Chereads / BOUND BY PROMISE / Chapter 21 - MENANGIS DI BAWAH HUJAN

Chapter 21 - MENANGIS DI BAWAH HUJAN

Ketika sedang dalam perjalanan, Rai yang sedang mengemudi mobil seorang diri sembari memegang ponselnya mencoba terus menghubungi sahabatnya. Akan tetapi tidak ada satupun panggilan yang diangkat oleh Rain karena ponselnya tidak aktif dan hal itu yang membuatnya benar-benar merasa khawatir.

Saat tiba di lampu merah Rai merasa sangat kesal lantaran gadis itu sangat sulit untuk dihubungi. Laki-laki itu memukul stir mobil dengan cukup keras sampai tanpa sengaja membunyikan klakson.

Tersadar, Rai mulai melihat layar ponselnya yang menyala pertanda adanya sebuah panggilan masuk.

"Halo, Rai lo dimana?" tanya Samuel. "Gue sama Denis udah nyampe di tempat tongkrongan."

Rai yang mendengarnya langsung menghela napas dengan kedua mata yang terpejam sejenak sebelum akhirnya kembali memandang jalanan raya yang berada di hadapannya.

"Gue masih di perjalanan, tunggu sebentar." Keningnya berkerut ketika menyadari bahwa ternyata Rain masih sulit dihubungi. "Gue bener-bener nggak bisa fokus, El. Rain sama sekali nggak bisa gue hubungin, nomornya nggak aktif."

Seseorang yang berada diseberang sana pun menghela napas ketika mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh sahabatnya itu. Samuel diam-diam juga merasakan apa yang sedang dirasakan oleh Rai, laki-laki itu.

Hanya saja Samuel lebih memilih untuk menutupinya, karena ia tidak ingin membuat Rai menjadi semakin cemas sehingga laki-laki itu tidak bisa mengontrol dirinya sendiri.

"Ya udah, kalau gitu gue tunggu lo di tempat tongkrongan." Samuel yang baru mengetahui hal itu menjadi semakin gelisah. "Gue akan coba cari cara lain. Tenangin diri lo sekarang, keselamatan lo lebih penting."

Panggilan pun berakhir dengan Samuel yang saat ini menatap jalan raya dari atas. Denis yang sedari tadi duduk diam memperhatikan pun ikut berdiri lalu menghampiri laki-laki itu.

"El," panggil Denis dengan satu tangannya yang menepuk pundak laki-laki itu. "Lo kenapa?"

Samuel yang semula memperhatikan jalanan pun kini setalah mendengar seseorang berbicara membuatnya langsung mengalihkan pandangannya ke arah seseorang yang berada di sampingnya tersebut.

"Nis, Rai barusan bilang kalau ternyata Rain nomornya nggak aktif, gue harus gimana sekarang?"

Denis pun menjadi ikut merasa panik setelah mendengar apa yang baru saja di katakan oleh sahabatnya itu. Entah kenapa pikirannya saat ini tiba-tiba tertuju kepada satu orang yang mungkin saja bisa terlibat dalam hal ini.

"El, nggak tahu kenapa gue ngerasa kalau ini ada sangkut pautnya sama---" Samuel langsung mengerutkan keningnya ketika sahabatnya itu menggantungkan ucapannya. Denis yang melihat kedatangan Rai langsung mengatupkan bibirnya rapat-rapat. "Rai datang."

Seseorang baru saja melangkahkan kakinya mendekat ke arah mereka berdua. Samuel yang belum menyadarinya pun melihat Denis menatap ke arah belakangnya sehingga laki-laki itu mengikuti arah pandangnya.

Tepat di depan sana Samuel bisa melihat seseorang yang begitu dikenalinya tersebut sedang berjalan ke arahnya. Penampilannya sangat kacau bahkan rambutnya sudah tidak beraturan sehingga membuat Rai terlihat sangat berbeda dari biasanya meskipun ia akui bahwa ketampanannya tidak pernah luntur sekalipun.

"El, Nis, gimana? Apa kalian udah nemuin cara supaya bisa ngehubungin Rain?"

Dua orang yang berada di hadapannya tersebut langsung saling memandang satu sama lain setelah mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Rai.

Mereka termangu melihat sahabatnya yang terlihat kacau karena frustasi memikirkan Rain sahabatnya yang hilang.

