_Kerinduan dua insan yang berhasil terbayarkan_
********************************
Kriiinggg!
Bel sekolah berbunyi menandakan berakhirnya pelajaran di hari itu. Setelah merasakan lelah di seluruh tubuh mereka, siswa-siswa di SMA Canopus ini berjalan keluar kelas dengan tubuh lemasnya, namun tidak dengan ketua The Wilders ini.
"Bos, mau ikut ki--"
"Gue cabut!" teriak Deon menghentikan Jay yang sedang berbicara dengannya. Jay hanya menghela napasnya kasar sembari menatap punggung orang yang ia ajak bicara.
"Sabar aja, Bos kita lagi gerak cepat," ucap Alsan yang ada di samping Jay.
"Gerak cepat ketemu neng pacar, haha," lanjut Alsan yang sudah ditatap tajam oleh teman-temannya.
"Garing lo!" seru Enzi yang sudah berjalan keluar dengan menenteng tasnya.
"Yuk cabut aja!" ucap Iden yang menyusul Enzi keluar dari kelas.
"Eh! Tungguin gue KAISON!" seru Alsan yang melihat Jay mencoba meninggalkannya.
"Lemot lo!" dengan beberapa pertimbangan lelaki itu menunggu Alsan di depan kelas.
"Iya, iya, dah kelar nih, yuk balik!" ajak Alsan yang sudah selesai membereskan bukunya. Alsan merupakan anggota inti Wilders yang masih terlhat seperti layaknya pelajar. Lelaki itu masih mau membawa buku pelajaran dibandingkan anggota inti lainnya.
Siswi-siswi SMA Canopus sedang dibuat histeris oleh lelaki yang berlari kencang dengan paras tampannya. Deon berlari sangat kencang membelah lautan manusia yang ada di koridor sekolah.
"Minggir! Minggir!" serunya yang masih membelah lautan manusia itu. Deon sangat bersemangat sore itu dikarenakan rasa rindunya yang tidak akan tertahankan lagi. Rindunya itu akan meledak kapan saja jika dia tidak cepat-cepat melihat gadisnya.
Bagaimana kaum hawa itu tidak terpesona? Ketika mata mereka melihat seorang lelaki tampan yang berlari kencang dengan rambut yang berayun cepat serta keringat yang menetes di pelipisnya. Hoodie kebanggan The Wilders yang ia kenakan menambah kesan ketampanan dalam dirinya.
"Maureen, gue datang," ucapnya dalam hati dengan senyum yang lebar saat memikirkan wajah gadisnya.
Deon terus berlari ke arah parkiran di mana motor besarnya terparkir. Deon memakai helmnya dengan cepat dan menyalakan motor itu untuk segera melesat dengan cepat. Deon tidak lupa akan pesanan sang kekasih.
"Martabak manis coklat kacang satu!" pesan gadisnya sebelum bel berbunyi.
"Beli martabak dulu," gumamnya sembari bersenandung memperlihatkan dirinya yang sedang bahagia.
Deon masih mencari penjual martabak di sore itu. Hingga mata elangnya melihat pedagang martabak di perempatan taman kota. Kedai martabak itu belum ramai pembeli karena baru saja buka. Deon kembali bersenandung sembari menunggu pesanannya matang.
"Baru pulang sekolah dek?" tanya bapak penjual martabak itu.
"Iya bang," jawab Deon dengan senyum lebar.
"Seneng banget sama martabak ya dek?" tanya bapak itu sekali lagi.
"Iya bang, pacar saya seneng banget," sekali lagi Deon memperlihatkan senyumannya.
"Oh buat pacarnnya, pantesan senyum-senyum terus dari tadi, hehe," goda bapak itu yang terus memperhatikan Deon yang terlihat sangat gembira.
"Hehe," lelaki itu tertawa dengan hati yang berdebar-debar menunggu wajah kekasihnya.
Deon masih menunggu pesanannya dengan tenang, walaupun tidak dengan jantungnya yang masih berdetak dengan kencang. Pembeli mulai berdatangan karena hari yang mulai gelap. Beberapa dari mereka menatap Deon yang masih duduk menunggu pesanannya.
"Ini martabaknya dek," seru bapak penjual martabak itu kepada Deon.
"Makasih bang, ini bang uangnya, kembaliannya ambil aja," ucap Deon yang menerima kresek putih berisikan martabak pesanan Ara.
"Eh tapi dek, ini kebanyakan," ucap penjual itu merasa tidak enak.
"Gapapa bang, saya pamit dulu bang," sesudah mengatakan demikian, Deon langsung berlari ke arah motor besarnya.
