_Kecemburuan yang menuai pertengkaran_
*********************************
"Eh, iya maaf," ucap gadis itu sembari melepaskan pelukannya.
Keduanya pun telah melepaskan pelukannya masing-masing. Deon tersenyum dan merasa lega karena kerinduannya terhadap gadis yang ada di depannya telah terbayarkan. Ara kini juga menatap wajah lelaki yang tadi ia peluk. Deon hampir lupa dengan martabak pesanan gadisnya. Ia mengambil kantung plastik yang ada di samping kanannya.
"Ini martabaknya," Deon menyerahkan kantung plastik itu kepada Ara disambut tatapan berbinar dari gadisnya.
"Makasih Deon, hehe, langsung sembuh kalo udah makan ini," ucapnya dengan kekehan kecil.
"Kalo udah makan martabak atau ketemu gue hmm?" goda Deon dengan alis yang ia naik turunkan.
"Apaan sih lo!" ketus Ara memalingkan wajah menghindari tatapan Deon.
"Maaf deh, ini buat lo juga, hampir aja lupa," Deon menyerahkan buket bunga yang ia beli tadi.
"Wah! Cantik banget!" Ara tersenyum mencium bau bunga yang ada di tangannya.
"Lo tahu namanya nggak?" tanya Deon yang melihat Ara tengah asik dengan dunianya sendiri.
"Ya elah, gue dilupain nih," batin Deon yang tidak mendengar jawaban dari kekasihnya Maureen Arandra Finley.
"Ara?"
"Maureen?" panggil lelaki itu sekali lagi.
"Eh! kenapa?" tanya gadis itu dengan tampang polosnya.
"Kan kan, nggak dengerin gue nih, gue balik nih," Deon mulai muram dan berjalan berbalik menuju motornya yang ada di belakang mereka berdua.
"Eh! Jangan gitu dong, maaf," Ara langsung saja menahan tangan Deon membuat lelaki itu berhenti sejenak.
"Maafin gue, habisnya bunganya bagus sih, makasih Deon sayangnya Ara," gadis itu mencoba meluluhkan Deon yang sudah bermuka muram saja.
"Eh, kan malah gitu aduh, minta dicium nih bocah," ucap Deon dalam hati.
"Tadi tanya apa?"
"Lo tahu nama bunga itu nggak?" tanya Deon sembari mengarahkan telunjuknya ke arah buket bunga yang ada di tangan Ara.
"Gak tahu, hehe," dengan tampang polosnya Ara tertawa membuat Deon menatap geram kelakuan gadisnya ini.
"Mau tahu nggak?" dengan sabar Deon menanyakan hal itu kepada Ara.
"Nggak, hahaha," lagi-lagi Ara tertawa dengan keras membuat Deon bertambah geram. Ara langsung terdiam saat melihat ekspresi Deon yang ingin melahapnya utuh-utuh.
"Deon, Jangan marah dong! ih gak asik lo!"
Ara melepas genggamannya, membuat Deon melanjutkan rencananya untuk pergi dari rumah gadisnya. Ara tidak menyangka dengan apa yang dilakukan lelaki itu. Ara kira, Deon akan menyudahi amarahnya dan akan tinggal lebih lama di sana, namun sepertinya, lelaki itu akan tetap pada pendiriannya untuk meninggalkan Ara di sini.
Ara tidak mau dia dan Deon jatuh dalam larutnya pertengkaran antara sepasang kekasih. Dia tidak mau berdiam lama-lama dengan lelaki yang ia sayangi.
"Jangan pergi!" dua lengan tiba-tiba menahan tubuhnya untuk berjalan. Deon menunduk melihat dua lengan kekasihnya sudah sempurna mengerat di pinggang miliknya.
"Maaf," cicit gadis itu membuat Deon tersenyum tipis.
Tangan Deon mencoba melepaskan eratan dari kekasihnya ini. Bukan Ara namanya, jika tidak keras kepala. Gadis itu tetap kukuh memeluknya dari belakang, eratan itu kian bertambah erat. Gadis itu tidak rela jika Deon meninggalkannya malam itu.
"Jangan pergi, Deon! Maaf," lagi-lagi Ara mengucapkan kata-kata itu lirih, namun masih bisa didengar oleh Deon.
"Sesayang ini lo sama gue hmm?" pertanyaan Deon membuat kedua pipi Ara memerah seperti kepiting rebus.
Deon menggenggam tangan gadisnya, mengelus pelan tangan gadis itu. Seakan tersihir, Ara mulai merenggangkan pelukannya membuat Deon berbalik ke arahnya. Ara menundukkan kepalanya untuk menyembunyikan semburat merah pada kedua pipinya.
Deon terkekeh pelan melihat reaksi gadisnya yang malu-malu membuat Deon gemas sendiri. Tangan Deon meraih kedua pipi gadisnya dan mencubitnya pelan.
