_Andaikan manusia memiliki kekuatan teleportasi_
**************************************
Pagi dimulai dengan kokokkan ayam jantan. Sinar matahari mulai terbit dari ujung timur. Pagi itu sangat cerah setelah hujan yang lebat tadi malam. Sinar matahari menelusup masuk melalui celah ventilasi kamar seseorang.
"Argh!" erang orang itu sembari menutup kedua matanya menggunakan bantal yang ia gunakan untuk tidur tadi malam.
"Gak boleh bolos! Besok gue minta catetan pelajarannya dari lo! " kalimat itu baru saja terngiang di dalam kepalanya.
"Aduh jam berapa sih?!" tanyanya menoleh ke arah jam dinding berwarna hitam.
"Sialan! Gue telat lagi!" umpatnya yang sudah berlari ke arah kamar mandi yang ada di kamarnya dengan telanjang dada. Lelaki ini selalu bertelanjang dada saat ia tidur.
Yap. Lelaki itu adalah Deon. Karena bergadang tadi malam, dia harus menerima konsekuensi terlambat ke sekolah. Kali ini dia harus mandi dengan super cepat untuk mempersingkat waktu. Deon sudah selesai dengan urusan mandinya selama lima menit lamanya. Kali ini ia harus mengenakan seragamnya dengan benar, supaya mengurangi omelan dari guru Bk, walaupun itu hanyalah harapan belaka.
Deon menyambar tasnya yang ada di atas meja belajarnya. Malam tadi adalah malam dari Deon Callum Brixton yang berbeda. Dikarenakan mendapat perintah dari sang kekasih, Deon Callum Brixton mengeluarkan bukunya. YAP! Deon Callum Brixton belajar! Walaupun setelah itu dia masih bermain game di dalam ponselnya.
Deon memeriksa isi ponselnya sembari berjalan ke arah garasi rumahnya.
"10 Panggilan tak terjawab 'Pacar'"
"Brengsek! Aduh! Kacau gue!" umpatnya karena melewatkan panggilan dari Maureen Arandra Finley.
Deon mempercepat jalannya dan menghampiri motor kesayangannya. Deon mengambil helmnya dan mengenakan hoodienya terlebih dahulu.
"Hidup gue bergantung sama lo," gumamnya menepuk motor hitam itu.
Deon mulai menaiki motornya dan mulai melajukan motor itu ke tempat ia menimba ilmu.
Bruummm~~
Motor itu melaju dengan kecepatan tinggi atas perintah pemiliknya. Jalanan terlihat ramai seperti biasa. Motor itu berhasil melewati kendaraan yang menghalangi jalannya dengan begitu lincah. Masih membutuhkan beberapa menit lagi sebelum gerbang SMA Canopus tertutup.
Bruuuummmm~~~
Deon semakin cepat melajukan motornya. Jika gadisnya mengetahui hal ini, bagaimana Deon bisa tahan didiamkan seorang Maureen Arandra Finley?
**********************************
Deon berhasil melewati penutupan gerbang sekolahnya berkat motor yang sudah enam tahun ia miliki. Mungkin hari inilah keberuntungan menimpanya. Deon berhasil lolos dari kejaran guru dan penambahan poin. Yang terpenting, Deon berhasil lolos dari omelan gadisnya.
Deon segera berlari menuju ke kelas yang ia tempati. Butuh dua menit lamanya untuk menghindari teguran guru mapelnya pagi itu. Deon semakin mempercepat larinya membuat sesuatu yang ada di dalam dadanya terasa nyeri. Tangan kanan lelaki itu mencoba memegang dada kirinya.
Bruk!
Deon yang masih menahan rasa sakitnya, tidak sadar ia telah menabrak seseorang.
"Eh maaf!" seru Deon meminta maaf kepada seorang gadis yang tidak sengaja ia tabrak.
"Iya gapapa, shh" erang gadis itu yang ternyata mendapat luka pada siku kanannya.
"Eh, lo berdarah," ucap Deon yang masih menatap siku gadis itu.
"Eh iya," gadis itu masih menunduk menatap siku kanannya membuat Deon tidak melihat wajah gadis itu.
"Mau gue anter ke UKS?" tawar Deon untuk menebus kesalahannya.
"Eh, gapapa kok, lo duluan aja, bentar lagi lo telat," ucap gadis itu panjang lebar.
"Beneran?" tanya Deon sekali lagi.
"Iya," ucap gadis itu sembari memperlihatkan wajahnya membuat Deon tertegun.
"Gue cabut dulu," ucap gadis itu yang langsung berlari meneruskan perjalanannya.
"Arlene?" gumam Deon yang merasa tidak asing dengan wajah itu.
