngejauh dari Rain?"

"Karena gue tahu kalau lo suka 'kan sama cewek gue?!"

"Basi," ujar Rai dengan tatapan tajamnya, "Van, harusnya lo mikir dong, kalau emang lo cinta sama Rain, nggak seharusnya lo sampai ngekang dia buat bergaul sama gue sebagai sahabatnya sendiri!"

"Gue nggak mau lo ikut campur lagi sama hubungan kita, cukup sampai di sini aja, Rai. Sekali lagi gue peringatin sama lo!"

Setelah itu Vano pun berbalik hendak menjauhi lapangan meninggalkan Rai yang masih berdiam diri memperhatikan punggungnya. Akan tetapi sesuatu yang dikatakan oleh seseorang yang berada di belakang sana membuat langkahnya harus terhenti.

"Asal lo tahu, Van," jeda Rai dengan tatapannya yang begitu intens. "Kalau lo percaya dia cintanya cuma sama lo, nggak mungkin lo bakal ngelakuin hal semacam kaya gini. Buat apa lo pacaran sama dia, tapi lo nggak pernah bisa percaya sama cewek lo, sayang? Cinta? Khawatir? Itu semua nggak ada gunanya, Van."

Perkataan dari laki-laki itu membuat hati Vano langsung mencelos, ia benar-benar tidak menyangka bahwa apa yang dikatakan oleh Rai membuat dirinya merasa menjadi seseorang paling bodoh dalam hidup ini.

"Lo nggak tahu apa-apa, Rai, jadi jangan sok tahu tentang cewek gue!"

Vano benar-benar berlalu pergi setelah mengatakan hal tersebut kepadanya, sedangkan Rai, laki-laki itu saat ini sedang tertawa kecil mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh kekasih dari sahabatnya sendiri.

"Dia nggak ada apa-apanya dibanding gue, jadi jangan bertingkah seolah lo udah kenal cewek lo bertahun-tahun. Inget, gue itu sahabat cewek lo."

Meskipun, Vano tidak akan mendengarnya, akan tetapi Rai merasa puas setelah mengatakan hal tersebut kepada laki-laki itu.

Tidak lama kemudian datanglah dua sejoli yang tidak pernah terpisah, yang tak lain adalah Denis dan Samuel. Mereka datang dengan tatapan kagumnya kepada Rai yang sepertinya sudah berhasil membuat seorang Vano kalah.

"Yang tadi si Vano, 'kan?" tanya Denis kepada seseorang yang berada di depannya itu. "Gila, sih, gue perhatiin muka dia jelek banget."

Rai yang mendengarnya pun hanya mengedikkan bahunya membiarkan temannya itu mengoceh sesuka hatinya, sedangkan Samuel saat ini begitu senang terhadap seseorang yang berada di hadapannya itu.

"Rai, lo tahu nggak?" ujar Samuel kepada temannya tersebut. "Ada cewek yang dari pertama lo main basket sendirian sampai datangnya Vano merhatiin terus."

Kening dari laki-laki itu langsung berkerut setelah mendengarnya. "Siapa?" tanya Rai.

Samuel dan Denis langsung saling menatap satu sama lain sebelum akhirnya kembali memandang seseorang yang berada di hadapannya itu.

"Coba lo tebak siapa," ujarnya kepada Rai dengan senyumannya itu. "Menurut lo, siapa?"

Ketika Rai sedang mencoba untuk berpikir, tidak sengaja kedua matanya menangkap seseorang yang begitu dikenalinya tersebut sedang berdiam diri memperhatikannya di ambang pintu kelas membuat laki-laki itu langsung terdiam sejenak sebelum akhirnya berdeham dengan senyuman lebarnya itu.

"Gue tahu," jawab laki-laki itu. Sedangkan Samuel dan Denis yang mendengarnya pun berkata, "Siapa?"

"Rain, sahabat gue 'kan?" tebaknya yang membuat dua orang laki-laki yang berada di hadapannya saat ini pun terdiam dengan senyum masamnya itu. "Gimana?"

"Iya, lo bener, tahu aja lo, Rai."

Laki-laki tersebut yang mendengarnya pun langsung menghela nafas dengan kedua tangan yang berada pada saku celananya. Berbeda dengan Rai yang saat ini justru diam-diam menyunggingkan bibirnya sehingga membentuk sebuah senyuman melihat Rain yang masih berdiam diri memperhatikannya.

Hari sudah mulai sore dan semua murid berhamburan keluar kelas untuk segera pulang. Begitu pula dengan Rain yang baru saja keluar dari dalam kelas dan ternyata sudah ditunggu oleh Vano yang merupakan kekasihnya.

"Kamu mau ke mana, Rain?" tanya Vano ketika melihat kekasihnya itu terus saja berjalan mengabaikannya. "Kamu mau aku marah lagi, hm?"

Dengan sangat terpaksa, akhirnya Rain pun menghentikan langkahnya dan membiarkan Vano sesuka hatinya berbicara kepadanya.

"Rain," lanjutnya lagi dengan tangan yang kini menggenggam lembut pergelangan tangan dari gadisnya itu. "Kamu pulang bareng aku, ya."

"Aku bisa pulang sendiri," ujar gadis itu dengan wajah datarnya tersebut, "Udah pesan Taxi, lagian."

Mendengar penolakan membuat Vano menjadi kesal terhadap gadis itu dan berakhir dengan genggaman pada lengan Rain yang semakin mengerat membuat kekasihnya itu sampai meringis.

"Vano sakit, lepasin!" ujar gadis itu dengan begitu kesakitan. "Jangan kaya gini, Vano."

"Kamu nggak mau nurut sama aku, makanya aku kaya gini sama kamu."

"Vano!" tegurnya yang saat ini sedang berusaha untuk melepaskan tangannya dari kekasihnya tersebut. "Aku nggak mau ribut sama kamu."

Laki-laki yang sedari tadi menarik pergelangan tangan Rain dengan begitu kasar, kini sudah sampai di parkiran. Vano langsung melepaskan cekalannya dan menghela nafas lalu memandang seseorang yang berada di hapannya saat ini.

"Ayo naik," ujarnya kepada Rain yang kini sedang memperhatikan lengannya yang sedikit kemerahan akibat laki-laki itu yang terlalu kencang menggenggamnya. "Aku nggak suka lama."

Pada akirnya dengan sangat terpaksa Rain pun menuruti kekasihnya itu yang begitu keras kepala membuat gadis tersebut menghela nafas beranya itu.