_Hati yang menghangat seiring waktu_
********************************************
"Selamat bos!"
"Semoga langgeng bro!"
"Selamat atas hubungan kalian berdua,"
Berbagai ucapan dan doa sangat banyak Deon dan Ara terima hari ini. Setelah kabar hubungan mereka didengar oleh Andreas Jayden Kaison, kabar itu pun langsung menyebar bagaikan angin ribut. Banyak yang ikut berbahagia atas kabar itu, ada pula yang merasa iri. Kabar itu berhasil membuat para gadis di sekolah itu patah hati, sama seperti gadis yang sedang menahan amarahnya di kantin sekolah.
"Sialan!"
"Tenang dulu Ca," ucap Melissa Natalie yang selalu bersama dengan Bianca Jane Jorell ini.
"Gimana gue bisa tenang coba, Deon gue, astaga, sialan tu Ara!"
"Kita pikirin baik-baik dulu, tenangin pikiran lo dulu!" tegur gadis itu sekali lagi.
"Bodo amat lah! Cabut yuk! Gue males sekolah hari ini!" ucap Bianca sembari meninggalkan kantin.
"Eh Ca! Tungguin gue!"
Mereka berdua akhirnya membolos di pelajaran terakhir hari itu. Kepergian mereka membawa kelegaan bagi yang selalu mereka tindas selama ini. Di satu sisi di kelas XII MIPA 2.
"Lo ngapain kemari?!" tanya Ara yang mengetahui bahwa kekasihnya ini, sudah ada di sampingnya setelah dia keluar untuk ke kamar mandi.
"Ya mau duduk di samping Lo lah!"
"Lah terus, Nesya gimana?"
"Noh, Nesya sama Anna," jawab Deon sembari menunjuk Nesya yang ada di barisan depan bersama Anna.
"Ya udah terserah,"
Deon mendengar itu langsung tersenyum bahagia, layaknya anak kecil yang telah diberi permen oleh sang ibu.
"Nanti abis sekolah, kita kumpul sama anak-anak ya,"
"Anaknya siapa?"
"Aduh, ya anak Wilders,"
"Hah?! ta- tapi gue,"
"Udah gapapa, ada gue, tenang aja, mereka semua tu anaknya baik kok, ehm, kayak gue gini, haha,"
"Ih! Kepedean!"
"Emang iya kok! Gak percaya amat si sama pacar,"
"Idih! Norak Lo, lama-lama,"
"Eh! Ngatain pacar, nanti gue karungin bawa balik, tahu rasa lo Ra!"
"Emang berani?"
"Berani lah, lo kan kurus, kecil lah kalo nyulik lo,"
"Ya ampun, sadis bener,"
"Makanya nurut ya sama abang," ucap Deon sembari menaik turunkan kedua alisnya.
"Iya, iya, abangnya Ara,"
"Ih gemes lama-lama gue," Deon yang merasa gemas, langsung mengacak-acak rambut Ara.
"DEON! Rambut gue!" teriak Ara membuat seluruh kelas menoleh ke arah mereka berdua.
"Cie elah, pasangan baru ya gini," seru Jay yang melihat kemesraan kedua sejoli itu.
"Kalo mau berduaan, jangan di sini mang!" seru salah satu dari mereka. Kedekatan mereka berdua menjadi kebahagiaan tersendiri bagi murid-murid kelas XII MIPA 2 ini, namun tidak dengan seseorang yang sedang menatap sinis keduanya.
**********************************************
Sesuai apa yang dikatakan oleh Deon, sepulang sekolah anggota Wilders dan juga Ara berkumpul di sebuah rumah makan yang selalu menjadi langganan dari anak The Wilders ini. Layaknya telah di sewa, rumah makan ini dipenuhi oleh anak The Wilders saja.
"Jangan sampe ngutang lo ya!" bisik Ara yang memperingati Deon yang ada di sampingnya.
"Nggak Ara sayang," bisik balik Deon menjawab peringatan Ara tadi.
Ara yang mendengar itu langsung mencubit paha Deon dengan keras.
"Akh!"
"Kenapa bos?" tanya Iden yang ada di hadapan Deon.
"Eh, gapapa, lanjut makan aja,"
Iden yang mendengar itu hanya menganggukkan kepalanya dan melanjutkan suapannya yang tertunda. Haiden Jahziel ini, memang terkenal seperti Deon, lelaki yang terkenal kental akan sifat dinginnya, sebelum bertemu Ara tentunya. Ara tidak sendirian di sini tentunya, sebab Deon yang perhatian kepada pacarnya ini, juga mengundang keempat sahabat gadisnya itu.
"Enak banget Ra!"
Ara yang mendengar pujian Anna itu juga menganggukkan kepalanya, setuju dengan apa yang dikatakan gadis itu. Ara melahap habis makanan yang ada di piringnya, membuat Deon yang ada di sampingnya tersenyum manis, menatap gadisnya begitu lahap memakan makanannya.
"Doyan apa laper Ra?" tanya Deon bermaksud menggoda.
"Gue laper, seharian kan lari-lari tadi,"
"Iya-iya deh," dengan lembut, Deon mengusap pelan poni depan gadis itu berusaha merapikan.