"Eh iya gue lupa!" ucapnya sembari menepuk jidat melupakan kelas paginya hari ini.
Deon langsung berlari kembali melupakan rasa sakit di dalam dadanya. Di sisi lain, gadis yang tertabrak Deon beberapa menit lalu berlari ke arah gudang di SMA itu.
"Aish! hampir aja gue ketahuan!" gumamnya.
"Ini siku cari masalah, kenapa harus luka lo tadi," sengitnya menatap siku kanannya itu.
Secara perlahan, luka yang ada di siku kanan gadis itu mulai menutup. Entah apa yang terjadi. Luka siku kanannya berhasil menutup seperti sediakala. Apakah keajaiban ini yang berusaha ia sembunyikan?
"Deon, senangnya gue liat lo, hahaha," gadis itu tersenyum terlihat mengerikan.
"Sudah saatnya lo jadi milik gue," ucapnya di dalam gudang sekolah yang remang.
*******************************
"Deon!" tegur pak Hendery kepada seorang remaja yang melamun ke luar jendela.
Walaupun Deon terhindar dari omelan karena keterlambatannya ke kelas, Deon malah mendapat teguran karena melamun di pagi hari.
"Ra? lo dah makan? udah minum obatkan? masih tidur ya?" hanya itu yang ada di dalam lamunannya.
"DEON! KAMU DENGAR SAYA TIDAK?" teriak pak Hendery di depan meja lelaki itu.
"Eh! Iya pak, saya dengar!"
"Kalo gak bisa fokus, kamu keluar saja,"
"Nggak pak, saya mau belajar,"
"Jangan melamun!" tegur pak Hendery sekali lagi.
"Iya pak," ucap Deon kepada guru fisikanya itu.
**************************
Kelas XII MIPA 2 SMA Canopus kini tengah menghabiskan waktu istirahatnya. Namun, tidak dengan Deon Callum Brixton yang memilih menghabiskan waktunya untuk menelepon kekasihnya itu.
"Udah makan kan?" tanyanya melalui via telepon.
"Udah Deon, dari tadi lo tanya itu mulu! capek gue jawabnya,"
"Iya deh maaf, lo mau apa nanti sore? biar gue beliin,"
"Ehm, gue mau apa si, kalo gue maunya lo gimana?" goda gadis itu kepada kekasihnya.
"Lo beneran mau gue bolos sekarang hah?!"
"Jangan! Gak boleh bolos pokoknya!"
"Ya udah, jangan gitu dong, gue lagi nahan kangen sama lo, tega bener Ra!" ucap Deon panjang lebar. Sungguh rasanya ia ingin pergi dari sekolah itu dan menemui kekasihnya, namun Deon masih menahannya demi keinginan gadisnya.
"Cie yang kangen sama Ara, sini Ara peluk," ucap Ara dengan nada manjanya.
"Ara, awas lo! Nanti gue makan lo nanti sore," Deon memperingatkan gadisnya supaya tidak membuat dirinya meledak.
"Kabur ah, gak mau ketemu sama Deon," ucap gadis itu masih dengan nada manjanya.
"Maureen!" seru Deon membuat kuping Ara berdenging di seberang sana.
"Astaga Deon! Kuping gue! Awas kalo gue jadi tuli nanti!"
"Gue donorin gendang telinga gue buat lo!"
"Emang bisa? Enak aja lo,"
"Bodo lah, sana belajar, gue mau tidur!"
Tut! Ara mematikan teleponnya secara sepihak membuat Deon dilanda dilema sekali lagi. Jika tidak karena tuntutan gadis kecilnya itu, Deon sudah kesetanan mengebut di jalanan untuk menemui gadisnya.
"Sabar aja Deon, bentar lagi pulang," ucapnya menenangkan diri sendiri.
"Deon!" panggil Nesya dari kejauhan.
"Ini dari Ara, makan!" ucap Anna sembari menyerahkan roti isi kepada Deon.
"Ara?"
"Iya, tadi dia titip ini ke gue, tapi gue lupa, haha," ucap Mea menjelaskan.
"Ketemu di mana lo?" tanya Deon yang tidak percaya kepada keempat gadis itu.
"Tadi pagi, kita berempat ke rumah Ara buat jenguk dia sebentar, terus dia titipin ini buat lo," jelas Iva membuat Deon mengangguk-anggukan kepalanya paham dengan apa yang dijelaskan sahabat kekasihnya itu.
"Cie, bos kita lagi berbunga-bunga tuh!" celetuk Jay yang sudah ada di belakang Deon.
Plak!
Dengan spontan, sebuah telapak tangan telah menyambar punggungnya membuat Andreas Jayden Kaison ini mengerang kesakitan.
********************************