Chereads / BOUND BY PROMISE / Chapter 20 - TERSADAR TAK BISA TANPANYA

Chapter 20 - TERSADAR TAK BISA TANPANYA

Sesampainya di kediaman Rain, laki-laki itu langsung bergegas menuruni mobil dengan cepat memasuki Rumah besar yang berada di hadapannya. Tanpa mempedulikan pintu terkunci atau tidak, Rai melakukan segala cara agar bisa memastikan bahwa sahabatnya itu berada di dalam sana.

"RAIN, INI AKU DATANG!!!" teriakannya begitu terdengar jelas membuat laki-laki tersebut menghela nafas ketika ternyata tidak ada satu pun sahutan dari seseorang yang berada di dekatnya. "RAIN, KAMU ADA DI DALAM 'KAN?!"

Kening laki-laki itu semakin berkerut setelah mengetahui bahwa ternyata sahabatnya itu tidak sama sekali membukakan pintunya hingga akhirnya Rai pun mengeluarkan ponselnya utnuk menghubungi gadis itu kembali.

"Ck, ayo dong angkat teleponnya, Rain," gumamnya dengan kedua alis yang berkerut serta nafas yang tidak teratur. Kedua manik matanya menatap ke segala arah dengan kekhawatiran yang begitu luar biasa. "Kamu kemana, sih?"

Dengan sangat terpaksa akhirnya Rai mengambil jalan lain, yaitu dengan menaiki tangga yang selalu digunakan untuk menuju ke balkon kamarnya. Laki-laki tersebut pun melakukannya tanpa banyak bicara sehingga kini ia sudah berada di balkon dan sedang mencoba mengetuk pintu kaca yang menuju ke kamar dari sahabat dirinya sendiri.

"Rain, kamu di dalam 'kan?" ujarnya yang kembali mengetuk pintu kaca tersebut. "Rain!!!"

Kembali laki-laki itu berdecak kesal karena tidak adanya sahutan dari gadis itu yang membuatnya semakin merasa khawatir. Saat ini perasaannya entah kenapa mendadak tidak nyaman, Rai benar-benar takut terjadi sesuatu kepada sahabatnya tersebut.

Ketika sedang sibuk mencoba melakukan segala cara, tiba-tiba sebuah suara dering ponselnya membuat Rai berhenti sejenak dan memastikan siapa yang sedang menghubunginya tersebut. Keningnya berkerut ketika ternyata yang sedang menghubunginya adalah Samuel membuat laki-laki itu menghela nafas.

"Halo," ujarnya kepada seseorang di seberang sana.

"Rai, lo dimana? Gue sama Denis udah di Cafe, nih, kok lo belum datang juga, sih."

Kedua mata Rai langsung terpejam sejenak setelah ia baru saja teringat bahwa dirinya ada janji bersama kedua temannya tersebut membuat laki-laki itu kembali menghela nafas.

"Duh, sorry banget kayanya gue nggak bisa datang," ujarnya memberitahu. "Lo berdua aja, ya, have fun, gue tutup teleponnya."

Ketika hendak mematikan sambungan panggilannya tersebut, suara Samuel yang kembali berbicara membuat laki-laki itu mengurungkan niatnya.

"Eh, Rai, tunggu dulu!" sahut laki-laki itu. "Lo kenapa? Ada masalah, ya?"

Rai langsung memijit pangkal hidungnya setelah mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh temannya itu. Kemudian menghela nafas sebelum akhirnya berkata, "Rain nggak ada kabar, dan sekarang gue lagi ada di Rumahnya."

"M-maksud lo?" tanya Samuel dengan kening yang berkerut. "Jangan bilang kalau ..."

"Hm, kaya yang lo tahu kalau Rain itu anaknya nggak pernah pergi kemana-mana kalau nggak kasih tahu gue dulu."

"Terus, lo di Rumahnya ngapain?!"

Rai menatap sekeliling Rumah ini sembari mengulum bibirnya. Laki-laki itu tidak menemukan apapun yang menjadi petunjuk dari sahabatnya membuatnya benar-benar lelah.

"Jadi sebelum gue ke sini, tadi itu dia sempat chat gue bilang 'maaf' dan itu bikin gue nggak bisa berhenti mikir. Nggak lama setelah dia chat kaya gitu, gue langsung telepon tapi ternyata Rai nggak sama sekali angkat telepon dari gue dan itu bikin gue makin tambah khawatir, makanya gue langsung datang ke sini cuma buat mastiin kalau dia udah di Rumah dan baik-baik aja."

