Lika dan Simayati berpisah dengan Yama dan Rahmad saat Simayati mendapat telpon dari bapaknya untuk menjemput di kantor.
"Eh yang tadi narik Yama tu pacarnya?" Simayati merasa bersalah sudah bertingkah curiga pada Lika dan Yama seakan mereka punya hubungan khusus.
"Kurang tau juga gua..." Lika tidak jujur pada Simayati karena dirinya sendiri pun bingung akan hubungan apa yang Yama dan Hertha miliki.
katanya teman tapi nanya orang lain sampai kayak introgasi gitu pikir Lika.
"asli kaget gua ha ha ha....mana cantik pula biar pake masker, tapi kok rasanya gua pernah liat dia ya?" menepuk-nepuk telunjuk nya di dahi tampaknya Sima berusaha mengingat dimana ia pernah melihat perempuan tadi.
"Gua no komen dah....eh gua langsung balik yak, hati-hati di jalan ya...bye bye" Lika menuju parkiran roda dua sementara Simayati berbelok ke arah parkiran roda 4.
"Bye Lik...see ya" Sima melambai sebelum menghilang dari pandangan.
Lika termenung sebentar di atas scooternya, tadi itu mata Hertha jelas-jelas menatap tajam kepada Lika.
"Eiss padahal gua gak ngapa-ngapain kok ngerasa salah gini sih" Lika memasang helm bersiap pulang
walaupun Lika tidak ingin mengingat kejadian tadi, bayangan Hertha menarik Yama terus muncul di benaknya.
setengah perjalanan, Lika merasa ada yang aneh dengan ban scooternya. kondisi di jalan yang ia lalui ini tidak terlalu ramai karena bukan jalan raya besar melainkan jalan tembus yang hanya bisa di lalui satu mobil dan kendaraan roda dua.
turun dari scooter, Lika memasang standard lalu berjongkok melihat ban depan dan ban belakang scooter.
ban depan aman tapi ban belakang terlihat agak kempes
"Eiiii....kemarin ban depan sekarang ban belakang, lu maunya apa sih tor" Lika berdiri lagi mengedarkan pandangan ke sekeliling mencari bengkel
(Ps : Tor adalah singkatan dari kata motor)
"mesti kemana ni gua" Lika mencoba menaiki scooter dan berkendara, yang di rasakan adalah goyangan pinggul megal megol ketika mengenai sedikit saja jalan rusak. ia turun lagi memutuskan mendorong saja scooternya, syukurnya cuaca sudah agak sejuk karena sore hari.
sambil mendorong, Lika celingak-celinguk mencari siapa tahu ada bengkel.
"Kenapa lagi si scooter?!" Sebuah teguran dari belakangnya membuat Lika tersentak kaget, dengan menoleh kebelakang dan melihat empunya suara malah membuat wajah Lika semakin masam ekspresinya. yak, itu adalah Yama.
"Lu stalker atau apa?! kenapa ada di sini? ngikutin gua?" Lika lanjut mendorong tak memperdulikan Yama yang berlari kecil menyamakan langkahnya dengan Lika
"Ngapain juga gua ngikutin elu...Gua abis ngantarin Rahmad pulang, rumah di tu di belakang sono no....tadi gua liat elu lewat" Yama masih berjalan di samping Lika
"....."
"Oi.... mau di bantuin gak dorongnya?"
"gak perlu makasih"
"beneran?"
"hm"
"yakin?" kali ini nada Yama sudah terdengar usil
"..."
Lika berhenti namun terdiam juga tak bergerak, pandangan tetap lurus ke depan, peluh mulai turun satu persatu dari kepalanya yang masih memakai helm.
