_Ingatan masa lalu yang perlahan kembali_
*************************
Terang lampu taman menjadi saksi keduanya. Deon dan Ara sedang ada di taman keluarga Finley. Keduanya duduk berdampingan, yang pasti akan membuat iri orang yang melihat mereka. Mereka berdua terlihat serasi dengan proporsi tubuh begitu juga dengan wajah menawan keduanya.
"Pelan-pelan Ra, nanti keselek,"
Deon mencoba memberikan nasihat kepada gadisnya ini. Bagaimana bisa kekasihnya ini menyantap martabak pesanannya seperti sudah tidak makan berhari-hari? Deon hanya tersenyum melihat wajah kekasihnya yang sudah berlepotan dengan coklat.
"Lo nggak makan hari ini?" tanya Deon mencoba menghentikan kegiatan kekasihnya sejenak.
Glek~
Ara menelan kunyahan martabak itu sebelum menjawab pertanyaan Deon. Ara mencoba membersihkan noda coklat yang ada di ujung bibirnya.
"Nggak, tadi gue udah makan, enak banget si soalnya, bikin nagih," gadis itu tersenyum puas dengan rasa martabak pesanannya.
"Ya tapi kan, tetep pelan-pelan Ra, makannya, masak kayak orang kesetanan, buru-buru amat, Gue gak akan minta Ra, buat lo aja," jelas lelaki itu panjang lebar.
"Beneran nih gak mau minta? Enak banget lo! Nanti nyesel," canda gadis itu sembari menyenggol bahu Deon dengan salah satu bahunya.
"Enggak, buat lo aja, kenyang gue, liat lo makan," tangan Deon bergerak mengelus pucuk kepala gadisnya.
Ara mengambil satu potong martabak itu dan mengarahkannya ke mulut Deon, "Nih makan, aaaa," Deon yang tadinya tidak mau, mulai membuka mulutnya, dirinya merasa senang ketika melihat wajah bahagia gadis yang telah menjadi kekasihnya.
"Kan lo yang udah beliin gue, masak nggak ikutan nyoba," ucap gadis itu menatap Deon yang tengah menikmati martabak itu. Deon mengacungkan kedua jempolnya memberikan penilaian kepada makanan ini.
Ara tertawa melihat ekspresi lelaki yang ada di hadapannya. Deon begitu menikmati makanannya di setiap kunyahan di dalam mulut pria ini.
"Eh iya, udah malem, Deon lo pulang ya, nanti mama lo nyariin,"
Deon telah selesai dengan urusan makannya. Lelaki itu menoleh kepada wajah gadisnya yang tengah menatapnya juga.
"Mama gue udah nggak ada," celetuk Deon membuat Ara tersedak air liurnya sendiri.
Uhuk!
Uhuk!
Deon panik melihat Ara yang langsung terbatuk-batuk setelah mendengar jawabannya. Lelaki itu mengelus pelan punggung gadisnya yang langsung ditahan oleh tangan kanan kekasihnya itu.
"Kenapa?" tanya Deon setelah melihat ekspresi Ara.
"Kenapa lo gak bilang sama gue? astaga, gue jadi bersalah gini kan," ucap gadis itu pelan.
Deon terkekeh kecil menatap wajah gadisnya. Tangan Deon beralih ke atas kepala mungil ini dan mengelusnya pelan.
"Gue gapapa, maaf ga bilang sama lo," ucap lelaki itu yang masih tersenyum menatap gadisnya.
"Udah lama?" tanya Ara lirih.
"Iya, sejak usia gue baru lima tahun,"
Ara membulatkan mulutnya seakan mengatakan 'oh'.
"Lo gapapa nih? Nggak mau pulang? Lo kan belum mandi, bau juga sekarang," celetuk Ara membuat Deon menghentikan pergerakan tangannya.
"Masa sih?" tanya Deon sembari mencoba mengendus ketiaknya sendiri.
Ara terkekeh menatap kelakuan kekasihnya itu. Ara mencoba mengalihkan pembicaraan karena dia tidak mau Deon membuka luka lamanya.
"Mana? nggak bau nih, coba bau deh, hidung lo kesumbat kali," ucap Deon sembari mengarahkan kepala Ara ke ketiaknya.
"Eh! Eh! ya nggak gini, Deon jorok banget sih!" Ara melakukan perlawanan terhadap kelakuan tidak masuk akal pacarnya ini.
"Masih wangi kan?" tanya Deon mencoba menggoda kekasihnya itu.
"Ngaco lo! Sana pulang! Langsung mandi jangan keluyuran!"