"Terus, lo ketemu sama dia?" Bukan Samuel yang bersuara, tetapi Denis yang membuat Rai menghela nafas sembari memijit pangkal hidungnya kembali. "Lo apa-apaan, sih? Dia nggak ketemu sama Rain, makanya nggak bisa datang ke sini!"

"Oh, ya gue mana tahu, biasa aja kali," ujar Denis dengan kesal. Sedangkan Samuel yang mendengarnya hanya diam sembari menggelengkan kepala.

Sementara Rai hanya menjadi pendengar dari pertengkaran yang terjadi di antara kedua temannya tersebut yang membuat laki-laki itu mengusap wajahnya dengan kasar.

"Udah, gue matiin teleponnya, ya. Sekali lagi sorry banget gue batalin janji," ujarnya kepada Samuel dan Denis. "Gue harus cari Rain dulu, perasaan gue nggak enak dari tadi."

"Iya, lo tenang aja, Rai. Kita nggak apa-apa, kok," balas Samuel di seberang sana. "Oh, iya, kalau boleh kita mau bantuin cariin dia, gimana?"

"Nggak usah, gue bisa sendiri, kok," sahut Rai dengan senyum tipisnya itu. "Gue nggak mua ngerepotin kalian berdua."

Samuel yang sudah bisa mendengar penolakan darinya membuat laki-laki itu menghela nafas beratnya dan berkata, "Ini yang nggak gue suka dari lo, Rai. Jangan gitulah, kita ini masih teman lo, jadi kalau di antara kita ada yang lagi kesusahan, ya dibantu."

"Oke, thank's banget, ya, El," ujar Rai yang merasa bersyukur terhadap laki-laki itu.

"Sama-sama," balas Samuel dengan senyuman lebarnya itu. "Jadi kita ketemuan dimana, nih, sekarang?"

"Di tempat nongkrong kita aja, kaya biasa," jawab Rai. Laki-laki itu tidak mungkin membawa kedua temannya ke Rumah dikarenakan kedua orang tua dari Rain yang sedang berada di sana dan menunggu kabar dari dirinya, karena itu ia lebih baik bertemu di tempat lain.

"Oke, gue sama Denis berangkat sekarang."

Setelah itu panggilan pun berakhir dengan Rai yang kini kembali memasukan ponselnya ke dalam saku celana.

Kemudian laki-laki tersebut bergegas kembali turun dari balkon dengan menggunakan tangga yang baru saja digunakannya tersebut hingga kini Rai pun sudah berada di bawah dengan selamat.

Ia pun dengan cepat segera pergi mendekati mobilnya dan kembali masuk. Rai berjanji tidak akan memaafkan dirinya sendiri jika sampai terjadi sesuatu kepada sahabatnya tersebut.

Kini Rai mulai menjalankan mobilnya dan keluar dari pekarangan Rumah tersebut dengan perasaan yang sulit untuk dijelaskan kembali. Ia benar-benar tidak bisa memercayai kekasih dari sahabatnya itu untuk kali ini karena dirinya yang sudah memiliki firasat buruk sebelumnya setelah pertengkarannya bersama dengan Vano beberapa saat yang lalu.

"Gue harus temuin cowok sialan itu," gumamnya dengan wajah yang begitu terlihat menahan marahnya. "Nggak akan segan-segan gue kasih dia pelajaran kalau sampai terjadi sesuatu sama Rain."

Tiba-tiba ingatannya bersama dengan Rain membuat laki-laki itu memiliki harapan penuh terhadap sahabatnya tersebut. Ia ingin menjaga gadis itu dan dirinya akan melakukan apapun untuknya, tidak peduli dengan apa yang akan dihadapinya nanti, tetapi yang Rai lakukan adalah untuk seseorang yang begitu berarti dalam hidupnya.

Di sisi lain saat ini Rain sudah melangkahkan kakinya menjauh dari tempat dimana tadi ia bersama dengan Vano. Sudah melangkah sejauh ini tetapi dirinya sama sekali tidak mengetahui dimana gadis itu sekarang berada membuatnya benar-benar ketakutan.

Bahkan, hari sudah hampir menggelap dengan langit yang begitu terlihat jelas menggelap membuat Rain tidak tahu harus pergi kemana dirinya sekarang. Ia tak melihat adanya sebuah tempat yang bisa digunakan untuk berteduh.

Isak tangis pun muncul begitu saja setelah Rain kembali teringat dengan yang sudah Vano lakukan kepadanya, dan gadis itu ingin sekali memeluk Rai yang merupakan sahabatnya saat ini.

"Ternyata benar, aku nggak bisa tanpa kamu, Rai."