"Kenapa berhenti?" Yama ikutan berhenti
Lika menurunkan standar scooter dan duduk di trotoar, membuka helmnya. Yama ikut duduk tanpa bicara kepada Lika, ia mengetik sesuatu di smartphonenya lalu terdengar notifikasi pesan masuk.
detik berikutnya Yama bangun dan mendorong scooter Lika tanpa bicara. ia baru saja mengirim pesan pada Rahmad, menanyakan bengkel terdekat di daerah sini dan pesan masuk tadi adalah dari Rahmad yang mengirimkan beberapa bengkel terdekat.
Lika juga bangun dan berjalan di samping Yama.
sekarang mereka lebih mirip pasangan muda mudi yang sedang berkencan dari pada teman yang kebocoran ban.
outfits mereka yang juga senada memakai baju kaos putih dan sepatu kets membuat yang melihat mereka pasti yakin kalau mereka pasangan.
"Lu gak nanya gua mau kemana?" tanya Yama
"kemana?" tanya Lika dengan tentengan helm di tangan kirinya. tas pinggangnya ia silangkan di dadanya dengan kantong berada di posisi punggungnya.
"Bengkel"
"Emang ada?"
"Depan sana ada kata Rahmad"
"Tadi lu nanyain dia?"
"iya"
"thanks"
"you're welcome"
mereka tiba di bengkel saat tukang servis sudah hendak menutup bengkel, ia merasa iba melihat Yama dan Lika jadi ia putuskan untuk memeriksa kerusakan scooter.
di tengah bapak tukang servis memeriksa dan membongkar ban scooter Lika.
datang dari dalam rumah yang tersambung dengan bengkel ini, seorang wanita dengan telpon di genggamannya
"pak....!! Vina pak....!!" kecemasan di wajah si ibu
"Vina kenapa?" bapak tukang servis berdiri melihat wanita yang kemungkinan adalah istrinya dengan cemas
"anu pak.... di tilang polisi katanya, haduh mana dia belum punya SIM lagi pak" si ibu masih mengacung handphone walau sudah tidak ada panggilan tersambung
"Oalah.... gimana toh bu, aku selesaikan ini dulu bu ya?" di bapak mencoba tenang meneruskan membongkar ban scooter keluar dari ban luarnya
Yama dan Lika saling berpandangan.
"anaknya ya pak?" Lika bertanya
"iya dek, kena tilang katanya.... masih SMA makanya belum punya SIM dek" ujar si bapak lagi
Selesai memeriksa bocor ban, terdapat dua bocoran dan pasti memakan waktu si bapak lagi untuk menambal dua bocor.
"ya halo.... iya nak sebentar bapak masih ada kerjaan, loh kok gitu.... mau di bawa kemana? kantor polisi?! haduh nak jangan dulu.... tahan dulu sebentar di jalan saja, kalau ke kantor nanti susah... iya bapak datang sekarang ya, iya jangan mau di bawa" si ibu di telpon lagi
kali ini si ibu tampaknya sudah sangat cemas, dia tidak lagi berbicara dengan si bapak tapi langsung pada Yama dan Lika
"mbak mas....maaf sekali ya mbak mas.... anak saya harus di jemput sekarang mbak... mas sama mbak mau kah menunggu sampai bapak pulang dari menjemput anak saya? atau bagaimana baiknya?" di ibu meminta maaf
"sudah telanjur saya bongkar dek" ucap si bapak
"gimana Lik? tinggal aja kali ya? tar gua minta Rahmad yang ambil gimana?"
Lika mengangguk.
sebelum meninggalkan bengkel, Yama memotret bengkel beserta scooter Lika yang belum di rapikan sebagai dokumen buat berjaga-jaga jikalau sesuatu yang tidak di inginkan terjadi.
menyusuri jalan kembali ke rumah Rahmad, langkah kaki Lika dan Yama kini lebih santai, tidak banyak kendaraan yang lewat dan juga gelap sudah mulai menyelimuti angkasa.
"kok bisa ban scooter lu bocor lagi?"
"gak tahu juga gua... suka apes gua kalau ada elu di sekitar gua"
"haahahha..... kok jadi salah gua?"
