Chereads / Cerita Cinta si Gadis Selingkuhan / Chapter 3 - Kesalah Pahaman

Chapter 3 - Kesalah Pahaman

Pagi ini Jakarta telah diguyur hujan, suasana dingin membuat seorang gadis enggan beranjak dari pulau impiannya yang empuk. Tetes-tetes air hujan saling bersautan seperti membentuk sebuah irama menenangkan, tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat.

Semua yang ia dengarkan seperti menghipnotis diri untuk semakin enggan beranjak. Tapi sebuah jam beker berkarakter doraemon dan sebuah suara semakin genjar memanggil-manggil untuk membuat si gadis ini beranjak.

Tok tok tok... bunyi pintu terketuk.

"An, bangun ihh! Kebo banget sih. Lu gak denger apa itu jam beker lu udah ngebangunin semua penghuni kontrakan," teriak seseorang, dari luar kamar kost Ana.

Si gadis masih dengan malasnya hanya mengeliat dibalik selimut tebal berbulunya mendengar semua suara tersebut.

"An, please dong! Ayo bangun! Lu gak takut bikin drama sama Riko karyawan terjahat di kantor?" teriaknya lagi.

Entah bagaimana, mendengar nama Riko membuat si gadis langsung beranjak dari kemalasannya.

"Riko?" gumamnya.

"Buka pintu dong! Malu gue diliatin orang di luar sini," teriak seseorang lagi.

"Oh, bentar Kin bentar!" ucap Ana.

Ana beranjak dari pulau empuknya lalu merapikannya dan memakai baju berlengan panjang yang tergantung di samping tempat tidur.

"Sorry sorry," ucap Ana dengan memasang muka bersalah di wajah bangun tidurnya.

"Gila, lu kebo banget sih tidurnya," Kino kesal.

"Kan lu udah biasa Kin sama kebonya gue," jawab Ana dengan melebarkan senyumnya.

"Iya sih, tapi kan sekarang lu tinggal sendirian An. Mandiri atu bangun lebih pagi dari biasanya!" perintah Kino.

"Hujan Kin, jadi gue males bangun. Kok lu tumben udah di sini aja?"

"Karna hujan An, makannya gue ke sini buat ngajakin lu berangkat bareng. Biar gak berantakan dan lepek pas lu sampai kantor nantinya."

"Ih, baik banget sih temen gue ini," ucap Ara sambil merangkul Kino.

"Udah sono mandi! bau iler tahu," ucap Kino sambil menutup hidungnya.

"Yeee, gue gak ngiler ya Kin" ucap Ana cemberut.

"Iya iya. Gue bawain nasi uduk An, biar lu gak makan roti mulu tiap hari."

"Makasih temen gantengku" ucap Ana sambil melengos memasuki kamar mandi.

***

Karna hujan belum juga reda-reda, pagi ini akhirnya Ana berangkat ke kantor dianter sama Kino. Ana selalu minta Kino untuk menurunkannya di halte terdekat kantor, tapi untuk hari ini Kino tidak menuruti permintaan Ana. Kino mengantar Ana sampai masuk area gedung perkantoran Ana.

"Ih, elu mah gitu Kin?"

"Kenapa sih?"

"Kan tadi gue minta diturunin di halte aja," ucap Ana kesel.

"Udah sama aja, buruan turun! Gue udah mau telat nih," pinta Kino.

"Iye iye, thanks ya Kin. Gue jadi masih tetep cantik nyampek kantornya," ucap Ana sambil cengengesan.

"Bentar bentar!"

"Apa?"

"Ada something di wajah lu!"

"Serius? Apaan?"

Kino mengerakkan tubuhnya menyamping untuk berhadapan dengan Ana, tangan kirinya memegang kepala Ana untuk mengarahkannya menghadap Kino lalu tangan tangannya bergerak menuju wajah Ana, dan….

"Jelek lu!" ucap Kino sambil menoel hidung munggil Ana.

Ana sedikit terdiam lalu mulai mengeluarkan kalimat serapahnya.

"Dasar rese lu! Gue kirain muka gue beneran ada something tadi," ucap Ana.

"Kagak ada kok, udah sana turun! Makannya jadi cewek jangan gampang diusilin dong."

"Harusnya elu yang jangan ngusilin gue mulu. Happy working yaa!" ucap Ana sambil membuka pintu mobil Kino.

"Bye An?"

"Bye too Kin."

Ara dan Kino tidak mengetahui, bahwa sedari tadi ada sepasang mata yang memperhatikan gerak-gerik mereka di depan lobby. Tatapan si pria seolah penasaran dengan hal yang telah terjadi di dalam mobil, karna dia tidak bisa melihat keseluruhan moment tersebut.

