Chereads / Cerita Cinta si Gadis Selingkuhan / Chapter 5 - Romance And Astronomy

Chapter 5 - Romance And Astronomy

"Kinooo?"

"Apaan sih, An?"

"Lu tega ya sama gue."

"Tega kenapa?"

"Lu ngejahilin gue tadi pagi," ucap Ana merengek.

"Hehehe, abis seru banget ngejahilin elu."

"Gara-gara elu, gue dapet masalah sama seseorang."

"Kok bisa?"

"Au ah, sebel banget sama elu."

"Sorry An sorry, gue beliin es krim deh sekarang."

"Bener ya sekarang?"

"Iya bener, gue otw ke kontrakan lu sekarang. Jangan lanjut lagi marahnya, ya!"

"Yaudah buruan dateng."

"Siap bos."

Ana mematikan sambungan telfonnya dengan Kino, sahabat dan lelaki terbaik yang Ana kenal selama ini. Bahkan, ayah Ana tidak sebaik Kino. Ana memang merasa sebal dengan kejahilan Kino tadi pagi. Gara-gara dia, Ana jadi salah paham sama seorang lelaki yang memiliki peranan penting di salah satu project kerja di perusahaan Ana magang.

"Coba kalau dia gak bilang kalimat yang bikin gue mikir ambigu tadi pagi, pasti gue gak akan salah paham ke dia," gerutu Ana.

Tok tok tok…

Ana beranjak dari kasur kecilnya menuju pintu kontrakan, lalu menurunkan handle pintu dan menariknya ke dalam.

"Surprise," ucap Kino sambil menenteng tinggi plastik putih dari salah satu waralaba terkenal di Indonesia.

"Yeee, akhirnya. Masuk Kin!"

Ana memang menyuruh Kino masuk, tapi pintu kontrakan ia biarkan terbuka. Ana tidak ingin ada orang yang berpikiran negative jika Ana menutup pintu kontrakan di saat ia menerima tamu seorang pria.

"Lu terbaik deh Kin," ucap Ana sambil mengacungkan jempol kanannya ke Kino.

"Tadi katanya sebel?" ucap Kino mengoda Ana.

"Kan sekarang udah enggak lagi Kin."

"Tadi lu salah paham ke siapa?"

"Ke seseorang Kin."

Ana mulai menceritakan tentang apa yang ia alami pagi tadi di lift dan di ruang meeting milik seorang lelaki yang membuatnya salah paham.

"Lah, itu mah emang dianya yang ganjen An. Orang mah tinggal bilang aja, ada sesuatu di rambut lu. Masak harus bilang boleh belai rambut atau enggak," ucap Kino lebih sebal dari Ana.

"Iya kan? Semua cewek juga bakal mikir aneh-aneh kan kalau dianya bilang begitu."

"Terus gimana? Jangan masuk ke ruang lingkup dia An!"

"Tapi gue disuruh pegang project iklan buat kantor itu lelaki Kin."

"Yah, pokoknya elu harus ati-ati! Kabarin gue kalau elu kenapa-napa karna dia."

"Iya Kin."

***

Seorang lelaki mengikuti langkah kaki seorang wanita, mereka tidak saling berbincang atau pun bersentuhan. Keduanya berjalan satu arah tapi tak ada interaksi satu sama lain, padahal mereka hanya berjarak beberapa senti ke belakang.

"Aku mau ke salon itu dulu, kamu tunggu di tempat lain aja!" pinta seorang wanita.

"Iya, nanti kabarin aku kalau kamu udah selesai dari salonnya!"

"Oke."

Lalu keduanya berpisah arah dan saling berjalan menuju tujuannya masing-masing. Langkah sang lelaki menuju sebuah toko buku yang cukup besar yang ada di pusat perbelanjaan yang ia kunjungi. Ia mulai memasuki toko dan mulai menyusuri tiap lorong yang diapit oleh rak-rak buku.

Saat iya mulai hanyut dengan satu buku tentang astronomi, kakinya tanpa sengaja membuat seorang gadis jatuh di hadapannya. Pose berdiri sang lelaki yang membuat sang gadis terjatuh tersandung oleh kakinya.

"Maaf mbak maaf?"

"Iya gak pap…pa," balas sang gadis yang langsung terdiam setelah melihat seorang lelaki yang membuatnya jatuh.

"Kamu?"

"Oh, iya Pak," ucap gadis tersebut sedikit memaksakan wajahnya untuk tersenyum.

