Zea langsung lari menuju kamar bersamaan isak pilu. Rasa ngilu di hati semakin bertubi-tubi. Hidup memang banyak cobaan. Dengan cobaan, kita bisa tahu seberapa kuat diri kita dalam menghadapi suatu masalah. Dengan masalah, kita bisa tahu hal-hal mana yang tidak seharusnya diulang lagi.
Cermin, Zea butuh cermin. Benda yang begitu jujur tanpa ada kebohongan sedikit pun. Saat Zea menatap cermin, wajahnya terlihat kacau. Dahi bercucuran darah dan mata membengkak.
"Hiks."
Zea mengambil gunting di atas nakas. Tujuan utamanya yaitu memotong rambutnya sendiri agar orang lain tidak tahu apa yang sedang dia rasakan. Orang lain memang akan memandang sesuatu itu dari cover, tanpa memikirkan keburukan sesuatu tersebut. Untuk itu Zea memilih cara tersebut.
Saat selesai memotong rambutnya sebawah alis, bibir Zea tersenyum tipis. Dia meratapi nasibnya sendiri yang begitu malang. Betapa mengenaskan cobaan di dunia ini.
***
"Kok baru pulang? " Tanya Dinda, mama Zafran.
Zafran memakirkan motornya di halaman rumah. Baru pukul 21.21 saja dia sudah ditunggu orang tuanya di halaman rumah. Seberapa anak mamahnya dia. Padahal Zafran bukan anak tunggal, dia memiliki satu orang adik yang masih kecil.
"Abang nakal, jam segini baru pulang. Dicariin Mama Papa daritadi tahu! " ujar Zimmi, adik perempuan Zafran. Diumurnya yang masih 6 tahun, dia masih saja terlihat polos. Padahal rata-rata anak jaman now badannya kecil, otaknya tua. Sok tahu pula, mentang-mentang sudah bisa jalan sendiri.
"Dari jalan sama Zea, Ma, Pa."
"Cie balikan, " goda Zamdan, papa Zafran.
Ekspresi wajah Zafran membalik seketika. Seperti hubungannya dengan mantan kian membalik. Padahal kebanyakan modal dari gombalan receh. Walaupun terkesan receh, tetap saja banyak orang banyak menggunakan cara tersebut. Berdasarkan penelitian pakar cinta, seseorang mencintai atau masih PDKT, biasanya ditandai dengan tingkah jahil.
"Nggak lah."
"Jangan gitu, Zaf. Ntar kalau benar-benar hilang, kamu bakal sedih loh. Sebelum janur kuning melengkung, masih ada kesempatan yang masih bisa diperbaiki sebelum terlambat, " ujar Zamdan.
"Apaan sih, Pa? Sok puitis banget deh!"
"Daripada sok-sokan nggak mau, padahal aslinya mau. Direbut orang lain ntar baru tahu rasa."
"Rasa melon ada, Pa?" tanya Zimmi tiba-tiba.
Zamdan, Dinda, dan Zafran saling melemparkan tatapan. Ingin rasanya Zafran mengocok otak adiknya agar cepat sadar dan encer. Mungkin otak dia terlalu banyak tepung terigu jadinya terlalu madat.
"Adanya rasa cinta," jawab Zafran ngasal.
"Cinta itu apa, Bang?"
"Cinta Itu makanan hewan."
"Ohh."
Dinda dan Zamdan hanya menggelengkan kepala. Sudah tahu adiknya mempunyai otak eror naudzubillah, eh malah ditambahin yang aneh-aneh. Tidak hanya itu, Zimmi hanya percaya kemudian mengiya-iyakan saja tanpa banyak memikirkan terlebih dahulu. Dia tidak mau berpikir karena takut botak seperti profesor. Dia juga tidak mau pintar karena takut seperti profesor hanya karena memiliki kepala yang botak. Memang sungguh aneh.