Deon memakai helmnya cepat-cepat dan langsung menstarter motornya itu. Tak beberapa lama motor Deon melesat dengan cepat menerobos kendaraan yang ada di jalanan. Detak jantung lelaki itu bertambah cepat, seiring bertambah dekatnya jarak antara dia dan Ara kekasihnya.
Brummmmm!
Deon meningkatkan kecepatannya, untuk memperkecil waktu yang ia butuhkan untuk sampai menuju kekasihnya.
**********************************
Di lain tempat seorang gadis tengah gelisah menatap waktu yang ada di dinding kamarnya. Tangannya tidak berhenti bergerak menandakan kegelisahan yang tengah melanda dirinya.
"Udah jam balik kan ya?" tanyanya pada diri sendiri.
Dirinya sudah duduk rapi dengan rambut panjang yang ia gerai karena masih basah. Ara baru saja membersihkan dirinya setelah tertidur sangat lama. Flunya sudah menghilang sedikit demi sedikit karena Ara terus beristirahat karena tuntutan mama dan juga lelaki yang ia tunggu kedatangannya.
"Lama banget si!" protes gadis itu karena lelaki yang merupakan kekasihnya tak kunjung datang.
Ara terbangun dari kasurnya dan mulai berjalan kesana-kemari untuk menetralkan degupan jantungnya yang sangat cepat berdetak. Ara sudah tidak sabar untuk bertemu dengan Deon kekasihnya.
Detik hingga menit sudah berlalu, namun Deon belum menunjukkan batang hidungnya. Ara masih setia menunggunya, gadis itu ada di balkon kamarnya. Ara menahan dingin hanya untuk menunggu Deon. Sudah lama ia menunggu, hingga akhirnya rasa putus asa menyerang dirinya.
"Apa Deon lupa?"
"Deon lagi kumpul kali ya?"
"Atau jangan-jangan, tawuran lagi!"
Ara berbicara sendiri menanyakan keberadaan Deon. Ara mulai berbalik dari posisinya, hendak kembali ke dalam kamarnya. Hari mulai memasuki malam, Ara rasa Deon tidak akan menemui dirinya.
TIN!
TIN!
TIN!
Suara klakson sebuah motor berhasil membuat Ara mengurungkan niatnya. Ara menoleh ke arah bawah balkon kamarnya. Kedua matanya berhasil menangkap seseorang yang ia rindukan.
"Deon!" seru Ara saat Deon juga menatapnya. Lelaki itu tengah melepaskan helm yang ia kenakan. Ara segera berlari dengan girang.
Dengan cepat Ara turun dari anak tangga kamarnya menimbulkan kekhawatiran kedua orang tua Ara yang ada di ruang tamu.
"Ara kamu mau kemana nak?!" seru Seren ketika melihat putri sulungnya menuruni pegangan tangga dengan cara meluncur dari atas.
"Ara hati-hati!" teriak El saat melihat putrinya turun dari tangga.
"Ara gapapa, ada Deon di luar!" seru Ara membalas kekhawatiran kedua orang tuanya.
"Astaga Ara! Jangan lari!" mama Ara kembali berseru memperingati anak sulungnya.
Ara hanya mengangguk kecil dan tetap melanjutkan aksinya, berlari menemui Deon.
Brak!
Suara pintu keluarga Finley yang sudah menjadi korban dari Ara. Ara sangat terburu-buru memakai sandalnya. Deon juga berlari ketika melihat Ara dari kejauhan. Mereka berdua sama-sama berlari hingga--
Grep!
Keduanya saling berpelukan meluapkan kerinduan satu sama lain. Bahkan Deon telah menjatuhkan martabak pesanan Ara. Deon mengelus pucuk kepala Ara yang lebih rendah dari tubuhnya.
"Kenapa lo lari-lari hmm?" tanya Deon yang masih memeluk erat gadisnya.
"Gak tahu, hehe," jawab Ara tersenyum senang sembari menghirup harum kekasih yang ia rindukan.
Deon mencoba memaklumi kecerobohan kekasihnya ini. Deon menatap tangan kirinya untuk memeriksa sebuah buket bunga yang ia bawa. Yap! Deon baru saja membeli bunga, hingga karena itu ia terlambat untuk menemui Ara. Deon mulai melonggarkan pelukannya berniat memberikan buket bunga itu kepada Ara.
"Jangan nanti dulu!" sergah Ara menghentikan pergerakan Deon. Gadis itu malah semakin mengeratkan pelukannya membuat Deon kesusahan untuk bernapas.
"Ara, gu-gue gak bi-bisa napas nih,"
"Eh, iya maaf," ucap gadis itu sembari melepaskan pelukannya.
*********************************