"Maaf ya?" ucap sang lelaki lagi, sambil membantu sang gadis berdiri.

"Gak papa kok, Pak, permisi?"

Sang gadis benar-benar bersikap seolah ingin segera pergi secepatnya dari hadapan sang lelaki.

"Eh tunggu-tunggu!"

"Iya Pak?"

"Panggil saya Ridwan saja, kita kan lagi gak ketemu di kantor."

"Oh… iya, Pak."

"Hei?"

"Maksudnya Ridwan."

"Kamu Ana, kan?"

"Hmm, kok tau?"

"Saya masih ingat nama kamu."

"Hmm gitu."

"Kamu cari buku apa?"

"Novel."

"Tentang?"

"Romance sih."

"Kok gitu mukanya, gak usah malu kalau bacaan kamu tentang romance. Genre itu kan emang banyak yang suka."

"Kamu sendiri nyari buku apa?"

"Aku suka baca-baca tentang astronomy."

"Ohhh."

Obrolan yang dimulai tanpa kesengajaan, menjadi obrolan yang panjang dan berlanjut hingga depan kasir toko buku. Mereka berdua terlihat asik dan sangat nyambung dalam segala hal obrolan.

Ana yang katanya kesel dan marah-marah ke Kino karna membuat ia jadi mempunyai masalah dengan seorang pria yang ternyata bernama Ridwan. Tapi sekarang, ia malah sedang asik tertawa berdua dan mengobrol dengan asiknya bersama lelaki tersebut.

"Kalau gitu, aku duluan ya?"

"Eh tunggu!"

"Kenapa?"

"Boleh aku minta nomer hp kamu?"

"Untuk?"

"Mengisi history hp ku dengan cerita baru dari kamu."

"Hahaha, gak nahan banget kata-kata mu, Wan" balas Ana sambil tertawa lucu.

"Jadi boleh gak nih?"

"Aku aja yang ngesave nomer kamu, nanti aku chat kamu."

"Boleh, ini nomer aku 0821xxxxx"

"Okey, aku jalan sekarang ya?"

"Iya, makasih untuk hari ini?"

"Sama-sama."

Ridwan tersenyum bahagia melihat Ana yang sudah mulai menjauh dari tempatnya berdiri, hingga tanpa sadar, sebuah dering ponsel mengganggu senyumannya.

"Aku udah selesai!"

Sambungan telfon langsung terputus, bahkan sebelum Ridwan menjawab kalimat yang baru aja ia dengar dari ponselnya. Bergegas Ridwan menaiki lantai untuk segera menuju salon yang dimasuki oleh wanita yang datang bersamanya tadi.

"Mbak? Pelanggan yang bernama Maya sudah meninggalkan salon ini belum?" tanya Ridwan ke salah satu pegawai yang bertugas mencatat data pelanggan yang masuk.

"Bentar ya, Pak!" ia mencari sebuah nama lalu menyampaikannya kembali ke Ridwan.

"Bu Maya masih ada di dalam pak, tapi 5 menit lagi akan selesai kok."

"Oh, terima kasih."

"Sama-sama Pak, silahkan ditunggu di sana ya, Pak!" pinta sang pegawai sambil menunjuk sebuah sofa yang terlihat mahal.

"Iya."

Ridwan terduduk di atas sofa menunggu Maya keluar dari perawatannya. Maya memang seperti itu, dia tidak benar-benar selesai jika saat telfon mengatakan selesai, itulah yang tidak disukai Ridwan. Tapi Maya adalah tipe wanita yang sangat membenci menunggu tapi dia selalu telat dengan semua janjinya.

Lalu Ridwan, ia tidak bisa protes dengan segala tingkah Maya, atau lebih tepatnya ia lebih menghindari untuk tidak berdebat dengan Maya lagi. Percuma rasanya jika ia mulai berdebat dengan Maya, Karna Maya akan berteriak-teriak dalam perdebatan mereka.

Mau mereka berdebat di rumah atau di hadapan publik, Maya akan seperti itu. Dan Ridwan tak ingin mengulangi kesalahannya lagi, walau dulu mereka pernah dilihat publik saat bertengkar, tapi itu saat mereka sebelum menikah. Dan pernikahan keduanya pun tak ada yang mengetahui kecuali keluarga kedua belah pihak.

Karna faktanya, Ridwan dan Maya sama-sama menyembunyikan status mereka yang sudah menikah dihadapan publik, begitu pula dengan kedua keluarga besar mereka.