Chereads / Really I Want / Chapter 12 - Chapter 11

Chapter 12 - Chapter 11

"Asal lo tahu, makanya gue disekolahkan itu biar bodohnya hilang," serka Zea yang sudah duduk manis di boncengan motor Zafran.

"Enak banget hidup lo. Duduk manis kayak ratu, ini motor belum gue naikin."

"Hehehe takut ditinggal."

Zafran hanya membuang napas pasrah. Sekuat bagaimana pun yang namanya wanita itu ingin selalu dimanja, ingin selalu menang sendiri, dan nggak mau dikasari. Dibentak saja sudah bisa menusuk sampai ke sel-sel hati, apalagi dikasari menggunakan fisik, rasa sakitnya bertubi-tubi. Seperti kisah cinta Zafran dan Zea, yaitu kisah cinta hujan.

Kisah dimana hati merasakan sedih dan perih, seperti hujan yang akan reda dan terganti oleh pelangi. Walaupun pelangi itu indah, dia tidak akan terus bersama. Dia hanya penghibur sesaat saja. Selama apapun kita menunggu pelangi, jika cahaya tidak dapat dibiaskan, maka pelangi tidak akan muncul dan kita tidak akan bisa melihatnya. Oleh sebab itu, pelangi adalah fenomena alam yang tidak bisa ditentukan oleh waktu. Seperti halnya saat kita menunggu suatu hal yang tidak ada kepastian. Sedangkan menunggu tanpa kepastian itu capek. Sama halnya dengan digantungkan.

Zafran segera mengendarai motornya untuk pulang. Hal itu yang menjadikan Zea bingung sendiri. Pasalnya yang mereka lewati bukan arah ke rumah Zea, tetapi ke arah rumah Zafran.

"Katanya mau nganterin gue pulang?  Kok malah arah jalan ke rumah lo?" Tanya Zea.

"Lo itu dinanti-nantikan sama camer."

"Camer?"

"Iya, camer, calon mertua lo yaitu Mama Papa gue," jawab Zafran membuat kedua pipi Zea memerah.

Hatinya berbunga-bunga mendengar ucapan manis Zafran. Setiap hari dan setiap waktu, jantung Zea sering kali dibuat dag dig dug terus menerus. Ah anggap saja senam jantung. Mungkin dengan seperti itu bisa membuat jantung sehat tanpa melalui olahraga. Sangat praktis.

Zafran tersenyum melihat Zea salah tingkah. Dia tahu kalau Zea agak grogi. Padahal ini bukan kali pertama dirinya menggoda Zea.

Sebenarnya Zafran menyesal dan sedih karena perbuatannya yang mungkin tidak disengaja membuat Zea tidak suka sehingga berimbas di hubungannya. Zafran ingin terus bersama Zea, di mana pun dan kapanpun. Hanya Zea yang bisa membuat dirinya merasakan apa arti cinta.

"Gimana? Mau nggak? Mau nggak? Mau nggak? Ya pasti maulah. Iya kan?" Tanya Zafran.

Zea memilih untuk diam daripada melayani orang stres seperti Zafran. Dia menatap suasana jalanan ramai. Cuaca sore ini pun terasa panas. Mungkin karena banyak pengendara yang akan pulang, khususnya para pekerja dan pelajar yang jam pulangnya hampir bersamaan. Hingga tanpa terasa mereka berdua sudah sampai di rumah Zafran.

Dengan rasa sedikit canggung, Zea memberanikan diri untuk masuk ke rumah megah itu. Jika dilihat sangat berbanding terbalik dengan rumahnya. Mungkin jika dibandingkan yaitu satu banding seperempat. Suasana rumah itu mengingatkan berbagai kenangan di masa lalu, dimana masa hubungan Zafran dan Zea yang sangat romantis. Tidak hanya sekedar itu, keluarga Zafran sudah menganggap Zea sebagai keluarganya sendiri membuat suasana terlihat rukun dan terasa harmonis.

"Ngapain ngelamun? Masuk ke dalam aja jangan canggung. Lagian lo itu memang disuruh Mama buat main ke sini," ujar Zafran kemudian menggandeng tangan kanan Zea agar mau masuk. Sedangkan Zea hanya menurut saja. Dia menundukkan kepala untuk menutupi rasa malu dan gugup.

"Assalamualaikum cogan pulang!" Teriak Zafran menggelegar di dalam rumah.

"Lo persis kaya orang hutan. Persis banget!" sewot Zea.

"Ganteng-ganteng gini dibilang seperti orang hutan?"

"Lagian kalau mau masuk rumah ya salam yang benar dong. Kalau seperti tadi, nggak ada bedanya sama hewan, nggak ngotak banget."

"Gini-gini lo per--"

Ucapan Zafran dipotong oleh suara teriakan anak kecil yang sedang berlari dengan raut wajah gembira sambil membawa boneka barbie. Dia adalah Zimmi. "Kya! Kak Zea! Zimmi kangen!"

Tanpa aba-aba Zimmi menubruk kaki Zea untuk dia peluk. Tanpa banyak membuang waktu, dia sudah menarik Zea untuk menemui Dinda. "Mama, ada, Kak Zea!  Mama, mau ketemu sama Kakak jagoan nggak?!"

"Zimmi jangan teriak-teriak, ini bukan di hutan loh," nasihat Dinda.