"selagi masih bisa menyalahkan orang lain kenapa enggak"
"hahaha.... itu motto hidup?"
"enggak..... cuma pemikiran dadakan"
Tiba di rumah Rahmad, mereka di sambut tawa Rahmad yang menggelegar sampai di teriakin ibunya dengan suara yang juga tak kurang menggelegar dari dalam rumah di suruh kecilin suara ketawanya
"gua sekarang tahu suara kenceng elu dari mana" bisik Lika takut kedengaran ibunya Rahmad
"Belakangan ini, terlihat seperti semesta itu sengaja mendekatkan kalian berdua" terdengar norak kalimat Rahmad tapi mungkin ada benarnya juga
"norak lu" Yama meneguk minuman yang di bawa oleh Rahmad ke teras untuk Yama dan Lika
"apalah dayaku yang hanya sebesar butiran debu di galaxy ini untuk menentang kemauan semesta, antarin Lika pulang gih" lanjut Rahmad lebih puitis lagi walau di akhiri dengan biasa saja.
"gua pakai taksi online aja" Lika kali ini benar-benar lelah setelah mendorong scooternya lumayan jauh, ia harus mengakui bahwa ia terkadang merasa grogi berada di dekat Yama dan itu pula alasan dia ingin naik taksi saja
"enggak apa-apa.... gua aja yang anterin, udah... yuk pergi" Yama meneguk minuman sekali lagi dan mengambil kunci mobilnya lalu buru ke mobil
"okay.... kalian hati hati di jalan"
"bye bye Rahmad" hanya Lika yang pamit, Yama sudah berada di mobil menunggu
masuk ke dalam mobil, Lika melepas tasnya lalu bersandar kelelahan
"kalau lu mau istirahat, tidur aja... tar gua bangunin kalau udah nyampe" dengan santai Yama menyetir
walau sudah beberapa kali sebelumnya Lika menumpang di mobil Yama, baru dengan keberadaannya yang hanya berdua ini saja Yama mulai menyadari bahwa ia merasa nyaman tidak terasa beban jika Lika ada bahkan jika Lika mengomel atau ketus padanya. selama ini tidak ada dari mantan kekasih Yama yang seperti ini kepribadiannya, biasanya mereka ingin selalu terlihat sempurna agar terlihat sepadan dengan Yama.
"next time gua ganti Scooter aja dah, di Tor kayaknya gak suka sama elu" Lika terdengar sengau efek mulai ngantuk
"siapa? yang gak suka sama gua siapa?" tanya Yama ingin memperjelas ucapan Lika tadi
"Tor... panggilan buat scooter gua"
"wow... even scooter elu punya panggilan" Yama tersenyum, ia melirik sedikit pada Lika
"gua tidur ya" Lika memejamkan matanya sambil bersandar
"okay..." Yama menyalakan radio
Yama memikirkan ucapan Rahmad tadi, jika memang semesta menginginkan mereka dekat lalu apa salahnya mencoba.
dari hati Yama yang awalnya hanya suka mengerjai Lika sebagai teman perlahan berubah menjadi sebuah rasa nyaman yang tak berlabel. gadis yang hidup hanya ingin memikirkan dirinya sendiri ini perlahan terlihat menarik bagi Yama yang sudah bertahun tahun punya pacar cantik namun ada saja yang di sayangkan dari kepribadian mereka yang tidak seindah tampilan mereka.
Di antrian lampu merah yang lumayan panjang, Yama menoleh lagi untuk memeriksa Lika sudah tertidur atau belum, sudah tidak ada suara dan juga gerakan. Yama mengambil jaketnya di kursi belakang dan menyelimuti Lika mengunakan jaketnya.
Lika selalu berkata bahwa berada di sekitar Yama suka mendatangkan masalah baginya, namun kali ini bagi Yama, kerusakan scooter Lika adalah suatu musibah yang indah.