Seperti biasa, Ana selalu memakai pakaian ternyamannya memasuki area gedung. Terkadang security gedung selalu memberhentikan Ana jika dia tidak memakai name tag pemberian kantornya saat memasuki gedung. Pertanyaan yang sering dilontarkan security gedung adalah

"Ada keperluan apa ya dek?"

Dan Ana tidak perlu menjawab panjang lebar, dia hanya merangkulkan name tagnya maka pihak security hanya akan ber Oh saja.

Setiap pagi aktifitas di lift gedung akan sangat padat, karna memang gedung tersebut menjadi kantor untuk berbagai jenis perusahaan. Terkadang Ana suka menaiki tangga darurat jika jam masuk kantornya masih lama. Tapi mengingat pagi ini Ana sudah sedikit mepet berangkatnya, Ana bermaksud menunggu lift bersama beberapa karyawan lain.

Lift pertama penuh, kedua penuh dan untuk lift yang ketiga hanya menyisakan Ana saja.

"Yes, akhirnya!" ucap Ana sambil memasuki lift.

Saat telah menekan tombol tujuan, Ana berdiri memundur menempel dinding lift. Saat lift hendak tertutup, ada sebuah tangan besar berbalut jas berlengan berwarna abu-abu menghentikan pintu lift untuk tertutup. Karna Ana sudah menempel di dinding lift, maka Ana tidak bisa menekan tombol hold untuk membantu si pemilik tangan menghentikan pintu lift yang akan tertutup.

Ternyata tanpa bantuan Ana, si pemilik tangan tersebut mampu membuat lift terbuka lagi. Dan seketika membuat Ana terdiam tanpa suara menatap si pria pemilik tangan besar dan sedikit berbulu tersebut memasuki lift.

"Tuhan, ternyata dia lagi," batin Ana.

Dan kalimat yang Ana dengar saat si pemilik tangan tersebut masuk adalah

"Kamu gak bantuin saya untuk menahannya, Dek?"

"Hah, Adek?" batin Ana lagi.

"Oh, maaf Pak. Tangan saya tidak sampai untuk menekan tombol hold," ucap Ana sambil mempraktikan kalau tangan dia memang tidak sampai.

"Hahahahaha," tawa seseorang yang tadi memanggil Ana, Dek.

"Dia ketawa? Aneh ni orang," batin Ana.

"Apa ada yang lucu pak?" tanya Ana.

"Oh, tidak tidak," jawab si pria masih dengan tawanya.

Ana terdiam tidak menanggapi lagi tertawaan si pria, dia makin berdiri memojok dan sebisa mungkin berada di radius terjauh dari di pria.

"Kamu mau mepet-mepet ke situ sampai kapan?" tanya si pria setelah tawanya reda.

Ana hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum tipis.

"Jangan sering tersenyum dengan semua pria!" ucap si pria tiba-tiba.

"Hehh, maksudnya Pak?"

"Kamu itu jangan senyum-senyum ke semua pria, kalau mereka nuntut lebih emang kamu mau tanggung jawab!"

"Waduh, tanggung jawab? Ini maksudnya apa coba," batin Ana.

"Oh, maaf Pak," ucap Ana lalu tertunduk menghilangkan senyumnya.

Perjalanan menuju kantor seolah terasa lama bagi Ana, dia hanya berharap semoga lift segera sampai di lantai 15. Baru sampai lantai 10 si pria mendadak berbalik dan menatap Ana.

"Kamu siapa?"

"Aku?" ucap Ana sambil menunjuk dirinya sendiri.

"Iya."

"Anak magang saya, Pak"

"Boleh saya membelai rambut kamu?"

"Hah, Bapak jangan kurang ajar ya! Saya bisa teriak nih" ucap Ana semakin menempel ke dinding lift.

"Yakin bakalan ada yang denger?"

"Enggak sih, tapi di sini ada cctv lho Pak. Nanti Bapak akan saya laporin atas dugaan pelecehan, Bapak mau?" Ana mengancam.

"Beneran saya gak boleh?"

Ting... pintu lift terbuka.

"Enggak!" ucap Ana sambil melewati si pria untuk keluar lift tanpa menoleh sedikit ke belakang.

"Kamu harus masuk toilet dulu, sebelum masuk kantor!" teriak si pria.

"Dasar pria aneh, ganteng-ganteng kok anehnya gak ketulungan," ucap Ana sambil berjalan memasuki kantor.

Saat Ana hendak membuka pintu kantor, ada mas Jupri dari dalam kantor ingin keluar. Hingga akhirnya Ana menghentikan tangannya dan menunggu mas Jupri keluar terlebih dahulu.