"Soalnya Zimmi kangen banget sama Kakak jagoan. Zimmi ngefans banget sama Kak Zea. Kakak itu jagoan wanita," ujar Zea sambil menirukan gaya Superman.

"Iya, tapi jangan dibiasakan teriak-teriak di dalam rumah ya. Jangan mencontoh Kak Zafran, dia mirip monyet suka teriak-teriak di dalam rumah."

"Hehehe, siap, Kakak!"

Memang otaknya aneh. Ngefansnya sama jagoan, gayanya meniru Superman, tapi mainannya boneka barbie. Memang benar-benar otaknya minta disentil sedikit biar cepat sadar dari kebegokan yang telah melekat pada kepala. Kasihan kalau sudah disekolahkan tapi begonya nggak bisa diedit, natural terus selamanya.

Tapi jangan khawatir. Kalau kita ingin menjadi anak yang pintar, maka kita harus belajar yang teratur dan terus berusaha. Bukan malah menghabiskan waktu yang tidak bermanfaat. Waktu adalah penghargaan dan uang. Mengapa? Karena saat waktu dimanfaatkan dengan benar, kita akan mendapatkan hasil yang maksimal entah itu dalam bidang pendidikan maupun pekerjaan.

"Kamu apa kabar,  Ze?  Lama nggak berjumpa ya, kamu makin imut aja dengan gaya rambut gitu," ujar Dinda sambil mengelus rambut Zea.

"Ah nggak kok, Tan. Aku nggak imut, tapi cantik dan imut, hehehe. Aku kabar baik, Tan. Kalau Tante apa kabar?"

"Idih, mana ada cantik mengakui sendiri, cantik itu diakui bukan mengakui," sindir Zafran yang tiba-tiba datang.

"Apaan sih? Jelek-jelek gini lo pernah cinta sama gue."

"Iya bener tuh. Abang kan pernah suka sama Kak Zea."

"Anak kecil ngomongnya cinta-cintaan. Sekolah dulu biar pintar. Udah main tarik-tarik segala. Ayo, Ze, kita pergi dari sini."

Zafran menarik Zea keluar dari dapur. Tujuannya sekarang yaitu taman yang berada di samping rumah. Sekaligus mengenang kenangan masa lalu penuh dengan canda tawa. Terlebih saat memandangi kolam renang yang terlihat tenang.

Hanya ada suasana hening diantara mereka berdua. Mereka berdua sedang mengingat satu persatu kenangan yang telah mereka lewati bersama. Terlintas beberapa terasa indah namun kenangan terakhirlah terasa pilu. Zea menghela napas kemudian bangkit dari duduknya untuk pindah tempat duduk di tepi kolam renang sambil memainkan kakinya di dalam air.

"Ze!" Panggil Zafran membuyarkan lamunan Zea.

"Kya!"

Hal itu menyebabkan kejadian yang tak terduga. Zafran terdorong Zea dan jatuh ke dalam kolam renang. Beberapa kali Zafran muncul ke permukaan air sambil melambaikan tangan.

Zea panik, sebab dia tahu bahwa Zafran tidak bisa berenang. Tanpa banyak membuang waktu, Zea memutuskan untuk menolong Zafran tanpa memperdulikan seragamnya.

Dengan sekuat tenaga, dia menarik Zafran ke tepi kolam renang. Tidak sampai di situ, dia juga yang mengangkat tubuh Zafran ke atas tepi kolam. Benar-benar wanita kuat. Dia mengatur napas dan detak jantungnya. Sungguh rasa panik itu tetap saja menghinggapi dirinya.

Setelah rasa panik agak berkurang, Zea menepuk pipi Zafran sambil memanggil namanya agar cepat bangun. Namun itu semua tidak ada hasil. Dia bingung sendiri cara apalagi yang harus dilakukan.

"Duh, kenapa nggak bangun sih?  Apa pakai napas bantuan aja ya?" Batin Zea.

Dengan penuh tekat, Zea memberanikan diri untuk memberikan napas bantuan. Namun saat wajahnya sudah dekat dengan wajah Zafran, aksinya terhenti karena tawa Zafran.

"Hahaha, cie mau nyium gue. Gue tahu kok kalau lo belum bisa move on dari gue," ujar Zafran mengejek Zea.

"Apaan sih! Gaje banget. Lagian lo itu bisanya apa sih? Renang nggak bisa, berantem nggak bisa, bisanya tuh ngapain?!"

"Gue bisanya terus mencintai lo. Lagian jodoh itu saling melengkapi kan? Lo bodoh, gue kan pintar. Lo pintar berantem sama renang, gue nggak pintar. Dan gue yakin kalau kita jodoh."

Lagi dan lagi kata manis terucap dari bibir Zafran. Sedangkan Zea, dia hanya memutar bola matanya malas sambil menirukan kata-kata Zafran. Baginya itu sudah biasa dan tidak akan membuatnya kaget. Apalagi dipuji terus dijatuhkan, Zea sudah kebal, boy.

"Lo tahu nggak? Bercanda Lo nggak lucu!" Kata Zea sangat kesal.

"Gue nggak bermaksud gitu, Ze. Gue cuma ingin tahu seberapa besar rasa peduli Lo sama gue. Maaf."

"Udahlah, gue males sama candaan Lo. Nggak lucu!"

"Zea, dahi lo kenapa? Apa gara-gara nolongin gue jadi berdarah gini?" Tanya Zafran kaget saat melihat ada darah yang keluar dari dahi Zea.