_Terkadang seseorang yang berharga dapat meyakinkan kegundahan dalam hati_
**************************
"Lo mau ngapain astaga," seru seorang gadis yang tengah ditarik oleh lelaki yang berparas tampan. Sekarang mereka berada di anak tangga menuju rooftop sekolah.
Lelaki itu tidak menjawab pertanyaan yang diajukan oleh gadis yang bernama Maureen Arandra Finley itu. Lelaki itu masih fokus menatap anak tangga yang menuntunnya ke arah rooftop sekolah itu. Rooftop ini berada di lantai teratas bangunan itu, tepatnya di lantai keempat. Pada lantai keempat itu, kita dapat melihat pemandangan kota itu dari ketinggian.
"Dasar tuli ya lo!" umpat Ara yang tak tahan melihat kelakuan lelaki yang ada di depannya ini.
"Lo nanti juga bakalan tahu," akhirnya setelah lima menit Ara mengumpat, Deon Callum Brixton itu mau menanggapi rengekan gadis itu.
Dalam batin, Ara kembali mengumpat, serta tangannya yang tidak mau berhenti memberontak. Deon menggenggam erat tangan gadis yang sangat berharga baginya.
Anak tangga terakhir telah terlihat di depan mata, yang artinya mereka berdua telah sampai di titik tertinggi sekolah itu. Deon kembali menuntun tubuh itu ke sebuah tempat duduk yang tak jauh dari pintu di mana mereka berdua masuk. Kini Deon telah melemaskan genggamannya, namun tidak juga ia melepaskan tangan mungil itu.
Deon menyeret sebuah kursi untuk tempat ia duduk nantinya.
"Lepasin!" seru Ara sembari menarik tangan kanannya.
"Duduk," dengan lembut ia membenarkan posisi kursi yang akan Ara tempati.
Ara mendudukkan pantatnya pada kursi yang telah Deon siapkan. Mulutnya masih mengerucut sembari mengelus pergelangan tangannya yang memerah.
"Maaf," dengan tulus Deon mengucapkan satu kalimat itu sembari menatap pergelangan tangan yang begitu mungil tersebut.
Dengan hati-hati Deon meraih tangan Ara, namun dengan cepat Ara menyembunyikan tangannya ke belakang tubuhnya. Deon yang sudah ada di samping Ara begitu terkejut melihat kelakuan gadisnya.
"Gapapa, gue gak mau nyakitin lo lagi," jelas Deon dengan mimik yang begitu menyakinkan.
Ara menatap lamat-lamat sepasang mata yang ada di depannya. Dengan ragu Ara mengulurkan tangannya yang langsung diraih oleh Deon.
"Maaf udah buat lo ragu," sudah kedua kalinya Deon melafalkan kata maaf. Deon mengelus pelan pergelangan Ara yang memerah akibat ulahnya.
"Mungkin gue udah buat lo salah paham," Ara masih diam tak bergeming sembari menatap pemandangan yang ada di depannya. Ini adalah pengalaman pertama gadis itu melihat pemandangan kota dari rooftop sekolah barunya.
"Sebenernya, Sophie itu, sepupu gue," kalimat itu berhasil mengalihkan pandangan Ara kepadanya.
"Hah! Beneran?!" kedua mata itu melotot sempurna, meminta kepastian kebenaran dari kalimat itu.
"Iya," ucap Deon sembari menganggukkan kepalanya dan tersenyum kecil. Senyum yang hanya bisa Deon tunjukkan saat Ara ada bersamanya.
"Ya Tuhan!" seru Ara sembari menepuk dahinya.
Deon menyingkirkan tangan yang mulai menepuk dahi gadis itu berulang kali.
"Nanti dahi lo sakit," tegur Deon yang mulai menggenggam tangan Ara. Ara mulai terhipnotis melihat kelakuan Deon, leader The Wilders itu, seolah-olah menyalurkan keyakinan akan kegundahan hati kecilnya.
"Lo bisa tanya sendiri ke dia," ucap Deon yang mulai melepaskan genggaman tangannya.
Ara menganggukkan kepalanya kecil. Dia mulai paham alasan Deon terlihat nyaman-nyaman saja di samping Sophie Otty Liam itu. Ara sedikit demi sedikit membuka hatinya lagi untuk lelaki yang ada di sampingnya kini. Setelah lama merenung, Ara bangkit dari kursinya dan berjalan maju.
"Lo mau kemana?" tanya Deon melihat gadisnya pergi.
Ara masih melanjutkan langkah kakinya untuk bergerak maju. Ara menikmati angin yang berhembus pelan di atas sana. Mulutnya mulai bersenandung karena kebahagiaan yang mulai muncul dalam hatinya.
"Gue gak kemana-mana," jawab gadis itu. Ara sudah ada di tepi rooftop itu, kepalanya menunduk ke bawah untuk melihat pemandangan yang ada di bawah mereka berdua.
"Ati-ati," seru Deon yang sudah mendekati Ara.
"Tenang aja," mata Ara memejam menikmati hembusan angin yang melewati wajahnya.
Mata Deon beralih menatap wajah yang mendamaikan hatinya. Deon tersenyum melihat Ara yang tampaknya benar-benar menyukai tempat ini.
"Tadi marah-marah gue ajak ke sini," celetuk Deon bermaksud menyinggung gadis yang ada di sampingnya.
Kedua mata Ara yang tadinya memejam, kini terbuka dan beralih menatap lelaki yang berani mengusik kenyamanannya.
"Ck! Lo gak bilang-bilang sih! Main nyeret anak orang, huh! dasar," cibir Ara dengan mulut yang mengerucut.
"Hehe, maaf," ucap Deon sambil mengusap tengkuknya.
"Makasih udah bawa gue ke tempat ini," senyum itu terulas dalam wajahnya yang cantik.
"Walaupun kita bolos?"
"Gapapa, tadi kan udah absen, hehe" ucap Ara sembari menyengir kuda.
Karena gemas, Deon yang sudah tidak tahan, langsung mengacak pucuk kepala Ara. Ara yang mendapat perlakuan itu, tidak bisa menahan amarahnya.
"Lepasin tangan lo!" seru Ara yang sudah mengepalkan kedua telapak tangannya.
"Gak mau! Salah sendiri gemesin!" Ara tak menyangka lelaki seperti Deon akan berkata seperti itu.
"Gue gak salah denger kan?" Ara melongo menatap Deon yang sudah salah tingkah. Deon juga mengakui bahwa ia akhir-akhir ini sedikit aneh.
"Emang gue bilang apaan?"
"Astaga bodo deh!"
Ara kemudian meninggalkan Deon untuk pergi dari sana. Ara sudah menduga mata pelajaran sudah berganti karena sudah lama mereka ada di atas sana.
*************************