Sebuah ide terlintas di otak Zafran. Dia cengengesan sendiri memikirkan bagaimana reaksi adiknya. "Zim, Abang punya harta karun, kamu mau bantu ngambilin nggak?"
"Mau banget, Bang."
"Sekarang kamu harus tunjukan jari telunjuk kamu, terus kamu harus tutup mata."
Lagi-lagi Zimmi hanya mengikuti Perintah Zafran saja. Tanpa banyak membuang waktu, Zafran menuntun jari telunjuk adiknya ke arah lubang hidung. Dirasa sudah menemukan barang yang dicari, Zafran menuntun keluar jari telunjuk adiknya, kemudian dia menyuruh Zimmi untuk membuka mata.
"Tuh harta karunnya," ujar Zafran.
"Makasih Abang sayang."
"Gini nih kalau otaknya di lutut."
"Letak otak Zimmi di lutut ya, Bang?"
"Iya."
Zimmi tidak merespon perkataan kakaknya lagi. Dia sibuk mengamati benda kecil dari hidung Zafran. "Abang, ini kan kayak upil."
"Emang upil. Hahaha," ujar Zafran kemudian lari meninggalkan Zimmi.
Tidak sampai di situ, Zimmi mengejar Zafran tanpa ampun. Hingga dia terjatuh karena tersandung kakinya sendiri. Dia menangis sekencang mungkin saat melihat lututnya mengeluarkan darah. "Mama! Papa! Otak Zimmi berdarah! Huwah!"
"Ma! pa! Dulu waktu buat Zimmi sambil kesetrum ya? Gak fokus banget tuh! Otaknya jadi konslet terus! Hahaha! " Kata Zafran kemudian masuk ke dalam rumah.
"Zafran! " Teriak mamanya.
***
Lorong sekolah masih terlihat sepi. Hanya ada beberapa siswa saja yang notabennya termasuk murid teladan. Terdapat pemandangan yang begitu mengejutkan bagi Zafran saat melewati kelas IPA. Seorang Zea sudah berangkat sekolah. Seorang wanita yang memiliki kemalasan tingkat langit.
Tetapi tetap saja hasilnya zero, walaupun berangkat pagi, dia masih saja tertidur. Empat kursi ditata sedemikian rupa membentuk ranjang, kemudian tas dijadikan sebagai bantal Zea. Tangan kanannya dijadikan sebagai penutup wajah. Itulah nikmatnya ranjang kelas.
Zafran memutuskan berhenti untuk menyobek kertas, kemudian menulis sebuah surat untuk mantan. Sambil menulis dia senyum-senyum sendiri seperti orang gila. Bisa dikatakan orang gila sekolah. Jika itu benar-benar ada, akan sangat terdengar antimaenstrim.
Setelah selesai menulis surat itu, Zafran melipatnya kemudian menyuruh salah satu siswa yang satu kelas dengan Zea untuk memberikan surat tersebut. "Hey kamu! Yang pake kacamata! "
Pria yang merasa tersindir itu pun tengak tengok mencari seseorang. Memang spesies aneh, sudah pasti di kelas hanya ada dua penghuni yang baru datang. Memang benar-benar otaknya minta digampar bolak balik biar cepat sadar.
"Lo dipanggil tuli ya?"
"S-saya?
"Iya. Cepat sini!" Perintah Zafran sudah tak sabar.
Pria itu berjalan sambil menundukkan kepala. Padahal di lantai tidak ada uang sepeser pun, namun arah pandangan matanya ke arah bawah terus. Berpikir positif saja, mungkin dia memiliki sopan santun yang tinggi. Lagian berpikir negatif juga tidak diperbolehkan dalam islam. Semakin banyak berfikir negatif, maka semakin menjerumus kepada fitnah. Fitnah lebih kejam daripada pembunuhan, Gengs. Tapi, menurut spesies bucin, yang lebih kejam itu ditinggal pas lagi sayang-sayangnya.
