Chereads / BOUND BY PROMISE / Chapter 23 - FIRASAT SEORANG IBU

Chapter 23 - FIRASAT SEORANG IBU

Sekembalinya Raya dari ruangan tengah, wanita tersebut menuju ke ruang tamu untuk menemui suaminya yang sedang bersama dengan kedua orang tua dari Rain.

"Gimana?" tanya Fadly ketika melihatnya yang baru saja datang menghampiri. "Rai udah ketemu sama Rain, 'kan?"

Raya yang mendengarnya pun langsung menganggukkan kepala dengan kedua sudut bibirnya yang terangkat. Sedangkan Mitha dan Amar langsung memusatkan perhatiannya kepada seseorang yang berada di hadapannya saat ini.

"Rain sama Rai?" tanya Mitha sekali lagi.

"Bukan, tapi Rai bilang kalau Rain lagi sama temennya, tapi nanti pulangnya Rai jemput, kok."

Tentu saja, setelah mendengar hal tersebut membuat Mitha langsung menundukkan kepala memandang ponselnya yang benar-benar tidak ada kabar sama sekali dari anak gadisnya. Kemudian kepalanya menoleh ke arah samping dimana Amar yang juga sedang memerhatikannya.

"Tapi kenapa dia nggak kasih kabar sama aku, Raya?!" tanya Mitha yang kini menatap seorang wanita yang berada di hadapannya itu dengan mata yang berkaca-kaca. "Seharusnya dia kabarin aku dulu kalau mau pergi sama temennya."

Amar yang mendengar istrinya hampir saja berteriak pun langsung mengusap punggung tangannya, lalu berkata, "Tenanglah, lagi pula Rai 'kan sudah memberitahunya kalau Rain lagi sama temennya," ujarnya mencoba menenangkan wanitanya tersebut.

"Mitha, kalau soal itu aku juga nggak tahu, tapi coba kita berpikir positif dulu, mungkin aja Rain nggak ngabarin kamu karena handphone dia habis baterai."

Setelah Raya mengatakan itu membuat Fadly dan Amar menganggukkan kepalanya setuju, sedangkan Mitha langsung memejamkan matanya sejenak untuk menenangkan diri.

Melihat kondisi Mitha yang seperti ini membuat Amar memutuskan untuk pulang ke Rumah saja, berhubung juga langit yang sudah mulai menggelap membuat pria itu ingin segera sampai ke sana.

"Kalau begitu kami pulang dulu, ya, Fadly, Raya. Sepertinya ... Mitha harus beristirahat, aku takut terjadi sesuatu kepadanya."

Fadly dan Raya yang mendengarnya pun langsung menganggukkan kepalanya. Salah satu di antara mereka pun berkata, "Ya sudah, kalian hati-hati di jalannya, ya. Untuk kamu, Mitha, jangan terlalu khawatir, aku yakin kalau Rain pasti baik-baik aja, kok," ujar Raya.

"Terima kasih, Raya," sahut Mitha dengan senyum tipisnya itu. Wajahnya sangat terlihat pucat membuat semua orang yang berada didekatnya pun benar-benar merasa iba, hingga akhirnya sesuatu yang tidak diinginkan pun terjadi.

Fadly dan Raya langsung bergegas membantu Amar membawa Mitha untuk masuk ke dalam mobilnya.

"Amar," panggil Fadly kepada seseorang yang sudah berada di dalam mobil itu. "Kamu yakin nggak akan bawa istrimu ke Rumah sakit?"

"Iya, dia hanya perlu istirahat saja, kok. Mitha baik-baik saja, kamu tahu 'kan kalau dia sangat menyayangi Rain?"

Fadly yang mendengarnya pun langsung menganggukkan kepalanya setuju, kemudian menghela nafas sebelum akhirnya kembali berkata, "Ya sudah, kalau begitu semoga lekas sembuh istrimu, Mar."

"Terima kasih, Fad," sahut Amar dengan senyum terbaiknya itu.

Setelahnya Fadly pun langsung menjauhkan diri dari dekat mobil sebelum akhirnya mobil yang dikemudikan oleh sahabatnya itu sudah melaju keluar dari pekarangan Rumahnya.

"Semoga keluargamu baik-baik saja, Amar."

Suasana rumah yang begitu sepi membuat seorang wanita cantik yang berdiri di depan kaca jendela pun saat ini sedang khawatir. Karena belum nampak terlihat batang hidung putrinya yang sampai saat ini tidak datang.