Deon tertawa menggelegar karena tidak sanggup menahan rasa gelinya. Lucu juga kekasihnya ini, batin Deon.
"Iya-iya gue pulang, lo jangan bergadang! langsung istirahat!"
"Iya bawel! Besok jemput ya?" ucap gadis itu meminta jemputan Deon.
"Iya-iya, sana masuk, gue pergi dulu," Deon langsung berdiri diikuti oleh Ara juga.
"Tidur yang nyenyak ya sayang," bisik Deon ke telinga gadis itu membuat pipinya memerah. Desiran aneh itu perlahan memenuhi dirinya.
Ara masih mematung mencerna kalimat itu. "Sa-sayang?" tanya Ara dalam batin.
Deon mencoba menatap ekspresi gadisnya yang sangat menggemaskan.
"Gue pulang, mimpiin gue ya," lelaki itu sekali lagi telah merobohkan seluruh pertahanan gadis itu.
"Aduh bisa mati muda ni gue," batin Ara sembari memegang dadanya yang tidak pernah berdegup pelan.
"Ara? Maureen?" panggil Deon sembari melambai-lambaikan telapak tangannya ke arah wajah Ara. Ara sedari tadi masih mematung setelah mendengar kata sakral dari mulut kekasihnya.
"Ra?!" seru Deon membuat Ara terkejut.
"Iya! Eh katanya mau pulang, sini gue anter ke depan," Ara mencoba menarik tangan Deon mengantarnya keluar.
Deon menarik tangannya dari genggaman Ara, "Nggak usah Ra, Lo masuk aja, udah malem, nanti sakit lagi," Deon masih tersenyum menatap kekasihnya.
"Ya udah, hati-hati ya, Jangan keluyuran!"
"Iya cerewet,"
"Minta baku hantam ya anda?" Ara menahan kesal setelah mendengar ejekan dari mulut lelakinya.
"Maaf, maaf, sana masuk gih," Deon membalikkan tubuh Ara untuk berjalan masuk ke dalam rumah.
"Ish! Gue masuk ni," dengan kesal Ara menghentak-hentakkan kakinya ke tanah. Deon yang masih ada di tempatnya hanya mampu menahan tawa.
Setelah gadis itu menghilang dari pandangannya, Deon bergumam pelan, "Selamat malam, Maureen," setelah mengucapkan itu Deon beranjak dari tempatnya keluar menemui motor kesayangannya.
*******************
"Hai bos! Gimana kabar neng pacar?" suara itu membuat Deon menatap kesal Andreas Jayden Kaison ini. Untuk apa dia menanyakan keadaan kekasihnya? Bukankah dia tidak ada urusan dengan Ara? Menyebalkan sekali! batin Deon kesal dengan perhatian lelaki itu.
Deon masih diam tidak menjawab pertanyaan itu, membuat Jay menghela napasnya kasar.
"Apa kesalahanku kali ini?" tanya lelaki itu meminta penjelasan, alasan Deon mendiamkannya seperti ini.
"Sudahlah Jay, hiraukan saja dia, mungkin dia masih banyak pikiran," ucap Alsan membawa Jay untuk duduk di sampingnya.
Sedangkan Enzi dan juga Iden masih fokus pada ponsel keduanya. Jari-jari mereka menari lincah di atas layar pipih itu.
"Sialan! Kenapa dia lemot sekali?!" umpat Iden ketika merasa pergerakannya melambat.
"Stupid!" celetuk Enzi yang juga merasa kesal dengan rekannya yang ada di permainan online itu.
Deon memilih menjatuhkan tubuhnya ke arah sofa di tengah markas itu. Tangannya memijit pelan pelipisnya yang sedikit pusing.
"Sialan! Kenapa aku teringat gadis itu lagi?!" batin Deon merasa sesak, ketika melihat wajah seorang yang ia sayangi dua belas tahun yang lalu.
Dirinya yakin, bahwa gadisnya dua belas tahun yang lalu, akan mempunyai wajah yang sama dengan gadis yang ia tabrak pagi tadi. Deon mengacak rambutnya frustasi.
"Argh!" erangnya, benci dengan perasaan yang ia rasakan saat ini.
"Kenapa lo?" tanya Enzi yang sudah menghentikan permainan dalam ponselnya.
Deon menoleh sejenak ke arah Enzi, "Gapapa," lirih Deon yang langsung membaringkan tubuh lelahnya di atas sofa. Mungkin, dia akan menginap di sini malam ini dan akan pulang pagi buta.
****************