"Nih, lo harus ngasih surat ini ke Zea. Nih ongkir buat lo. Cepat sana! " Perintah Zafran sambil memberikan uang lima ribu sebagai ongkir berjalan untuk membangunkan Zea.
Lagian jaman sekarang mana ada yang gratis. Jaman sekarang selalu ada uang ada barang. Tapi tetap saja yang gratis yang bikin happy. Karena gratis itu tidak menyebabkan penyakit kanker, kantong kering.
Pria itu menerima uang dari Zafran. "Oke. "
"Thanks, ya." Setelah semuanya beres, Zafran memutuskan untuk meninggalkan kelas Zea. Di dalam hatinya sedang merasakan konser. Berdag dig dug jantungnya menunggu respon dari Zea. Andai saja sedang mengikuti konser beneran, Zafran akan melakukan salto bolak balik.
Tujuan selanjutnya adalah kantin. Cacing-cacing di perutnya sudah demo meminta untuk di isi. Dia berangkat pagi karena akan ada rapat OSIS, sehingga dia harus menyiapkan bahan-bahan yang akan dibahas dalam rapat, karena semalam waktunya tersita bersama Zea. Selain itu, sebagai ketua OSIS yang teladan, Zafran memutuskan untuk berangkat pagi agar menjadi sebagai contoh yang baik. Sampai-sampai tidak sempat sarapan. Lagian menjaga image itu penting kan?
Pria yang diperintah Zafran bernama Pandu. Dia salah satu siswa penghuni di kelas Zea. Kelas IPA 1. Asal kalian tahu, walaupun otaknya Zea pas-pasan, dia bisa masuk IPA 1. Dia juga termasuk kategori murid terpintar di kelas karena selalu mendapat peringkat 3 besar di kelas. Peringkat 3 besar dari bawah maksudnya.
Berbanding terbalik dengan Pandu, dia salah satu murid di kelas yang selalu mendapat peringkat 3 besar dari atas. Namun sayang, dengan otaknya yang berlimpah kecerdasan, dia sering dijadikan babu teman-temannya. Entah itu mengerjakan PR ataupun disuruh membeli jajan di kantin. Sedangkan Pandu hanya terima-terima saja, tanpa ada sedikitpun kata protes.
Pandu berjalan mendekat ke arah Zea. Dengan pelan-pelan, dia membangunkan Zea dengan cara menyenggol kakinya. Hal tersebut menjadikan Zea langsung membuka mata.
"Apaan sih lo?! Ganggu orang tidur saja. Minggir sana! "
"Emm, ini ada surat buat kamu, " ujar Pandu mengulurkan tangannya memberikan surat itu.
Zea segera merebut surat itu. Kemudian dia langsung mengusirnya. "Terima kasih. Minggir sana!"
Setelah Pandu pergi, dia membaca surat itu.
Dear mantan
Untuk ke 80x
Hai mantan! Pagi-pagi udah pingsan saja, nggak perlu dipikirin sampai pingsan gitu. InsyaAllah kita jodoh kok karena kalau nggak jodoh kita bisa selingkuh. Kalau lo takut selingkuh, kita jodohin anak kita saja. Biar kita sering-sering tatap muka. Kalau nggak mau semuanya, gue tetap maksa kok, hehehe.
Salam
Zafran cogan
Kertas itu sudah diremas menjadi bulatan kecil. Sudah ke 80x Zafran mengirim surat untuk meminta agar balikan. Setiap surat juga diberi keterangan urutan nomornya. Yang lebih parah, dia membuang-buang kertas. Ngapain mengirim surat kalau tiap hari pasti ketemu. Entah itu di kantin, lapangan, parkiran, ataupun di dekat lorong tikus. Lagian ini jaman sudah modern, handphone juga ada, tetapi tetap saja main surat-suratan.
"Zafran!" jerit Zea merasa gemas.