Tidak ada yang berani memulai percakapan saat ini, suasana mendadak hening melihat Rai yang benar-benar berbeda ketika mengetahui hal ini. Apalagi jika hal ini berkaitan dengan Rain, gadis cantik dan baik yang pernah dikenalnya.

"Kok kalian pada diem, gue baru aja nanya sama kalian berdua, loh. Kenapa kalian diam aja."

Salah satu di antara mereka yang mendengarnya pun langsung menjawab, Samuel berkata.

"Sebenarnya ada sesuatu yang pengen gue omongin dari tadi sama lo." Samuel memandang seseorang yang sedang berada di sampingnya saat ini lalu menyikut lengannya yang membuat Denis tersadar.

"Rai, Ayah gue punya temen yang bisa bantu masalah lo sekarang ini. Tapi gue mau minta persetujuan dulu dari lo."

"Boleh, asal Rain cepat ketemu." Kening Rai berkerut, "Tapi sebelumnya gue mau tanya dulu sama lo, memangnya Ayah lo bisa bantu cari Rain kemana?"

"Bukan gitu, tapi Ayah gue punya temen yang mungkin bisa bantu masalah lo. Gue sering denger kalau temen ayah gue suka ngebantu orang yang masalahnya sama persis sama lo sekarang."

Mendengar hal tu Rai langsung memandang sepenuhnya kepada Denis setelah mengatakan hal tersebut. Sedangkan Samuel yang sedari tadi diam menyimak pembicaraan di antara keduanya pun hanya tersenyum sembari menganggukan kepala.

Rai menatap penuh harap kepada seseorang yang berada di hadapannya saat ini, ia mulai menaruh kepercayaan kepada sahabatnya tersebut yang hendak membantu dirinya dengan masalah ini.

"Terus sekarang Ayah lo dimana? Gue pengen bicara sama ayah lo."

"Kebetulan gue baru aja dapet kabar kalau ayah lagi ada di rumah dan temennya yang bisa bantu masalah lo saat ini juga lagi ada di sana."

Samuel yang sedari tadi diam pun langsung berkata, "Kalau gitu tunggu apa lagi, ayo kita berangkat ke rumah lo sekarang juga."

Rai dan Denis yang mendengarnya pun langsung menganggukan kepalanya setuju. Pada akhirnya mereka bertiga pun bergegas keluar dari Cafe tersebut menuju pada kendaraan masing-masing.

Disisi lain saat ini seorang gadis sedang berjalan kaki tanpa tahu tujuan. Ia terus saja melangkah dengan kepala yang terus bergerak menoleh pada sekitar karena dirinya merasa takut.

Rasa panik dan cemas berkumpul menjadi satu ketika melihat ke atas dimana langit mulai menggelap. Rain benar-benar tidak bisa berpikir dengan jernih karena itu, bahkan gadis itu hanya bisa berharap bisa secepatnya kembali ke rumah.

"Rai, kamu dimana? Aku butuh kamu, tapi aku takut kamu ngingkarin janji lagi sama aku untuk nggak berantem sama Vano."

Sepanjang berjalan gadis itu menangis kedinginan di bawah guyuran air hujan yang mulai jatuh ke bumi. Perasaanya benar-benar tidak bisa di jelaskan lagi bagaimana keadaan atau kondisi dari Rain saat ini.

Gadis itu memandang ke atas seolah berharap bahwa setelah semua ini tidak ada lagi hal yang menyakitkan daripada sebuah pilihan. Karena setiap kali Rain menemukan kebahagiaan maka cepat pula kesedihan itu datang menghampiri lalu pergi kembali dengan meninggalkan setitik rasa sakit yang dibawanya.

Seperti Tuhan yang menghadirkan dua orang sekaligus ke dalam hidupnya, tetapi Tuhan seperti tidak mengizinkan keduanya dan hal itu yang kadang kala membuat seorang gadis seperti Rain tidak tahu harus bagaimana menghadapinya.

"Tuhan, takdir apa yang sedang kau rencanakan, mengapa rasa nya sangat sakit?" Rain mendadak lemas di kedua lututnya sehingga gadis itu terjatuh dengan kedua tangannya yang menopang. "Rai, maafin Rain."