"Kamu dimana, sih, Rain?" ujarnya dalam hati. "Jangan bikin Mama khawatir."

Kemudian Mita tersebut langsung mencoba untuk menghubungi seseorang yang begitu dikenalinya itu. Ia ingin menanyakan keberadaan dari anak gadisnya yang mungkin saja sedang bersama dengan sahabatnya sehingga dirinya bisa sedikit lebih tenang.

Selagi menunggu panggilannya diangkat oleh Rai, wanita itu memandang keluar Rumah yang saat ini sedang hujan deras dengan harapan bahwa akan datangnya seseorang yang begitu dikhawatirkannya sekarang terlihat di depan sana.

"Kok, teleponnya nggak diangkat, sih?" gumam Mitha dengan kening yang berkerut samar. "Tante butuh kamu sekarang, Rai."

Sudah berulang kali ia mencoba menghubungi anak laki-laki tersebut, akan tetapi tidak ada satu pun panggilan dari dirinya yang diterima oleh Rai yang membuat Mitha merasa curiga, sepertinya memang telah terjadi sesuatu kepada putrinya tersebut.

"Kamu dimana, sih, Sayang? Kenapa kamu nggak kabarin Mama?"

Entah harus bagaimana Mitha saat ini, perasaannya benar-bena tidak karuan, sebagai seorang Ibu wanita tersebut merasakan ikatan batin yang kuat dengan putrinya.

Sepertinya telah terjadi sesuatu kepada Rain, tetapi Rai tidak ingin mengatakannya. Apa mungkin anak laki-laki itu seperti itu?

Sejujurnya Mitha tidak ingin berpikir negatif seperti ini kepada Rai, hanya saja perasaannya benar-benar tak bisa ditahan lagi. Ia khawatir dan dirinya tidak bisa diam saja menunggu sampai waktu yang belum tahu kapan pastinya.

Beberapa jam kemudian Amar mulai membuka kedua matanya dan melihat seseorang yang sedang berdiri menghadap kaca membuat pria tersebut yang mengetahui siapa orang itu pun langsung menghela nafas.

"Mitha," panggilnya sembari mencoba untuk bangun dari baringannya itu. "Kamu nggak apa-apa? Udah mendingan?"

Seorang wanita yang sedang menatap layar ponselnya sembari berdiri dengan posisi yang membelakangi Amar pun langsung menghela nafas, lalu berkata, "Aku nggak apa-apa, kok, Pa."

Mendengar jawaban yang keluar dari mulut istrinya membuat Amar cukup lega karena wanitanya itu sudah baik-baik saja sekarang.

"Syukurlah kalau kamu udah nggak apa-apa," ujar Amar dengan senyum tipisnya. "Terus, kenapa kamu masih di situ? Sini, ngapain berdiri terus, nanti pegel."

"Nggak, aku nggak mau." Mitha menggelengkan kepala, sedangkan Amar mengerutkan keningnya tidak mengerti.

"Kenapa nggak mau, hm?" tanya pria itu. "Kamu kenapa lagi?"

"Aku lagi telepon Rai," jawab Mitha yang masih membelakangi suaminya itu. "Aku mau tahu Rain lagi apa sekarang."

Amar langsung memejamkan kedua matanya sejenak sebelum akhirnya membuka matanya kembali menatap seseorang yang berdiri di depan sana.

"Sayang, Rain lagi sama temennya."

"Aku tahu, tapi ..." Mitha berdecak sebelum akhirnya kembali berkata, "Firasat aku bilang kalau Rain nggak lagi sama temennya."

"Mitha," panggil Amar dengan lembut. "Jangan mulai lagi, oke? Kamu harus belajar dari yang pernah terjadi, jangan sampai Rain jadi takut sama kamu karena ini."

"Tapi kali ini aku serius, Pa! Rain mungkin sekarang lagi butuh kita, dia pasti nggak baik-baik aja."

"Hush, hati-hati kamu, jangan ngomong sembarangan."

Pada akhirnya Mitha pun hanya bisa terdiam dengan ponsel yang masih berada dalam genggamannya tersebut. Wanita tersebut memandang keluar yang terhalang oleh jendela kamarnya itu dengan bayangan Rain kecil yang sedang melambaikan tangannya lalu berlari di Taman.

Bayangan itu yang membuat wanita tersebut tanpa sadar kembali menitikkan air matanya hingga dimana akhirnya Mitha dikejutkan dengan sebuah usapan pada pipinya yang ternyata adalah Amar yang baru saja menyeka air matanya itu.