"Gemes banget sih, pacar siapa hmm?" ucapan Deon lagi-lagi membuat pipinya memanas begitu juga dengan jantungnya yang tidak bisa berhenti berdegup kencang.
"Pacar lo lah!" ketus Ara mencoba menstabilkan degupan yang ada di jantungnya.
"Ngambek nih? Gue pulang nih!" Deon mencoba membalikkan diri ke arah keberadaan motornya.
"Mau kemana lo?!" seru Ara membuat Deon memberhentikan langkah kakinya.
"Mau cari Ara yang lain! Kalo yang ini galak," sahut Deon membuat Ara menahan emosinya.
"Sana cari tu, Ara yang lain, ada nggak yang secantik gue!" seru gadis itu membuat Deon menahan tawanya.
"Sombong banget sih lo! Gue bakal cari yang lebih cantik dan gak galak-galak amat," sungguh karena ucapan Deon, Ara ingin menghabisi lelaki yang ada di hadapannya sekarang juga.
Ara memilih membalikkan tubuhnya, hendak berbalik ke arah rumah, membuat Deon menyesali ucapan yang baru saja ia keluarkan. Deon langsung berlari dan menahan lengan gadisnya.
"Gak bakalan ada yang bisa gantiin lo Ra," ucapan Deon sungguh mematikan. Ara merasakan getaran hebat dalam jantungnya.
"Aduh! Gue bisa mati muda nih," ucap Ara dalam hati.
Gadis itu mulai membalikkan tubuhnya perlahan. Kedua matanya yang indah menatap Deon lekat, begitu juga dengan lelaki itu.
"Gue sayang sama lo Ra!" seru Deon membuat tangan gadis itu menutup mulut Deon rapat-rapat.
"Stt! Nanti kedengeran orang-orang," Deon terkekeh melihat wajah penuh kekhawatiran dari kekasihnya ini.
"Kok malah ketawa sih," Ara tak habis pikir dengan senyuman lelakinya yang begitu menawan.
"Lo kok ganteng amat sih! Gue harus was-was nih sekarang, kalo enggak, banyak yang naksir sama lo!" dengan sengit Ara memprotes wajah tampan dari kekasihnya.
"Astaga, gue harus gimana lagi Ra? masak gue harus pakek masker setiap hari, biar wajah tampan gue ketutupan!"
"Nah bener tuh, pakek aja ya, setiap hari," mata Ara berbinar dengan ide yang Deon lontarkan.
"Eh, enak aja, jangan dong Ra, engap gue tiap hari pake masker," Deon enggan menderita karena ide bodoh itu.
"Yah, gue jadi gak tenang nih," detik itu juga raut muka Ara berubah menjadi muram. Ara sangat khawatir dengan gadis-gadis yang ada di luaran sana yang akan menatap lapar kekasihnya ini.
"Berarti lo juga harus pake dong, Lo itu juga sama, kenapa cantik banget hmm?Bakalan gue hajar orang-orang yang macem-macem sama lo!"
Ucapan Deon membuat Ara mendongakkan wajahnya menatap raut wajah kekasihnya itu. Tidak hanya dia yang merasa khawatir dengan orang-orang di luaran sana, Deon juga begitu.
"Alah, gak usah dipikirin deh, pusing gue, yuk masuk," ajak Ara yang memang sudah menahan pegal di kakinya sedari tadi.
"Kok pusing lagi, lo sakit lagi? gue anter ke dalem ya?" lagi-lagi, lelaki itu cerewet tidak seperti biasanya.
"Lo diem dong! tambah pusing nih, ngikut aja sini, masuk!" seru Ara yang sudah menahan emosi sejak tadi.
"Iya, iya," Deon hanya menurut mengekor gadisnya ini.
"Malam neng," ucap Pak Zidan di kala melihat Ara yang masuk ke kawasan rumah keluarga Finley itu. Lelaki yang sudah berumur itu nampak menikmati seduhan kopi di cangkir kesayangannya.
"Malam pak, Ara masuk dulu," gadis itu menjawab sapaan Pak Zidan dengan anggukan kecil begitu juga dengan Deon yang mengikuti gerakan Ara.
Deon menatap sinis Ara, yang baru saja memberi senyuman miliknya, kepada pria yang belum Deon ketahui namanya.
Deon menarik lengan Ara, berbisik pelan di telinga gadis itu, "Itu siapa? kenapa lo senyum-senyum?" mendengar pertanyaan Deon membuat Ara jengah. Mengapa lelaki ini sangat cemburuan?
"Dia Pak Zidan, pak satpam," Ara menjawab pertanyaan Deon dengan mendengus kasar.
Deon menghela napasnya lega, "Kirain siapa, hehe," lelaki itu terkekeh sekali lagi membuat Ara gemas, ingin menghajar lelaki yang ada di belakangnya ini.
*******************************