"Makasih Deonnya Ara," ucapan itu terbisik masuk ke dalam gendang telinga lelaki itu.
"Sama-sama Aranya Deon," bisik Deon tak lupa memberikan senyuman terbaiknya. Senyuman lelaki itu berhasil membuat kedua pipi gadisnya merona seketika.
"Ini buat bayar nanti," Deon mengulurkan beberapa lembar uang berwarna merah kepada Enzi yang ada di samping kanannya.
Enzi menerima uang itu dan mengangguk mengerti.
"Gue sama Ara cabut duluan," seru Deon kepada anak-anak Wilders seraya menggenggam pergelangan tangan gadis itu.
"Oke, dah sana kencan berdua," ucap salah satu dari mereka.
"Jaga baik-baik Ara gue!" seru Nesya memperingatkan Deon.
"Bukan punya lo lagi, tapi punya gue!" protes Deon yang mendapatkan pukulan di dadanya dari gadis yang telah menjadi miliknya itu.
"Aduh! Sakit Ra!" lirih Deon sembari memegang dadanya yang memang terasa nyeri ketika dipukul oleh Ara.
"Ayo, balik, malu," pinta gadis itu.
"Iya, iya, kita balik,"
Mereka berdua pun meninggalkan rumah makan itu dan kembali terjadi perdebatan di antara mereka di area parkir.
"Ih! Bentar Deon! Susah,"
"Bisa nggak? Gue pakein sini,"
"Gak mau, malu!"
"Ara, gapapa sini gue pakein, kenapa harus malu sama gue coba?"
"Muka gue udah gak beraturan, malu,"
"Sok tahu! Lo tu masih cantik Ra, coba mana gue pakein,"
Akhirnya Ara pun menyerah, gadis itu memberikan helmnya kepada Deon. Dengan hati-hati, Deon mengenakan helm itu kepada gadisnya.
"Muka lo kalo digimana-gimanain tetep aja cantik Ra, gak usah malu sama gue,"
Dengan nada yang begitu lembut, Deon memberitahukan itu kepada gadisnya. Ara hanya mengangguk pelan dan langsung menaiki kuda besi milik kekasihnya. Walaupun reaksi Ara seperti orang yang acuk tak acuh, namun kedua pipinya tidak bisa membodohi lelaki itu.
"Gue tahu Ra, lo seneng," batin lelaki itu dalam hatinya.
*****************************************
"Deon," panggil Ara di tengah perjalanan.
"Deon!" Ara mencoba meningkatkan volume suaranya karena suara motor yang lebih keras dari suara miliknya.
"APA?" teriak Deon.
"Pingin es krim,"
"APAAN? GUE GAK DENGER!"
"GUE MAU ES KRIM!" dengan segenap kekuatannya, Ara meneriakkan kalimat itu tepat di kuping Deon.
"Oke siap!" mendengar itu Ara melebarkan senyumannya dan memeluk erat kekasihnya. Merasakan pelukan kecil dari gadisnya, membuat Deon kembali tersenyum kesekian kalinya.
Akhirnya Deon memberhentikan motornya tepat di sebuah toko swalayan. Mereka berdua masuk ke toko itu dengan kedua tangan yang menyatu. Mereka berdua pun langsung menuju ke bagian yang tersedia es krim di toko itu.
"Mau rasa apa?" tanya Deon.
"Ini, ini, ini," jawab Ara sebari menunjuk es krim rasa cokelat, vanila strawberry dan satu es krim mochi.
"Oke,"
"Lo mau yang mana?"
"Gue coklat aja,"
"Oke,"
Mereka langsung menuju kasir untuk membayar es krim yang sudah mereka pilih. Setelah itu mereka duduk di sebuah kursi panjang yang ada di luar toko.
"Nih," Deon menyodorkan sekantung es krim kepada gadisnya itu.
"Makasih,"
"Ehm,"
Mereka berdua pun menikmati es krim masing-masing.
"Deon,"
"Iya?"
"Lo tahu nggak, dulu gue ga percaya sama namanya cinta,"
"Terus? sekarang lo udah jadian sama gue,"
"Iya makanya gue bingung,"
"Ga usah bingung, cinta itu tumbuh sedikit demi sedikit, makanya lo gak bakalan tahu kalo lo sebenarnya udah ngerasain cinta itu,"
"Iya juga ya, kok lo pinter kalo urusan kayak gini?"
"Pengalaman neng, haha,"
"Idih, mantan lo banyak?"
"Idih, pengen tahu banget ya?" goda Deon kepada gadisnya ini.
"Bodo amat lah," Ara yang merasa kesal memakan es krimnya dengan cepat.
"Nanti kesedak, hati-hati Ra,"
Ara masih tidak mendengarkan ocehan kekasihnya itu. Dengan segera Deon meraih tangan gadisnya yang menggenggam es krim.
"Stop dulu," dengan lembut, Deon membersihkan beberapa es krim yang berlepotan di bibir Ara.
"Makasih," dengan tulus Ara mengucapkan kata itu dalam hatinya.
*********************************************